NERACA
Belasan aktivitis Walhi Jabar, mendatangi kantor DPRD Jabar, Kamis (29/9) kemarin. Dari orasi yang disampaikan dalam demo di depan kantor DPRD Jabar Walhi itu, mereka mengkritisi eksploitasi energy panas bumi. Walhi dalam orasinya yang dimulai sekitar pukul 10.00 itu menegaskan, pemerintah selama ini selalu mengatakan PLTP merupakan sebuah jawaban dari semua pembangkit tenaga listrik yang ada sebagai sumber energy yang ramah lingkungan. Namun, dalam proses eksplorasinya, telah membawa dampak kerusakan lingkungan yang tak terkendalikan.
Pengurasan sumber daya alam dalam proyek PLTP sekitar 4436 MW yang mulai dilaksanakan pada Januari tahun 2010 lalu itu tutur mereka, belum maksimal meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jabar, khususnya masyarakat miskin yang jumlahnya di Jabar mencapai 12 juta orang. Sebagai contoh kasus, sebagian masyarakat di Garut, Bandung Barat, Cianjur dan Purwakarta, ada yang belum mendapatkan energy listrik untuk kehidupannya.
Pemerintah atas proyek PLTP tersebut, harus mewaspadai berbagai dampak yang ditimbulkannya antara lain, menurunya kualitas udara, menurunnya kondisi fisik dan kimia tanah, menurunya stabilitas tanah, bahaya amblesan, menurunya potensi dan kualitas air sungai, air tanah, mata air, perubahan tata guna lahan dan hutan, menurunya kelimpahan dan kekayaan flora dan fauna, stabilitas social dan lain-lain.
Untuk mengantisipasi bahaya tersebut, menurut para aktivis lingkungan ini, amdal sebagai sebuah instrument untuk menilai dampak lingkungan, seyogyanya harus melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat, keterbukaan dan transparansi.
Sikap Walhi Jabar
Berdasarkan beberapa pertimbangan, Walhi Jabar menyatakan sikap. pertama menolak kesepakatan-kesepakatan yang dilakukan Pemerintah Pusat, Pemprov. Jabar dan PT Chevron Geothermal Indonesia dan Pertamina dalam menyelesaikan kasus perluasan wilayah kerja eksploitasi yang merusak kawasan cagar alam Papandayan di wilayah Cihawuk dan Cikembang Kertasari yang tidak memihak kepentingan rakyat dan keberlangsungan ekologi di Jabar.
Kedua, menuntut penegakkan hukum bagi PT Chevron Geothermal, Kementerian Kehutanan dan ESDM yang telah melanggar UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Ketiga, mendesak pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan pengusaha panas bumi untuk membuka informasi kepada publik Jabar berkaitan dengan kontrak karya, keuntungan dan penerimaan negara atas usaha penambangan panas bumi di WKP Jabar.
Keempat, mendorong perumusan kebijakan tata kelola sumber daya alam panas bumi yang transparan dan berkeadilan serta memakmurkan rakyat. Kelima, mendesak Gubernur Jabar meninjau ulang dan membatalkan megaproyek PLTP di Jabar serta keenam, menyatakan kecewa atas sikap Gubernur dan Wagub Jabar yang tidak konsisten dengan perbaikan ekologi DAS Citarum dan lebih memihak pada PT Chevron Geothermal Indonesia.
NERACA Jakarta - Tetra Pak belum lama ini melakukan survei kepada perusahaan makanan dan minuman atas komitmen keberlanjutan yang dilakukan…
NERACA Kota Bogor - Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, Jawa Barat, melalui Satgas Naturalisasi Ciliwung mendampingi warga di wilayahnya fokus menangani…
NERACA Sukabumi - Harga beras medium di sejumlah kios di Pasar Pelita dan Tipar Gede Kota Sukabumi alami penurunan harga…
NERACA Jakarta - Tetra Pak belum lama ini melakukan survei kepada perusahaan makanan dan minuman atas komitmen keberlanjutan yang dilakukan…
NERACA Kota Bogor - Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, Jawa Barat, melalui Satgas Naturalisasi Ciliwung mendampingi warga di wilayahnya fokus menangani…
NERACA Sukabumi - Harga beras medium di sejumlah kios di Pasar Pelita dan Tipar Gede Kota Sukabumi alami penurunan harga…