Satu Kelemahan Jokowinomics

 

Oleh : Tumpal Sihombing

Praktisi dan Pengajar Surat Berharga

Tentang perekonomian yang menyangkut hajat hidup orang banyak, ada dua hal berbeda yang wajib saling selaras, yaitu (1) eksekusi kebijakan pemerintah; (2) komunikasi pemerintah di hadapan publik. Jika keduanya kontradiktif, maka publik pasti resah, khususnya mereka yang sudah lebih melek dan kritis perihal pasar dan dinamika perekonomian dengan segala risikonya.

Berharap yang terbaik atau bersikap optimis adalah sesuatu yang positif walau boleh jadi normatif dan malah terkesan naif jika harus sampai menganulir fakta perekonomian yang sedang terjadi persis di depan mata.Ada suatu frasa dalam literatur sastra yang berbunyi “bury head in the sand”, yang dahulu sempat dianalogikan orang bagai hewan Ostrich yang konon menanam kepalanya ke dalam pasir jika dirinya sedang terancam. Artinya, ada saja jiwa yang merasa lebih baik melihat ke arah lain daripada berusaha melakukan sesuatu untuk segera menyelamatkan dirinya dari persoalan.

Dalam perekonomian, para pakar dan perumus kebijakan memahami bahwa jika negara sedang menghadapi problematika (baik akibat dampak internal maupun eksternal), komunikasi adalah hal yang sangat sensitif. Jika miskomunikasi, maka yang dikuatirkan justru bisa lebih cepat terpicu, yaitu risiko sistemik perekonomian akibat kepanikan di tataran sosial. Di sinilah letak signifikansi perihal efektivitas eksekusi kebijakan versus kemunikasi publik yang diracik/dilansir oleh pemerintah.

De facto, USD/IDR kini berada pada rentang nilai yang sangat unfavorable bagi para pelaku pasar, terutama importir. Sektor riil yang kenyataannya kini masih bergantung pada import content yang masih tinggi sudah pasti berat untuk berproduksi (dan berbisnis) jika nilai valas semakin mahal. Paradigma kebijakan pemerintah (khususnya otoritas moneter) yang selama ini kurang taktis-efektif dalam mengelola Rupiah yang konsisten terdepresiasi (dengan dalih Rupiah sengaja dibiarkan murah agar dapat menggenjot ekspor) telah terbukti merupakan suatu kekeliruan yang sepertinya masih dipandang sebelah mata.

Pasar obligasi yang didominasi kepemilikan asing saat ini relatif rentan dengan gencarnya penerbitan surat utang yang bakal jadi beban tambahan bagi rakyat di masa depan. Yield yang relatif tinggi mencerminkan tingginya beban bunga surat utang yang bakal jatuh tempo cepat atau lambat. Demikian juga dengan pasar saham dimana asing kini masih lebih dominan.

Ada satu kelemahan laten dalam pola eksekusi/komunikasi ala perekonomian Jokowi-JK kini. Presiden RI perlu mengarahkan tim ekonomi agar memprioritaskan sumber daya yang ada untuk mengatasi satu kelemahan tersebut. Kini tim ekonomi terlihat sibuk bekerja mengotak-atik ragam banyak hal yang sebenarnya belum tentu produktif bagi pertumbuhan ekonomi. Mari kita camkan, dalam perekonomian juga berlaku prinsip dasar kehidupan,“if ain’t broke, don’t fix it.”

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…