Industri Keuangan Diminta Waspadai Krisis Yunani

 

 

NERACA

 

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan mengingatkan pelaku industri keuangan untuk mewaspadai dampak dari krisis Yunani karena tidak dapat diprediksi hingga kapan akan berlangsung. “Ini kan dampaknya global, saya optimistis hanya bersifat temporer, tapi memang perlu diantisipasi seberapa lama temporernya. Itu kita terus berjaga-jaga dan minta pengelola industri keuangan untuk mewaspadai dampak ini," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad, seperti dikutip laman Antara, Kemarin.

Ia mengatakan standar prosedur untuk mengantisipasi hal tersebut masih sama, yakni menjaga pasar secara dekat dan meminta semua industri keuangan berupaya memitigasi apa yang terjadi. Selain itu, ia menekankan pentingnya mengelola risiko dengan baik dalam menghadapi kondisi ini. Muliaman mengatakan perbankan Indonesia tidak akan mengalami kesulitan likuiditas akibat kasus gagal bayar Yunani karena kondisi itu disebabkan ekspektasi global terhadap apa yang terjadi di Yunani. Dia berharap pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada semester II 2015 ini dengan penyerapan belanja negara.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio juga mengkhawatirkan dampak negatif bagi psikologis investor karena krisis Yunani. "Kondisi pasar modal yang cenderung bergejolak kini ditengarai oleh Yunani. Sejauh ini, bursa saham Tiongkok sudah turun sekitar 30 persen, bagi saya dampak Tiongkok itu yang lebih menakutkan," ujar Tito. Kendati demikian, ia meyakini dampak negatif Yunani hanya bersifat jangka pendek bagi investor di dalam negeri karena kinerja perusahaan tercatat atau emiten masih relatif positif meski perekonomian sedang melambat. 

Jika memang terjadi krisis di Indonesia, Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Firdaus Djaelani menilai bahwa Industri Keuangan Nonbank (IKNB) dapat menjadi salah satu alternatif jalan keluar saat terjadi krisis ekonomi, karena jumlah asetnya besar dan tidak memiliki likuiditas yang mendesak. “IKNB dapat berperan menjadi ban serep saat terjadi krisis. Bank terbatas menjalankan fungsi intermediasinya (saat krisis) karena meningkatnya tingkat likuiditas, sedangkan IKNB dapat menopang kegiatan ekonomi (saat krisis) mengingat tidak memiliki likuiditas yang mendesak,” ujarnya.

Menurut dia, pelambatan pertumbuhan ekonomi yang sedang dialami Indonesia kini mengakibatkan sektor jasa keuangan mengalami goncangan sehingga dibutuhkan mitigasi ampuh untuk mengatasi krisis. Ia menuturkan IKNB dapat membantu gejolak pasar keuangan melalui saham atau obligasi pasar modal serta berperan sebagai investor lokal dalam penyerapan surat utang negara (SUN) yang diterbitkan pemerintah dalam pembiayaan APBN.

Industri Keuangan Nonbank, ujar dia, memiliki peran strategis dalam pembangunan karena asetnya mencapai Rp1.597 triliun per April 2015 yang dihimpun dan dikelola lembaga non bank. "Kami optimistis jumlah besar aset IKNB tersebut terus tumbuh seiring pemenuhan kebutuhan masyarakat atas produk nonbank dan semakin tumbuhnya ekonomi nasional," tutur Firdaus.

Ia mengakui dibandingkan perbankan, jumlah IKNB memang lebih sedikit, tetapi IKNB memiliki keunggulan karakteristik pendanaan jangka panjang serta keanekaragaman sumber pembiayaan untuk membiayai aktivitas perekonomian. Dengan begitu, IKNB diharapkan saling melengkapi dengan perbankan dan pasar modal sebagai sumber pendanaan pembangunan nasional.

Selain peran mendukung perekonomian nasional, ia menuturkan IKNB juga mendukung stabilitas sistem keuangan nasional sebagai lembaga jasa keuangan yang berfungsi menyalurkan dana dari investor kepada yang membutuhkan dana. "Peran sebagai intermediasi penting dan vital menggerakkan ekonomi nasional. Untuk itu, OJK terus berusaha mendorong lembaga jasa keuangan mendukung ekonomi nasional," tutur dia.

Selain itu, ia berharap Industri Keuangan Nonbank dengan Indonesia Investment Club-nya yang baru diresmikan dapat menjadi mitra strategis mengharmoniasikan peraturan sektor keuangan sehingga mendukung pertumbuhan sektor jasa keuangan. Sementara itu, Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sebelumnya 5,5 persen menjadi 5,0 persen atau dalam rentang 4,8-5,2 persen pada 2015.

Penurunan proyeksi tersebut disebabkan lambannya realisasi program-program pemerintah, tertundanya dampak reformasi struktural ekonomi Indonesia, dan keberlanjutan pelambatan ekonomi global.

 

BERITA TERKAIT

Survei BI : Kegiatan Dunia Usaha Meningkat di Triwulan I/2024

    NERACA Jakarta – Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia (BI) mengindikasikan bahwa kinerja kegiatan dunia usaha…

BRI Catat Setoran Tunai Lewat ATM Meningkat 24,5%

  NERACA Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk (BRI) mencatat setoran tunai melalui ATM bank tersebut meningkat sebesar 24,5 persen…

Bank DKI Jadi Penyumbang Deviden Terbesar ke Pemprov

    NERACA Jakarta – Bank DKI menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) penyumbang dividen terbesar bagi Provinsi DKI Jakarta sepanjang…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Survei BI : Kegiatan Dunia Usaha Meningkat di Triwulan I/2024

    NERACA Jakarta – Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia (BI) mengindikasikan bahwa kinerja kegiatan dunia usaha…

BRI Catat Setoran Tunai Lewat ATM Meningkat 24,5%

  NERACA Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk (BRI) mencatat setoran tunai melalui ATM bank tersebut meningkat sebesar 24,5 persen…

Bank DKI Jadi Penyumbang Deviden Terbesar ke Pemprov

    NERACA Jakarta – Bank DKI menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) penyumbang dividen terbesar bagi Provinsi DKI Jakarta sepanjang…