Utang Luar Negeri Indonesia Tumbuh 5,9%

NERACA

 

Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan utang luar negeri periode Mei 2015 yang tumbuh sebesar 5,9 persen year on year (yoy). Meskipun tumbuh, namun lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan utang luar negeri pada periode April yang tumbuhnya sebesar 7,7 persen (yoy). Hingga Mei 2015, posisi ULN Indonesia tercatat US$ 302,3 miliar, terdiri dari ULN pemerintah US$ 133,5 miliar atau 44,2 persen dari total ULN. Sedangkan, ULN sektor swasta mencapai US$ 168,7 miliar atau 55,8 persen dari total ULN. "Adanya perlambatan pertumbuhan dipengaruhi oleh kedua sektor tersebut," tulis keterangan BI.

Utang sektor swasta yang pada periode sebelumnya tumbuh 13,2 persen (yoy), kini hanya tumbuh 10,2 persen (yoy). Hal ini terutama dipengaruhi perlambatan pertumbuhan kepemilikan surat utang swasta oleh asing. "Sementara ULN sektor publik hanya tumbuh 1,0 persen (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya 1,5 persen (yoy)," tulis data itu.

Data BI juga menunjukkan, ULN swasta pada akhir Mei 2015 fokus di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas, dan air bersih. Pangsa ULN keempat sektor tersebut mencapai 75,9 persen terhadap total ULN swasta. Sementara pertumbuhan tahunan ULN sektor keuangan dan sektor listrik, gas & air bersih tercatat melambat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya, sedangkan pertumbuhan tahunan ULN sektor industri pengolahan mengalami peningkatan.

"Di sisi lain, pertumbuhan tahunan ULN sektor pertambangan mengalami kontraksi yang lebih dalam dibanding kontraksi yang terjadi pada bulan sebelumnya," seperti yang ditulis data tersebut. Data juga menunjukkan, posisi ULN Indonesia didominasi ULN jangka panjang sekitar 84,9 persen dari total ULN atau mencapai US$ 256,7 miliar. Pertumbuhan jangka ULN jangka panjang sebesar 7,5 persen (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan bulan April 2015 yang sebesar 8,4 persen (yoy).

Adapun ULN berjangka panjang terdiri dari ULN sektor publik sebesar US$ 130,3 miliar atau 97,6 persen dari total ULN publik, dan ULN swasta sebesar US$ 126,4 miliar atau 74,9 persen dari total ULN swasta. Sementara, ULN berjangka pendek mengalami kontraksi 2,3 persen (yoy) atau melambat dari periode April sebesar 3,3 persen (yoy).

Meskipun utang Indonesia cukup tinggi, namun Presiden Jokowi menilai rasio utang Indonesia masih sangat kecil jika dibandingkan dengan Gross Domestic Product (GDP). Tercatat, hingga Mei 2015 jumlah utang Indonesia mencapai Rp2.843,25 triliun, sehingga rasio utang Indonesia sekira 25 persen terhadap GDP. "Lalu utang kita. Ini masih kecil sekali Dept Equity Ratio (DER) kita berapa sih? 50-an. Lalu utang terhdap GDP itu 25 persen. Masih kecil sekali," tegas Jokowi, belum lama ini.

Jokowi menegaskan, bahkan dengan negara-negara lain, rasio utang Indonesia terhadap GDP masih sangat kecil. Dirinya pun menjamin, saat ini posisi utang Indonesia lebih sehat. "Saya lihat kmrn di data antara negara-negara lain, kita ratio utang terhadap GPD ratio bagus, masih di bawah 25 persen, masih kecil. Artinya lebih sehat," sebutnya.

Menurut Jokowi, pemerintah tidak mempersalahkan jika melakukan utang. Namun utang tersebut harus dikelola dengan baik dan jangan menghabiskan untuk konsumtif. "Kalau lihat itu, buat saya, berdayakan utang jangan sampai masuk ke sektor yang tidak kendalikan produktif. Jangan sampai kita pinjam, kita pakai untuk subsidi BBM, kita pinjam untuk konsumtif. Itu enggak bisa. Makanya sama seperti perusahan, masa pinjam bank lalu pakai untuk beli makan atau beli mobil. Enggak betul. Yang benar saja. Maka harus masuk ke sektor produktif, industri dan lain-lain," tukasnya.

Sementara itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan, Indonesia tidak pernah bermasalah dalam hal pembayaran utang. Hal ini sekaligus menepis kekhawatiran pelaku pasar atau ekonom tentang kondisi Indonesia akan mengalami seperti Yunani yang gagal bayar utang. "Kita enggak pernah enggak bayar utang. Enggak ada masalah," tegas Bambang.

Bambang menambahkan, pemerintah pun sudah menganggarkan pembiayaan untuk membayar bunga utang sekira Rp150 triliun. "Enggak masalah. Kita sudah anggarkan biaya bunga utang Rp150 triliun. Kita enggak ada masalah bayar utang. Pengeluaran masih sedikit enggak apa-apa yang penting cash flow terjaga," sambungnya.

 

BERITA TERKAIT

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…