NERACA
Lampung – Pembangunan Poros Maritim Indonesia, terus didukung untuk meningkatkan pemanfaatan potensi maritim bangsa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) mengembangkan komoditas unggulan bernilai ekonomis tinggi yang sudah dikuasai teknologinya, seperti bawal bintang, kakap, teripang, kerapu, dan juga ikan hias seperti clown fish, blue devil dan banggai cardinal. Hal ini juga mendapatkan dukungan dari Komisi IV DPR – RI, pada saat melakukan kunjungan kerja ke Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung belum lama ini.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, mengatakan bahwa pengembangan komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi, akan meningkatkan daya saing komoditas perikanan budidaya dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan pembudidaya, karena harga jualnya yang mahal. “Sebagai contoh adalah komoditas kerapu. Dalam kurun waktu 2010 – 2014, produksinya meningkat19 % dengan peningkatan produksi mencapai 9,6 % per tahun. Ini akan terus kitadorong, karena kita masih punya peluang dengan potensi lahan yang mencapai 4,58juta hektar,” kata Slamet.
Untuk mengembangkan potensi komoditas yang ada, diversifikasi komoditas juga dilakukan. “Komoditas bawal bintang dan kakap, mulai tahun ini sudah termasuk komoditas utama produksi perikanan budidaya. Bawal bintang target produksinya 1.900 ton pada 2015 dengan target pertumbuhan produksi mencapai 31,5% sampai dengan 2019. Sedangkan untuk kakap, target produksi 2015 lebih besar yaitu 312.500 ton dengan pertumbuhan produksi hingga 2019 mencapai 17,31%,” terang Slamet.
Demikian juga ikan hias seperti Clown Fish, Blue Devil dan Banggai Cardinal. “Unit Pelaksana Teknis (UPT) DJPB, salah satunya BBPBL Lampung, telah menguasai teknologi budidaya ikan hias tersebut. Mulai dari pembenihan sampai dengan pembesaran. Kita tidak lagi tergantung dari penangkapan dari alam, sehingga kontinuitas produknya bisa diandalkan dan pasar ikan hias juga masih terbuka lebar. Secara keseluruhan, target produksi ikan hias tahun 2015 mencapai 1,7 miliar ekor,” tambah Slamet.
BBPBL Lampung, juga sedang mengembangkan budidaya udang vaname di Karamba Jaring Apung, sebagai alternatif usaha budidaya ikan di laut dan menjadi sumber penghasilan pembudidaya. Kepala BBPBL Lampung, Tatie Sri Paryanti, menyampaikan bahwa saat ini budidaya udang vaname di KJA cukup menjanjikan hasilnya.
“Dengan penebaran benih tokolan umur 3 minggu, sebanyak 2.500 ekor diKJA ukuran 3 x 3 m2, setelah 3 bulan didapatkan hasil 25 kg udang vaname size 60. Dengan harga jual udang vaname saat ini yaitu sekitar Rp 54 ribu per kg, pembudidaya sangat kita anjurkan untuk menyiapkan 12 lobang KJA, sehingga penghasilannya mencapai Rp 2,5 juta per bulan,” papar Tatiek.
Slamet menambahkan bahwa budidaya udang vaname di KJA perlu dikembangkan dengan beberapa perbaikan. “Potensi pengembangan budidaya udang vaname diKJA ini sangat besar. Cukup hemat energi karena tidak perlu kincir atau pompa, udang lebih tahan terhadap penyakit, sehingga kelulushidupannya bisa mencapai 60 – 80%. Ini akan berpeluang menjadi bagian dari pembangunan poros maritim, yangs edang digalakkan,” jelas Slamet.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI, Titiek Soeharto, memberikan dukungan atas prestasi BBPBL lampung dalam mengembangkan komoditas budidaya laut ini. “Ini bisa menjadi contoh di tempat lain yang memiliki potensi yang sama. DPR memberikan apresiasi atas pencapaian BBPBL Lampung, tetapi harus terus di tingkatkan dengan menyebarkan teknologi yang dimiliki ini ke masyarakat. Masyarakat harus merasakan hasilnya. Karena itu akan memberikan dampak terhadap peningkatan kesejahteraan pembudidaya,” jelas Titiek.
BBPBL Lampung dengan pencapaiannya saat ini diharapkan menjadi sentra pengembangan marikultur. “Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan teknologi budidaya laut terkini dan penyediaan induk serta benih unggul, BBPBL perlu didorong lagi agar lebih maju dengan peningkatan alat-alat yang lebih modern. Kita akan kembangkan lagi ke arah sana,” pungkas Slamet.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada triwulan I – 2015 yang lalu, perikanan budidaya memberi kontribusi terbesar pada peningkatan produksi sub sektor perikanan hingga 2,92 juta ton, dengan nilai Rp 21 triliun. Menurut catatan DJPB KKP, peningkatan produksi perikanan budidaya tersebut sebagian besar disumbang dari produksi dengan pertumbuhan 4,69% rumput laut yang mencapai 2,1 juta ton dengan nilai Rp 4,9 triliun, kemudian ikan nila 149.000 ton dengan nilai produksi Rp 2,5 triliun, dan bandeng yang mencapai 137.000 ton dengan nilai Rp 1,9 triliun.
Kecermatan dalam bermedia sosial sangat ditentukan oleh pemahaman dan kompetensi pengguna terkait platform digital. Kompetensi tersebut meliputi pemahaman terhadap perangkat…
NERACA Jakarta – Dalam menjaga warisan budaya nusantara, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mendorong pengembangan sektor industri kerajinan dan wastra…
NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah menyusun Dokumen…
Kecermatan dalam bermedia sosial sangat ditentukan oleh pemahaman dan kompetensi pengguna terkait platform digital. Kompetensi tersebut meliputi pemahaman terhadap perangkat…
NERACA Jakarta – Dalam menjaga warisan budaya nusantara, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mendorong pengembangan sektor industri kerajinan dan wastra…
NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah menyusun Dokumen…