Perbankan "Dihantui" Kredit Macet

 

 

NERACA

Jakarta – Menurut kajian tengah tahun yang dilakukan oleh Biro Riset Infobank, tantangan yang dihadapi industri perbankan pada 2015 lebih berat dari 2014. Selain perlambatan pertumbuhan kredit terus berlanjut, bank-bank juga menghadapi ancaman penurunan kualitas kredit.

Direktur Biro Riset Infobank Eko B Supriyanto mengatakan pertumbuhan kredit sampai akhir 2015 diprediksi berada di sekitar 9% sampai 13% dan non performing loan (NPL) menunjukkan tren meningkat. Menurut Eko ada 14 bank yang harus bekerja keras untuk menekan NPL-nya yang terkerek hingga di atas 5% dan 104 bank lainnya harus mengantisipasi ancaman kredit macet.

“Sampai akhir tahun ini bank-bank masih berada di jalur lambat dengan pertumbuhan kredit sekitar 9% hinggga 13% ditambah satu ancaman serius yaitu kredit macet,” ujar Eko B Supriyanto, seperti dikutip, kemarin.

Industri perbankan saat ini memang masih memiliki daya tahan yang cukup baik apabila terjadi pengaruh buruk yang signifikan akibat perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. Hal itu terlihat dari kuda-kuda perbankan yang cukup kuat dengan memiliki cadangan yang cukup di atas 100% dan capital adequacy ratio (CAR) yang secara industri masih aman di level 20%.

“Secara industri sekilas tidak ada yang berbahaya karena sebagian besar indikator industri perbankan masih positif. Namun tetap patut untuk diwaspadai karena NPL mengalami tren kenaikan sejak akhir 2013 sebesar 1,77% menjadi 2,16% pada akhir 2014 dan terus meningkat begitu menginjak tahun 2015 dengan rasio 2,48% per April,” jelas Eko.

Di tengah kerja keras untuk mengerem lonjakan kredit macet, bank-bank tentu masih kesulitan memanen laba karena pendapatan bunga bersih yang menjadi mesin utama pendapatan perbankan masih akan tertekan oleh perlambatan pertumbuhan kredit. “Selain itu, overhead cost bank-bank tidak bisa dibendung, dan karena kualitas kredit bank cenderung menurun sehingga bank-bank harus meningkatkan beban cadangan kerugian penurunan nilai aktiva produktifnya,” ujar Eko B Supriyanto.

Eko menambahkan, para bankir harus terus mewaspadai penurunan kualitas kreditnya akibat masih lesunya perekonomian yang disebabkan menurunnya daya beli masyarakat. Kendati pemerintah akan mencairkan belanja pemerintah pada semester dua tahun ini, namun kontribusinya relatif tidak signifikan karena pendorong pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) 56%-nya berasal dari konsumsi swasta.

Sementara pendongkrak PDB dari sisi ekspor masih terhalang oleh lemahnya harga komoditas yang menjadi andalan ekspor Indonesia. “Pelonggaran loan to value (LTV) yang dilakukan Bank Indonesia juga belum akan berdampak signifikan bagi kucuran kredit perbankan karena daya beli masyarakat masih lemah dan bank-bank harus mengutamakan prinsip kehati-hatian,” jelas Eko B Supriyanto.

Bank Indonesia (BI) juga telah mewaspadai beberapa sektor yang dinilai berpotensi memiliki tingkat kredit macet (non performing loan/NPL). Menurut Gubernur BI Agus Martowardojo kewaspadaan tersebut muncul setelah bank sentral melihat adanya kenaikan data NPL per Mei 2015. NPL perbankan tercatat sebesar 2,6 persen, naik 0,1 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang di level 2,5 persen.

"Secara umum kualitas likuiditas perbankan itu baik dan pertumbuhan kreditnya ada di atas 10 persen, rasio kecukupan modalnya (capital adequacy ratio/ CAR) juga mencapai 20 persen. Namun NPL nya memang ada sedikit peningkatan karena secara gross itu sudah meningkat di atas 2,5 persen," ujar Agus.

BI mencatat pada Mei 2015, rasio kecukupan modal masih kuat, jauh di atas ketentuan minimum 8 persen, yaitu sebesar 20,3 persen. "Hanya saja ada sektor-sektor tertentu yang perlu diwaspadai," katanya.

Agus menjelaskan, peningkatan rasio NPL terjadi disebabkan oleh lambatnya pertumbuhan kredit dan meningkatnya jumlah NPL secara nominal. Adapun peningkatan NPL antara lain masih terjadi pada kredit di sektor pertambangan dan konstruksi.

BI juga mencatat, hingga Mei 2015 kredit tumbuh sebesar 10,4 persen secara year on year (yoy) atau relatif stabil dibandingkan pertumbuhan kredit pada bulan sebelumnya. Sedangkan dana pihak ketiga (DPK) tercatat tumbuh 12,5 persen (yoy) atau melambat dibandingkan bulan sebelumnya.

Kendati demikian, Agus optimistis berbagai kebijakan makro prudensial seperti pelonggaran Loan to Value(LTV) dan aturan keringanan Giro Wajib Minimum (GWM) dapat mengakomodasi pertumbuhan kredit perbankan. "Tapi kami yakin dengan pengawasan dari OJK, Perbankan akan berjalan secara baik," ujarnya.

BERITA TERKAIT

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile  NERACA Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) menjalin kerja sama…

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta  NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk ditunjuk sebagai…

Great Eastern Life dan SOS Children's Villages Luncurkan Program Great Collaboration 2024 - Tingkatkan Literasi Keuangan

Tingkatkan Literasi Keuangan Great Eastern Life dan SOS Children's Villages Luncurkan Program Great Collaboration 2024 NERACA Jakarta - Komitmen untuk…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile  NERACA Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) menjalin kerja sama…

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta  NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk ditunjuk sebagai…

Great Eastern Life dan SOS Children's Villages Luncurkan Program Great Collaboration 2024 - Tingkatkan Literasi Keuangan

Tingkatkan Literasi Keuangan Great Eastern Life dan SOS Children's Villages Luncurkan Program Great Collaboration 2024 NERACA Jakarta - Komitmen untuk…