Insiden Tolikara: Pembodohan Atas SARA

 

Oleh: Ariawan Dharma Husaini, Pemerhati Masalah Sosial Kebangsaan dan Aktif di Kajian Arus Perubahan untuk Kemandirian  

 

Indonesia adalah salah satu negara yang kaya. Kaya akan budaya, kaya akan agama dan kaya akan sumber daya alam. Karena kekayaan tersebutlah, sehingga tidak mengherankan apabila Indonesia selalu menjadi ‘rebutan’ bangsa lain.

Kita pun menyadari bahwa salah satu strategi yang kerap digunakan oleh penjajah sejak jaman dahulu adalah adu domba. Melalui adu domba, rakyat Indonesia akan sangat mudah dikuasai. Kita juga menyadari bahwa sejak jaman penjajahan isu strategi yang rentan digunakan untuk mengadu domba rakyat Indonesia adalah tentang Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA).

Untuk itu, dewasa ini dan terlepas dari adanya pengaruh asing bahwa isu SARA masih menjadi pekerjaan rumah (PR) yang sangat penting untuk dipecahkan oleh Pemerintah Indonesia. Hal ini menjadi sangat penting mengingat beberapa kali diberbagai daerah kerap terjadi konflik yang didasari oleh alasan SARA tersebut. Bahkan masih segar di ingatan kita tentang konflik yang terjadi saat perayaan Idul fitri 1436 H atau tepatnya pada tanggal 17 juli 2015 kemarin telah terjadi konflik mengatasnamakan agama. Dimana konflik itu terjadi di Tolikara, Papua.

Soal Sepele

Berdasarkan isu yang berkembang bahwa konflik itu di dasarkan oleh hal yang sangat sepele, yaitu Speaker. Hal ini tentu sangat menggelikan dimana sudah berpuluh-puluh tahun Indonesia merdeka. Banyak dari orang tua dan anak-anak kita sudah hidup berdampingan dalam ikatan tali persaudaraan dengan melepaskan perbedaan pendangan agama, kini harus bertumpahan darah hanya karena kesalah pahaman yang sangat sepele.

Mungkinkah pendidikan dan pelajaran tentang nilai-nila Pancasila dan Konsep Bhineka Tunggal Ika yang menjadi acuan, pedoman hidup dan jati diri masyarakat dalam berbangsa dan bernegara telah hilang di setiap antar pribadi Rakyat Indonesia?

Menjadi hal yang sangat menyedihkan, jika dahulu para pendahulu kita berjuang, berkorban menumpahkan darahnya untuk merebut kemerdekaan dengan melepaskan ego dan perbedaan masing-masing. Kini para anak cucunya berjuang, berkorban menumpahkan darahnya hanya karena perbedaan agama.

Dalam tataran yang lebih luas, bagaimana kita dapat berjuang bersama membangun bangsa Indonesia agar setara dengan negara maju, jika masalah perbedaan SARA masih menjadi bahan utama untuk bertumpaham darah sesama saudara se-bangsa dan se-tanah air.

Untuk itu, kiranya kaum beriman dan penganut agama yang berbeda-beda semestinya bisa hidup bersama dengan rukun dan damai selalu, bisa bersatu, saling menghargai, saling membantu dan saling mengasihi. Perbedaan-perbedaan yang ada dilihat dan dinilai sebagai kekayaan bangsa dimana para penganut agama yang berbeda bisa saling menghargai atau menghormati, saling belajar, saling menimbah serta memperkaya dan memperkuat nilai-nilai keagamaan dan keimanan masing-masing. Perbedaan tidak perlu dipertentangkan, tetapi dilihat dan dijadikan sebagai pembanding, pendorong, bahkan penguat dan pemurni apa yang dimiliki.

Selain itu, dalam berbagai dasar pendidikan dijelaskan bahwa kerukunan antar umat beragama dapat diwujdkan dengan cara antara lain, yaitu :

  1. Saling tenggang rasa, saling menghargai, toleransi antar umat beragama
  2. Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu
  3. Melaksanakan ibadah sesuai agamanya, dan
  4. Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun peraturan Negara

Namun demikian, konsep kerukunan antar umat beragama tersebut akan menjadi sia-sia ketika masyarakat tidak mampu memahami perbedaan masing-masing. Mencari-cari kesalahan masing-masing. Bahkan mencari momentum serangan balasan meskipun di hari dan waktu yang berbeda. Apabila hal itu yang dikembangkan dan menjadi mental rakyat Indonesia maka sampai kapan pun bangsa ini tidak akan pernah MERDEKA!

Untuk itu, kiranya para ketua adat dan pemuka agama diharapkan dapat membantu mengarahkan masyarakatnya untuk dapat menahan diri dan berjiwa besar. Memaknai perbedaan sebagai kekayaan yang perlu diberdayakan dan bukan diperdaya. Biarkan kesalahpahaman kemarin menjadi pembelajaran bahwa bangsa ini harus lebih dewasa dalam menyikapi segala perbedaan yang ada di antara kita serta yang terpenting adalah kewaspadaan atas berbagai upaya yang ingin terus merusak keutuhan sebagai negara bangsa Indonesia mengingat potensi besar yang dimiliki Indonesia, untuk itu marilah  semua anak bangsa menjaga dan bersinergis guna bangkit dan maju bersama demi Indonesia yang lebih baik. Amin

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…