Dampak Pelemahan di China - Pasar Modal Tidak Terimbas Langsung

NERACA

Jakarta –Belum reda krisis ekonomi Yunani, kali ini perekonomian Indonesia dihantui sentiment negatif terkait krisis ekonomi di China. Alhasil, kondisi tersebut menurut sebagian pelaku pasar modal lebih berbahaya dibandingkan dengan krisis ekonomi di Yunani.

Namun demikian, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menilai bahwa penurunan bursa saham China pada beberapa pekan terakhir tidak memberikan sentimen negatif secara langsung terhadap kondisi pasar modal dalam negeri,”Kalau banyak yang tanya pasar modal di China, memang cukup besar koreksinya dan belum tentu sudah selesai. Dampaknya ke Indonesia tidak langsung,”ujarnya di Jakarta, Rabu (22/7).

Padahal, pada pekan pertama Juli 2015 bursa saham China sempat anjlok hingga 30% dibandingkan posisi puncak pada Juni 2015 akibat penurunan Indeks Shanghai Composite sebesar 6,8%. Namun, lanjut Agus Marto, kondisi itu hanya berdampak langsung ke Jepang dan Hong Kong.

Dia menyebutkan, upaya antisipatif yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kepercayaan diri terhadap negara-negara yang berhubungan langsung dengan China,”Kondisi Indonesia harus optimistis semua akan lebih baik, sehingga pertumbuhan ekonomi kita bisa mencapai 5-5,4%. Tetapi, di kisaran bawah," tuturnya.

Di tempat yang sama, Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara mengatakan, pelemahan pasar saham masih lebih terbatas dibandingkan dengan pasar valuta asing yang menekan rupiah. "BI akan selalu ada di pasar. Apalagi rupiah menurut BI sudah undervalue," ucap Mirza.

Dia menyebutkan, undervalue pada rupiah terjadi sejak tapering-off dari kebijakan quantitative easing yang dilakukan Federal Reserve AS,”Tetapi, sekarang investor obligasi sudah berani masuk lagi. Cuma pasar saham saja yang masih wait and see. Karena, pasar saham melihat pada pertumbuhan ekonomi dan profit,”kata Mirza.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio pernah bilang, merosotnya bursa saham di China perlu dipantau karena lebih penting dari krisis finansial Yunani,”Buat saya krisis Yunani itu hanya psikologi market (pasar) saja. Saya lebih takut yang kejadian di China market turun 30%. Dan dia (China) merupakan emerging market terbesar. Itu yang harus kita perhatikan," ungkap Tito.

Meski ada sedikit dampak negatif, Tito melihat, apa yang terjadi di China tak perlu dikhawatirkan secara berlebihan oleh investor dalam negeri,”Tapi saat ini mari berpikir jangka panjang, jangan sehari turun langsung berteriak, saham itu investasi jangka panjang, kalau jangka panjang nggak pernah turun," tegasnya.
Tito menuturkan, sejumlah besar emiten di BEI masih mencatatkan kinerja yang positif di tengah isu global yang selalu negatif dalam beberapa bulan terakhir,”Jadi jangka panjang, selama perusahaan yang kita investasikan bagus Insya Allah aman. Nggak perlu khawatir lah soal itu," tambahnya. (bani)

BERITA TERKAIT

Tumbuh by Astra Financial Raih 2,5 Juta Kunjungan

Pameran virtual pertama Astra Financial, Tumbuh by Astra Financial yang digelar dua pekan mencatatkan lebih dari 2,5 juta kunjungan konsumen.…

Berkolaborasi Wujudkan Mudik Sehat dan Aman

Budaya mudik di Indonesia jelang libur lebaran selalu menyisakan masalah, khususnya potensi lonjakan volume kendaraan dan angka kecelakaan. Maka tak…

Gandeng Kerjasama Telkom - LKPP Rilis Sistem E-Katalog Versi 6.0 Yang Lebih Responsif

Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan transparansi dalam pengadaan barang, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) bekerjasama dengan PT Telkom Indonesia…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Tumbuh by Astra Financial Raih 2,5 Juta Kunjungan

Pameran virtual pertama Astra Financial, Tumbuh by Astra Financial yang digelar dua pekan mencatatkan lebih dari 2,5 juta kunjungan konsumen.…

Berkolaborasi Wujudkan Mudik Sehat dan Aman

Budaya mudik di Indonesia jelang libur lebaran selalu menyisakan masalah, khususnya potensi lonjakan volume kendaraan dan angka kecelakaan. Maka tak…

Gandeng Kerjasama Telkom - LKPP Rilis Sistem E-Katalog Versi 6.0 Yang Lebih Responsif

Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan transparansi dalam pengadaan barang, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) bekerjasama dengan PT Telkom Indonesia…