Proyek 35 ribu MW Butuh Waktu Lama

 

 

NERACA

 

Jakarta – Pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla telah menggencarkan program listrik 35.000 megawatt dalam kurun waktu 5 tahun kedepan. Hal itu untuk mengejar rasio elektrifikasi dan permintaan akan listrik masyarakat yang semakin bertambah. Namun begitu, dunia usaha agak pesimis program tersebut bakal tercapai dalam satu kali masa pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Menurut Ketua Umum Asosiasi Pabrik Kabel Indonesia (Apkabel) Noval Jamalullail untuk menciptakan listrik dengan kapasitas 35 ribu megawatt maka setidaknya membutuhkan waktu antara 8 hingga 10 tahun.

“Pemerintah sudah mencanangkan program 35 ribu Mw dalam 5 tahun. Tapi saya rasa tidak mungkin 5 tahun selesai, paling tidak 8 tahun sampai 10 tahun. Karena berdasarkan pengalaman saya, proyek pembangunan pembangkit listrik selama ini, ada tiga hal yang menjadi kendala utama, yaitu soal ketersediaan lahan, izin dan proses tender. Sekarang harus dapat izin, kemudian tender. Untuk dapat izin saja harus seperti apa. Kemudian tender untuk pembangkit, besar seperti apa. Pembangkit itu besar, lebih besar dari industri. Untuk bangunnya saja dibutuhkan waktu,” ujar Noval di Jakarta, Senin (6/7).

Untuk satu area pembangkit, kata Noval, proses pembebasan lahan, perizinan dan tender setidaknya butuh waktu antara 2 tahun hingga 3 tahun. Sedangkan proyek sebesar 35 ribu MW ini butuh banyak area untuk membangun banyak pembangkit. “Kalau bangun 35 ribu MW berarti proyeknya bisa 20 tempat atau 50 tempat, bahkan bisa 100 tempat. Jadi pastinya akan butuh waktu lama. Jadi kalau 5 tahun saya tidak yakin. Kalau dicanangkannya 5 tahun oke, tapi sampai penyelesaiannya bisa sampai 10 tahun,” kata Noval.

Namun menurut Noval, pemerintah juga telah melakukan upaya percepatan dalam pembangunan pembangkit ini. Salah satunya dengan memberikan jatah pembangunan pada pihak swasta dengan skema Independent Power Plant (IPP). "Percepatan sebenarnya juga sudah dilakukan oleh pemerintah salah satunya, dari proyek listrik 35 ribu MW itu, 10 ribu MW dibangun PLN dan 25 ribu MW dibangun oleh swasta melalui IPP. Kalau IPP modalnya dari swasta. Tetapi dengan harapan swastanya juga komitmen, punya modal, barangnya bagus. Tahun lalu ada China tapi barang jelek, susah juga jadinya," tandas dia.

Terlepas dari lama atau tidaknya, Noval mengatakan bahwa industri kabel dan kawat dalam negeri tengah mendapatkan berkah mengingat pemerintah sedang fokus untuk pembangunan infrastruktur sehingga komponen-komponen pembangunan infrastruktur seperti kawat dan kabel ikut mengalami peningkatan permintaan. “Pada tahun ini saja, dari sektor pembangunan jaringan kabel distribusi kelistrikan dana yang bergulir Rp 3,5 triliun. Itu belum termasuk pembangunan jaringan kabel transmisi dan pembangkit listrik,” tukasnya.

Masih menurut Noval, infrastruktur telekomunikasi dan kelistrikan telah menopang pertumbuhan industri kabel dan kawat dalam negeri. Jika pemerintah terus berkomitmen melibatkan pengusaha nasional dalam pembangunan, industri kabel dan kawat nasional serta investasi di industri tersebut dapat terus tumbuh. "Banyak proyek pemerintah yang telah menggandeng pengusaha nasional. Namun, masih ada sejumlah badan usaha milik negara yang belum melibatkan kami," katanya.

Ia mengatakan, selama lima tahun ke depan, prospek industri kabel nasional sangat bagus. Di sektor telekomunikasi, pemerintah mempunyai program pembangunan pita lebar dan jaringan internet rumah tangga.

Di sektor kelistrikan, pemerintah memiliki program pembangunan pembangkit listrik 35.000 megawatt, jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan, transportasi (jalan tol, pelabuhan, dan bandara), dan kawasan industri. Dari kedua sektor itu, Apkabel memperkirakan pertumbuhan pasar kawat dan kabel nasional bisa lebih dari 10 persen hingga 2019.

Noval menambahkan, pembangunan kedua sektor tersebut juga mengundang investor dari Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok. Mereka siap membangun pabrik kabel dan serat optik di Indonesia. Investasi untuk satu unit produksi diperkirakan 2-3 juta dollar AS. Mereka ada yang membangun pabrik secara mandiri, ada pula yang menggandeng perusahaan lokal.

Sementara itu, Direktur PT Wahana Kemalaniaga Makmur Rini Sumardi menyebutkan, lembaga penelitian Global Industri Analysts mencatat perkembangan telekomunikasi diperkirakan menjadi penyebab tumbuhnya pasar kawat dan kabel. Lembaga tersebut memperkirakan, pasar kawat dan kabel akan tumbuh 11 persen hingga 2018. “Dampak paling signifikan akan terlihat dari sektor kabel daya sebagi bagian terbesar dari pasar kawat dan kebel yang diperkirakan tumbuh hampir 9%,” pungkasnya.

 

BERITA TERKAIT

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

Pentingnya Bermitra dengan Perusahaan Teknologi di Bidang SDM

  NERACA Jakarta – Pengamat komunikasi digital dari Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan menekankan pentingnya Indonesia memperkuat kemitraan dengan perusahaan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

Pentingnya Bermitra dengan Perusahaan Teknologi di Bidang SDM

  NERACA Jakarta – Pengamat komunikasi digital dari Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan menekankan pentingnya Indonesia memperkuat kemitraan dengan perusahaan…