Harga Pangan Global Turun

Jakarta – Kajian Bank Dunia mengungkapkan, harga pangan global sejumlah komoditas rata-rata menurun sekitar 14% selama periode Agustus 2014 hingga Mei 2015, dan merupakan tingkat harga terendah dalam lima tahun terakhir ini. Hal ini bertolak belakang dengan kondisi harga pangan di Indonesia yang terkerek naik sehingga mempengaruhi laju inflasi Juni 2015.

NERACA

"Kami sambut baik penurunan harga pangan karena berarti lebih banyak orang miskin yang berpotensi dapat membeli makanan untuk anggota keluarga mereka," kata Ekonom Senior tentang Kemiskinan Global di Grup Bank Dunia, Jose Cuesta, dalam keterangan tertulis, Kamis (2/7). Namun, lanjut Jose Cuesta, fluktuasi harga pangan domestik yang tidak terduga juga patut diperhitungkan oleh berbagai negara untuk bersiap-siap mengantisipasinya.

Menurut kajian "Food Price Watch" (Pemerhati Harga Pangan) Bank Dunia, harga minyak bumi yang menurun berkontribusi kepada melimpahnya pasokan pangan global pada 2014. Selain itu, potensi panen gandum, jagung, dan beras pada 2015 juga menjadi faktor pendorong menurunnya harga pangan di tingkat internasional dalam sekitar sembilan bulan terakhir, seperti dikutip Antara.

Sektor pertanian dan pangan juga dinilai terus mendapatkan manfaat dari beban biaya pupuk, BBM, dan transportasi yang semakin murah karena penurunan harga minyak pada tahun sebelumnya.

Berdasarkan kajian tersebut, harga gandum global rata-rata turun hingga 18%, harga beras global rata-rata menurun 14%, dan harga jagung rata-rata menurun 6%. Meski demikian, datangnya fenomena iklim El Nino, meningkatnya nilai tukar mata uang dolar AS terhadap berbagai mata uang lainnya di dunia, dan harga minyak yang mulai menunjukkan pergerakan naik kembali juga berpotensi memicu harga pangan pada bulan-bulan mendatang.

Bank Dunia mengeluarkan kajian yang menyatakan bahwa harga pangan global sejumlah komoditas rata-rata menurun sekitar 14 persen antara Agustus 2014 dan Mei 2015, dan merupakan tingkat harga terendah dalam lima tahun terakhir ini.

Di Indonesia, anggota Komite II DPD Anang Prihantoro meminta pemerintah mengendalikan harga kebutuhan pokok yang selalu mengalami kenaikan menjelang Ramadan dan Idul Fitri.

“Menjelang Ramadan dan Idul Fitri, harga pangan dan kebutuhan pokok melonjak drastis. Pengendalian harga, tidak bisa diserahkan kepada mekanisme pasar, tapi harus ada intervensi dari negara untuk stabilisasi,” kata Anang pada diskusi “Kenaikan Harga Pangan Jelang Ramadan dan Hari Raya” di Jakarta, belum lama ini.

Sedangkan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman meminta masyarakat memaklumi kenaikan harga sejumlah komoditas pangan yang terjadi saat ini supaya kalangan petani bisa menikmati produksinya.

“Kalau naiknya satu atau dua persen biarkan petani seluruh Indonesia menikmati, itu THR bagi mereka. Asal jangan terlalu tinggi (naiknya),” kata Menteri Andi ketika ditemui usai mengikuti rakor serapan gabah dan padi di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Selanjutnya, ia menilai jika terjadi kenaikan harga komoditas pangan pada tingkat yang aman (sekitar 1-2 persen) sebaiknya tidak diatasi dengan impor karena akan merusak kesejahteraan ekonomi petani Indonesia.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan kenaikan harga sejumlah bahan pangan pokok saat menjelang datangnya bulan puasa dan lebaran lazim terjadi setiap tahun karena banyak warga yang membutuhkannya pada saat yang bersamaan.

“Ini memang sifat tahunan untuk harga barang-barang tertentu,” kata Jusuf Kalla di Jakarta, belum lama ini. Menurut JK, kenaikan itu umumnya karena banyak barang yang dibutuhkan mendadak oleh warga yang tidak dapat disimpan lama seperti daging, ayam, cabai, dan sayur-sayuran.

Terus Berulang

Berbeda dengan kondisi global, meningkatnya sebagian besar harga komoditas pangan yang menyebabkan tingginya tingkat inflasi menjelang bulan Ramadhan memang bukan hal baru, karena permintaan masyarakat terhadap kebutuhan pokok terutama pangan selalu meningkat setiap menjelang bulan Ramadhan.

Dengan demikian, hal yang terus terjadi secara berulang dan dapat diprediksi seperti ini sudah seharusnya dapat dikendalikan lebih baik lagi oleh pemerintah. Oleh karena itu, kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam mengendalikan harga komoditas pangan perlu dipertanyakan lebih lanjut. Selain itu, sejauh mana faktor-faktor lain yang ikut menyebabkan harga komoditas pangan sulit dikendalikan oleh pemerintah,” ujar T. Ade Surya, peneliti kebijakan publik di DPR-RI.

Inflasi komoditas pangan yang tidak terkendali tentunya tidak hanya disebabkan oleh kurangnya produksi komoditas pangan itu sendiri, tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor lainnya. Faktor tersebut diantaranya proses distribusi berjalan kurang baik yang ditandai dengan disparitas harga antarwilayah dan antarmusim yang relatif tinggi, serta fluktuasi harga yang tidak terkendali.

Menurut dia, permasalahan pada proses distribusi diakibatkan oleh sarana dan prasarana distribusi yang kurang memadai, kondisi geografis yang berpulau-pulau, sentra produksi yang tidak merata, koordinasi pelaksanaan distribusi yang belum lancar, margin distribusi yang tidak proporsional, aneka pungutan liar, dan posisi dominan pihak tertentu.

Sistem distribusi dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat, yaitu: mampu menyampaikan hasil-hasil dari produsen ke konsumen dengan biaya serendah-rendahnya; dan mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan distribusi komoditas tersebut. Distribusi berperan penting agar komoditas yang diproduksi produsen dan diinginkan konsumen tersedia dan diperoleh dalam bentuk, waktu, dan jumlah yang tepat.

Ade Surya menilai tindakan spekulan ini biasanya justru dilakukan ketika permintaan akan komoditas pangan mengalami kenaikan, seperti saat menjelang bulan Ramadhan dan hari-hari besar lainnya. Oleh karena itu, walaupun pemerintah berusaha sekuat tenaga mengendalikan inflasi dengan menjaga kestabilan harga, peningkatan inflasi dan harga komoditas pangan sering sekali jauh di atas prediksi pemerintah.

Namun, di beberapa peraturan perundang-undangan telah terdapat pengaturan yang tegas berupa sanksi bagi penimbun pangan pokok. Seperti terjadi disharmoni antara UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. UU tentang Pangan menyebutkan bahwa pelaku usaha pangan yang menimbun atau menyimpan pangan pokok melebihi jumlah maksimal yang diperbolehkan yang mengakibatkan harga pangan pokok menjadi mahal akan dipidana penjara paling lama 7 tahun atau denda paling banyak Rp100 miliar.

Sementara itu, UU tentang Perdagangan juga menyebutkan bahwa pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang akan dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp50 miliar.

Karena itu, DPR harus mengawasi kebijakan dan langkah strategis yang diambil pemerintah untuk mengendalikan tingkat inflasi dan menjaga kestabilan harga komoditas pangan. Selain itu, DPR pun perlu mendukung dan menguatkan program pemerintah dalam meningkatkan produksi komoditas pangan agar tingkat inflasi dapat terus terkendali sehingga target pemerintah untuk mencapai inflasi tahunan sebesar 5% dapat terealisasi. bari/mohar/fba

 

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…