Program Redenominasi Rupiah Belum Jadi Prioritas

 

 

NERACA

 

Jakarta – Penyusutan nominal mata uang rupiah atau redenominasi masih jauh dari kenyataan. Pasalnya, program redoniminasi tak jadi program prioritas baik pemerintah maupun kalangan DPR yang membuat undang-undang. Hal tersebut seperti dikatakan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald Waas. "Redemominasi, tahun lalau sudah ke DPR," ucapnya di Jakarta, Senin (6/7).

Ia menambahkan bahwa penyampingan program redenominasi karena ada skala prioritas yang harus didahulukan. Kini, terang dia, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Bank Indonesia serta pemerintah Otoritas Jasa Keuangan dan lembaga Penjamin Simpanan mengedepankan UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) dan UU BI. "Namun pembahasan redemominasi tetap berjalan antar instansi dan belum dibahas dalam agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas)," kata dia.

Pengamat Ekonomi Purbaya Yudhi Sadewa menyebutkan, rupiah saat ini memiliki pengaruh yang cukup tinggi terhadap inflasi. ”Harus diakui bahwa rupiah saat ini memiliki tingkat inflationary tinggi dibandingkan rupiah yang didenominasi. Secara logis, kenaikan harga Rp 1.000 lebih berpengaruh terhadap inflasi ketimbang Rp 1,” ungkapnya.

Meski begitu, dia menilai, redenominasi belum terlalu penting dilakukan saat ini. Sebab, Indonesia tidak sedang berada dalam situasi krisis ekonomi yang membutuhkan pengaturan digit mata uang untuk meredam pelemahan kurs. ”Kita belum begitu butuh redenominasi seperti Turki yang sempat terpuruk karena inflasi melonjak,” bebernya.

Terlebih, Indonesia mulai menunjukkan perbaikan di berbagai pos indikator makroekonomi. Termasuk defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) dan angka inflasi yang diyakini membaik seiring turunnya harga minyak. Yudhi memperkirakan, nilai tukar rupiah mampu tembus Rp 13.000–14.000 per USD tahun ini.

Pengamat Ekonomi lainnya yaitu Telisa Falianty mengatakan, redenominasi bukanlah kebijakan yang sederhana seperti membuang angka nol dari mata uang Rupiah. Menurutnya, redenominasi merupakan kebijakan yang cukup complicated sehingga dibutuhkan kajian yang mendalam. Redenominasi juga akan berdampak pada biaya yang akan dikeluarkan oleh pemerintah maupun stake holder yang lain.

Dia mencontohkan, jika kebijakan ini diterapkan maka pemerintah harus menyiapkan biaya untuk mencetak uang baru dan melakukan sosialisasi. Belum lagi dalam sektor perbankan yang harus menyesuaikan IT-nya karena nominal yang berubah dari mata uang Rupiah. “Memang banyak pihak yang harus menanggung biaya redenominasi ini, namun kan akan banyak pula keuntungan yang didapat dari kebijakan redenominasi ini,” kata Telisa.

Sekadar pengetahuan, redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang menjadi lebih kecil tanpa mengubah nilai tukarnya. Sedangkan sanering merupakan  pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun.

Menurut Telisa, redenominasi akan memberikan dampak positif dan negatif. Kebijakan ini bisa menyelematkan generasi di masa yang akan datang. Namun, redenominasi bisa mengorbankan generasi saat ini. “Generasi yang akan datang tidak akan terkena dampak dari nilai nominal rupiah yang membengkak,” ujarnya.

Dampak positif lain dari redenominasi adalah Indonesia bisa lebih dipandang di mata dunia. Sebab, saat ini kredibilitas mata uang Indonesia masih dianggap rendah, sehingga perlu diambil kebijakan tersebut. Meski mendukung rencana redenomiasi, Telisa menyarankan Bank Indonesia dan pemerintah bekerja keras untuk mempersiapkan kebijakan itu.

Selain itu, Kementerian Keuangan dan masyarakat harus berperan aktif memantau kebijakan ini. “Kebijakan redenominasi ini merupakan internasional image yang ingin ditonjolkan oleh pemerintah,” kata Telisa.

 

BERITA TERKAIT

BSI : Komposisi Pembiayaan EV Capai Rp180 Miliar

    NERACA Jakarta – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mencatat komposisi pembiayaan kendaraan ramah lingkungan atau kendaraan listrik…

LPPI : Perempuan dalam Manajemen Berpengaruh Positif ke Kinerja Bank

  NERACA Jakarta – Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) menemukan bahwa peran perempuan dalam jajaran manajemen puncak berpengaruh positif…

OJK Prioritaskan Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan pada Perempuan

    NERACA Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

BSI : Komposisi Pembiayaan EV Capai Rp180 Miliar

    NERACA Jakarta – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mencatat komposisi pembiayaan kendaraan ramah lingkungan atau kendaraan listrik…

LPPI : Perempuan dalam Manajemen Berpengaruh Positif ke Kinerja Bank

  NERACA Jakarta – Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) menemukan bahwa peran perempuan dalam jajaran manajemen puncak berpengaruh positif…

OJK Prioritaskan Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan pada Perempuan

    NERACA Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan…