Eksperimen Keynesian Yunani, Sebuah Awasan Untuk Indonesia

Oleh: Theo Fransisco, Pengamat Pasar Uang

Sejak tahun 1930, ekonomi dunia dijalankan atas sebuah prinsip yang disebut “Keynesian”. Secara sederhana, teori ekonomi Keynesianisme mempromosikan suatu sistem ekonomi campuran, di mana baik negara maupun sektor swasta memegang peranan penting. Ketika Amerika memasuki depresi hebat yang dikenal dengan istilah “Great Depression”, pemerintah harus menemukan cara untuk menyelamatkan ekonomi. Keputusan waktu itu adalah melakukan intervensi. Namun, tidak segampang itu untuk intervensi pasar. Harus ada “orang ketiga” yang mendukung keputusan tersebut, supaya bisa dibuktikan keabsahannya secara ilmu ekonomi.

Adalah John Maynard Keynes, yang kemudian muncul sebagai “pahlawan” pemerintah Amerika. Ia diplot untuk meyakinkan publik bahwa intervensi pemerintah, merupakan hal lumrah dan sah secara teori dan ilmu ekonomi. Keynes kemudian merilis sebuah buku berjudul The General Theory of Employment, Interest and Money, yang mengulas ekonomi menurut pemahamannya untuk mendukung kebijakan pemerintah Amerika.

Beberapa ahli ekonomi menyalahkan Keynes untuk berbagai krisis ekonomi yang terjadi hari ini. Namun ketika The Great Depression terjadi sejak tahun 1929-1939, pemerintah Amerika tidak punya banyak pilihan untuk mencari siapa yang bisa dijadikan “boneka” dalam mendukung intervensi yang mesti dilakukan. Jika Keynes tidak ada, maka nama lain pasti tetap akan muncul.

Jadi, masalahnya bukan pada Keynes, karena ia hanya “dimanfaatkan” untuk tujuan pemerintah Federal Amerika yang sedang panik akibat badai resesi. Tidak jarang, banyak ilmuwan atau ahli yang dibiayai pemerintah, dijadikan boneka, khusus untuk mendukung setiap kebijakan yang akan mereka ambil.

Istilah yang paling pas untuk Keynes mungkin adalah, “Pada akhirnya, kita semua toh pasti akan mati juga”.

Ya, Keynes memang sudah lama meninggal. Tapi dampak dari ide yang ia munculkan, masih terasa sampai hari ini.

Menjadi sangat dilematis untuk menerima sistem ekonomi Keynesian, karena pada dasarnya, teori ini seperti “menolak” tentang adanya masa depan. Teori ini akan berkata Anda tidak perlu menabung, pasalnya mungkin besok Anda akan mati.

Penggila sistem Keynesian sangat yakin bahwa ekonomi itu bisa berfungsi, hanya dengan mengandalkan faktor permintaan -demand- saja, atau kadang-kadang kebutuhan pemerintah yang sengaja menciptakan faktor permintaan.

Di sisi lain, teori ini mengesampingkan faktor produksi karena menurut Keynes, produktifitas akan muncul secara otomatis jika permintaan ada dan semakin meningkat.

Mungkin Anda bisa menyebut sistem ini dengan “Sistem ekonomi mimpi”.

Artinya begini: “Jika Anda membangun ekonomi, maka Anda pasti melihat ekonomi tumbuh hebat. Jika Anda menjadi konsumptif, maka jangan kuatir karena akan selalu ada yang baru dan Anda tidak akan pernah kehabisan stok”.

Gelandangan Baru

Di sisi lain, menuding Keynes sebagai satu-satunya biang kerok persoalan ekonomi hari ini, rasanya tidak bijak juga. Sebabnya adalah, proses metamorfosis yang terjadi. Kiblatnya memang tetap teori Keynes. Tapi pengembangan dari teori ini yang justru lebih mengerikan.

Muncul sebuah generasi baru, dimana banyak bermunculan individu yang jauh lebih “gila” dari Keynes sendiri. Mereka menjadi golongan yang hyper lebay dengan yang namanya intervensi, alias terlalu doyan untuk melakukan intervensi.

Contoh nyata adalah krisis Yunani. Negara sejuta dewa ini bangkrut akibat gagal membayar hutang obligasi. Sampai-sampai nasib keanggotaan Yunani dalam European Union, bahkan akan segera ditentukan apakah masih atau keluar dari Euro Zone.

Banyak orang yang lupa akan satu hal di balik cerita bangkrutnya Yunani. Hal itu adalah: “Eksperimen Sistem Ekonomi Keynesian” yang kebablasan.

Kebijakan pemerintah Yunani dari awalnya, seperti mengabaikan apa yang digagas oleh John Maynard Keynes.  Mereka terjebak di dalam ideologi  hasil metamorfosis sistem ekonomi Keynesian.

Pemerintah Yunani melakukan intervensi masif. Hutang dan anggaran begitu tinggi, sementara pajak juga tinggi. Jika saja Keynes masih hidup, ia pasti akan segera mengkoreksi kebijakan pemerintah Yunani ini, karena dilakukan saat ekonomi lagi mengalami krisis.

Ironis, karena para penganut teori Keynesian hari ini, justru lebih menyukai kebijakan pajak yang tinggi, terutama pada kelompok masyarakat produktif.

Di samping pemerintah Yunani, Bank Sentral Eropa juga melakukan intervensi, meski bantuan yang diberikan sebetulnya hanya untuk menunda “kematian” Yunani saja.

Contohnya begini. Ada sebuah keluarga yang terlilit hutang kartu kredit demikian besar. Besar pasak dari pada tiang. Secara jumlah, hutang telah mencapai Rp 100 miliar. Kemudian ada pihak yang kembali menawarkan pinjaman, untuk memperpanjang tanggal  jatuh tempo.Kelihatannya keluarga ini bisa bernapas, karena tanggal jatuh tempo akan kembali dimundurkan. Jadilah mereka menambah hutang sebesar Rp 10 miliar lagi.

Masalahnya adalah, gali lobang tutup lobang. Hutang bertambah tanpa adanya sumber untuk membayar hutang itu. Kelihatannya waktu pembayaran jadi lebih lama, tetapi sebetulnya, keluarga itu sedang menggali kuburannya sendiri. Sudah tahu tidak punya penghasilan, kenapa masih menambah hutang lagi?

Bank Sentral Eropa (ECB) dan IMF, serta semua pihak yang seolah-olah menjadi penyelamat Yunani, terus menggelontorkan uang. Sekilas, pemerintah Yunani bisa sedikit “bernapas” karena jatuh tempo pembayaran terus dimundurkan. Namun apa yang sebetulnya terjadi adalah, IMF dan ECB tidak sedang “mengobati luka” Yunani. Apa yang mereka lakukan adalah membunuh Yunani secara perlahan, dengan jalan menambah jumlah hutang dan mengirimkan Yunani ke jurang yang lebih dalam.

Pada akhirnya, APBN Yunani harus dipotong. Tentu saja ECB tidak bisa lakukan itu, karena hanya pemerintah Yunani melalui undang-undang perekonomian setempat saja yang bisa mengambil kebijakan tersebut. Saat tidak ada lagi yang tersisa, maka Anda harus berhenti mengkonsumsi.

Hari ini ada begitu banyak berita mengenai krisis Yunani. Mulai dari analisis teknikal untuk mensiasati jumlah pengangguran yang terus bertambah, bagaimana mengatasi hutang, sampai kepada analisa politik tentang perlu atau tidaknya Yunani keluar dari Euro Zone.

Namun dari begitu banyak berita dan analisa, satu hal paling menarik adalah kabar yang terus muncul dari sudut-sudut jalanan berbagai kota di Yunani. Masyarakat mulai kelaparan. Bahan pokok menghilang, dan kalaupun ada, harganya selangit. Fakta mengejutkan adalah kelompok masyarakat yang kini mulai anarkis, justru datang dari segmen ekonomi menengah. Tadinya mereka punya rumah, mobil dan pekerjaan yang bagus. Tapi seiring dengan krisis, kini kelompok masyarakat ini berubah menjadi gelandangan baru. Mereka kelaparan.

Banyak pengusaha Yunani yang dalam semalam bangkrut hingga tidak memiliki apa-apa lagi. Pemerintah mengeluarkan instruksi untuk menutup semua bank-bank yang ada. Jika bijakasana, masyarakat Yunani harusnya bisa membaca situasi, bahwa krisis akan segera terjadi. Waktunya untuk berpikir langkah alternatif, untuk mengamankan tabungan ataupun deposito di bank-bank negeri itu. Tapi pada kenyataannya, hal ini tidak dilakukan. Ketika industry perbankan kolaps, masyarakat ditinggalkan hidup tanpa memegang uang satu peserpun.

Kontraksi juga terjadi di sektor buruh. Yunani memerlukan ketersediaan lahan dalam pasar bebas. Sementara hutang negara makin jelas tidak bisa dibayar, dan dana pensiun serta anggaran untuk kesejahteraan rakyat juga telah tergerus. Akibatnya, rakyat Yunani betul-betul seperti sudah jatuh masih tertimpa tangga pula.

Jika saja pemerintah Yunani bisa secara dramatis mengurangi beban pajak, kemudian membebaskan swasta dari peraturan mengikat pemerintah, mungkin perubahan bisa terjadi meskipun membutuhkan waktu lama.

Opsi lain yang bisa dilakukan adalah mengadopsi sistem stabilitas keuangan, meskipun akhirnya harus keluar dari keanggotaan Euro Zone. Tapi satu hal yang harus diwaspadai adalah, ketika Yunani memiliki mata uang sendiri, bank sentral harus menjaga jangan sampai terjadi hyper inflasi.

Jutaan masyarakat Yunani menderita akibat kebijakan ekonomi yang buruk. Tidak ada alasan lain.

Eksperimen Keynesian yang kebablasan dari pemerintah Yunani, merupakan satu-satunya biang kerok krisis yang dialami. Nasi sudah kadung menjadi bubur.

Seandainya saja ada seseorang yang bisa terus mengabarakan bagaimana rakyat menderita di Yunani, pasti dunia akan melihat betapa besar dan dalam, “lobang kubur” yang digali oleh pemerintahnya sendiri, dibantu oleh Bank Sentral Eropa serta IMF.

Yunani membutuhkan solusi. Negeri itu memerlukan aliran dana investasi dan bahkan, postur pemerintah yang saat ini terlalu gemuk, perlu untuk dirampingkan sesegera mungkin.

Postur gemuk APBN tidak akan menolong rakyat Yunani dalam jangka panjang. Faktor permintaan –demand-, tidak akan menjadikan ekonomi bertumbuh. Pemerintah Yunani harus terlebih dahulu membangun basis produksi, melalui investasi dan tabungan. Anggaran besar untuk dana pensiun dan kesejahteraan rakyat, tidak berada di kategori sektor produksi. Sebaliknya kedua hal tersebut masuk dalam sektor anggaran yang jelas saja malah membebani produktivitas.

Banyak pelajaran yang bisa ditarik dari krisis Yunani. Masyarakat harusnya sudah bisa mengantisipasi krisis ini. Jangan lagi menyimpan uang di bank-bank Yunani. Siapkan uang tunai sebagai cadangan untuk hal-hal terburuk. Mungkin simpanan dalam bentuk emas atau perak juga harusnya ada di setiap rumah. Krisis sudah di depan mata, tapi rakyat Yunani terbuai dan sama sekali tidak memiliki persiapan untuk masa-masa sulit seperti sekarang.

Yunani adalah korban dari “Eksperimen Keynesian”. Kini negeri itu seperti “terbakar dan menguap begitu saja”. Terbukti, kebijakan pemerintah yang keliru akan meruntuhkan satu negara.

Indonesia pun harus menarik pelajaran dari bencana Yunani. Jika pemerintah terus menerus menggilai sistem neo liberalisme dan membuat negeri ini masuk ke dalam sistem ekonomi kasino, tidak mustahil Indonesia juga akan masuk jurang yang sama dengan Yunani.

Tentu kita tidak mau itu sampai terjadi. (www.jokowinomics.com)

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…