Direvisi, BI Prediksi Pertumbuhan Kredit 11-13%

 

NERACA

Jakarta – Bank Indonesia (BI) merevisi pertumbuhan kredit di 2015 yang awalnya berkisar 15-17 persen, kini BI memprediksi pertumbuhn kredit sepanjang 2015 hanya akan mencapai 11.13 persen. Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan cairnya anggaran pemerintah untuk sejumlah proyek di Tanah Air akan membantu mendongkrak pertumbuhan kredit lebih baik pada semester II-2015. "Kami lihat (pertumbuhan kredit) masih 10-11 persen. Kami berharap di semester dua kalau anggaran pemerintah sudah turun dan sudah ada APBD, kredit akan lebih baik. Kami tidak mengharapkan di 15-17 persen, tapi di 11-13 persen," ujar Agus Marto, seperti dikutip laman Antara, akhir pekan kemarin.

Berdasarkan data BI pada Mei 2015, kredit yang telah disalurkan oleh perbankan tercatat sebesar Rp3.792,8 triliun, atau tumbuh 10,3 persen (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya Sementara itu, pertumbuhan likuiditas perekonomian M2 (Uang Beredar dalam arti luas) pada Mei 2015 mengalami perlambatan. Pada Mei 2015, posisi M2 tercatat sebesar Rp4.287,7 triliun, atau tumbuh 13,4 persen (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan April 2015 yang sebesar 14,9 persen (yoy).

Berdasarkan faktor yang mempengaruhi, melambatnya pertumbuhan M2 dipengaruhi oleh kontraksi operasi keuangan Pemerintah Pusat (Pempus). Pada Mei 2015, operasi keuangan Pempus mengalami kontraksi yang tercermin dari turunnya pertumbuhan tagihan bersih kepada Pempus dari 32,9 persen (yoy) menjadi 25,5 persen (yoy).

Suku bunga simpanan dan kredit perbankan juga mengalami sedikit penurunan. Pada Mei 2015, suku bunga deposito berjangka 1, 3 dan 6 bulan masing masing tercatat sebesar 7,85 persen, 8,5 persen dan 8,9 persen, turun dibandingkan 7,96 persen, 8,59 persen dan 8,98 persen pada April 2015. Sementara itu, rata-rata suku bunga kredit juga mengalami sedikit penurunan dari 12,98 persen menjadi 12,96 persen pada Mei 2015

Prediksi BI sesuai dengan prediksi pengamat. Pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono mengatakan industri perbankan mempunyai permasalahan, yakni saat ini hanya menerima dana masuk namun memiliki kesulitan dalam mengeluarkan dan tersebut. "Secara industri perbankan sulit untuk untuk menyalurkan kredit. Bank pun tidak bisa jor-joran mengeluarkan banyak kredit karena akan berpengaruh pada rasio kredit bermasalah nantinya," ujarnya.

Tony pesimistis dengan target kredit perbankan dapat tembus 15%-17% pada akhir tahun ini. Pasalnya, kondisi perbankan akan terus tersendat seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurutnya, target kredit perbankan akan jauh lebih kecil yakni hanya berkisar 10% hingga 12%. "Kredit ini kan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Kalau pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun dapat capai 5,8%, maka kredit akan tumbuh 15%-17%. Kalau pertumbuhannya hanya mencapai 5,2% sampai akhir tahun ini, maka kredit hanya 10%-12% saja," katanya.

Industri perbankan, lanjut Tony, harus berhati-hati dalam menyalurkan kredit ke sektor komoditas karena memiliki risiko yang tinggi. "Karet, batu bara, kelapa sawit ini harus berhati-hati karena risiko kredit bermasalahnya tinggi," ucapnya. Sektor yang mendukung pertumbuhan kredit sepanjang yakni makanan dan minuman, infrastruktur, konsumer dan telekomunikasi.

Dia menambahkan laju kredit perbankan yang melambat ini berdampak pada perolehan laba bank yang tidak begitu besar. "Bank-bank menengah dan kecil jangan berharap dapat mencetak pertumbuhan laba double digit. Tekanan pada kredit bermasalah dan pendapatan bunga pun tinggi," kata Tony.

Pengamat memprediksi kinerja sektor perbankan pada kuartal II bakal tak jauh beda jika suku bunga tak kunjung turun. Analis PT Mandiri Sekuritas, Tjandra Lienandjaja menyatakan, perbankan membukukan pertumbuhan laba sebesar 5 persen secara tahunan pada kuartal I/2015 karena pertumbuhan kredit yang lemah yaitu 10 persen secara tahunan dan pertumbuhan simpanan dana pihak ketiga (DPK/deposit) sebesar 15 persen secara tahunan ketika ekonomi tumbuh 4,7 persen secara tahunan.

“Kesepuluh bank yang masuk ke dalam lingkup analisis kami di Mandiri Sekuritas menunjukkan kinerja yang lemah pada kuartal I/2015 dengan rerata pertumbuhan laba bersih hanya 5,1 persen secara tahunan, yang menjadi pertumbuhan terendah kedua dalam 8 tahun terakhir sejak krisis keuangan global 2008,” ujarnya. 

BERITA TERKAIT

BSI : Komposisi Pembiayaan EV Capai Rp180 Miliar

    NERACA Jakarta – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mencatat komposisi pembiayaan kendaraan ramah lingkungan atau kendaraan listrik…

LPPI : Perempuan dalam Manajemen Berpengaruh Positif ke Kinerja Bank

  NERACA Jakarta – Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) menemukan bahwa peran perempuan dalam jajaran manajemen puncak berpengaruh positif…

OJK Prioritaskan Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan pada Perempuan

    NERACA Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

BSI : Komposisi Pembiayaan EV Capai Rp180 Miliar

    NERACA Jakarta – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mencatat komposisi pembiayaan kendaraan ramah lingkungan atau kendaraan listrik…

LPPI : Perempuan dalam Manajemen Berpengaruh Positif ke Kinerja Bank

  NERACA Jakarta – Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) menemukan bahwa peran perempuan dalam jajaran manajemen puncak berpengaruh positif…

OJK Prioritaskan Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan pada Perempuan

    NERACA Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan…