Semester I, Realisasi Belanja Pemerintah Baru 33%

 

 

NERACA

 

Jakarta - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan realisasi belanja pemerintah pusat hingga semester I-2015 mencapai Rp436,1 triliun atau 33,1 persen dari pagu dalam APBN-P sebesar Rp1.319,5 triliun. "Realisasi itu terdiri dari penyerapan belanja Kementerian Lembaga Rp208,5 triliun atau 26,2 persen dan belanja non Kementerian Lembaga Rp227,6 triliun atau 43,4 persen," katanya, seperti dikutip laman Antara, kemarin.

Menkeu menjelaskan dari penyerapan belanja Kementerian Lembaga tersebut sebanyak 40 K/L telah memiliki daya serap tinggi diatas 26,2 persen, 16 K/L memiliki daya serap sedang antara 20 persen dan 26,1 persen serta 29 K/L mempunyai daya serap rendah dibawah 20 persen. "Kementerian dengan daya serap rendah diantaranya Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi, Kementerian ESDM, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pariwisata," ujarnya.

Sementara, penyerapan tertinggi untuk belanja non Kementerian Lembaga adalah untuk pengelolaan subsidi yang sudah mencapai Rp100,4 triliun atau 47,4 persen dari pagu Rp212 triliun serta pengelolaan transaksi khusus yang mencapai Rp50,7 triliun atau 50 persen dari pagu Rp101,4 triliun. Dengan demikian, realisasi belanja pemerintah pusat pada semester I mencapai Rp436,1 triliun ditambah realisasi transfer ke daerah Rp337,7 triliun maka belanja negara keseluruhan mencapai Rp773,9 triliun atau 39 persen dari pagu Rp1.984,1 triliun.

Menkeu juga mengatakan realisasi defisit anggaran semester I mencapai Rp76,4 triliun atau 0,66 persen terhadap PDB yang berasal dari pendapatan negara Rp697,4 triliun dan belanja negara Rp773,9 triliun. "Defisit anggaran diperkirakan Rp76,4 triliun atau 0,66 persen dari PDB, sehingga ada sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) pada 30 Juni Rp117,6 triliun 'cash' yang siap dibelanjakan untuk K/L, non K/L maupun transfer ke daerah," ujarnya.

Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi menilai penyerapan anggaran pemerintah pada awal tahun selalu rendah dan tak sesuai target. Bahkan, menurut dia, hal itu merupakan persoalan klasik yang setiap tahun pasti terulang siapapun pemerintahnya. “Persoalan penyerapan lamban merupakan persoalan klasik tapi tidak mampu diselesaikan pemerintah,” ujarnya.

Menurut dia, penyerapan anggaran yang biasa terjadi di akhir tahun akan berdampak negatif bagi perkembangan ekonomi. “Dengan menumpuknya penyerapan anggaran di akhir tahun, jelas-jelas akan berakibat pada meningkatnya inflasi yang saat ini gagal dikendalikan pemerintah sehingga memperburuk perekonomian dan menyusahkan rakyat. Padahal pemerintah bisa saja melakukannya di awal tahun, akan tetapi karena pemerintah selalu melakukan kesalahan yang sama,” jelasnya.

Pengamat ekonomi dari LIPI Latief Adam mengatakan, sudah seharusnya pemerintah mendorong realisasi belanja infrastruktur untuk lebih diprioritaskan, mengingat penyerapan anggaran merupakan harapan utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri. "Dalam APBN, fungsi penyerapan anggaran Pemerintah untuk tujuan pembangunan nasional, terutama dalam melayani kebutuhan masyarakat dan mendukung penciptaan akselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas,"ujarnya.

Menurut Latief, realisasi belanja infrastruktur harus diprioritaskan bagi Indonesia menjadi satu keniscayaan dalam menjaga pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing menghadapi MEA 2015, mengingat Indonesia masih jauh tertinggal dalam anggaran untuk fungsi ekonomi dibandingkan Malaysia dan Thailand yang telah mencapai di atas 20 % dari total anggaran belanja, sementara di Indonesia masih berkisar 8%-9 %.

"Seluruh pemangku kepentingan seyogyanya dapat terus meningkatkan sinergitasnya mendukung pembelanjaan infrastruktur yang fokus, dan mampu mendorong sektor lain untuk tumbuh, seperti untuk infrastruktur energi, pangan, dan konektivitas daerah,"paparnya.

Latief mengatakan, belanja infrastruktur harus menekankan efisiensi, artinya pengurangan porsi belanja yang digunakan untuk persiapan dan pengadaan dan lebih besar porsi belanja pembangunan fisik. Keterbatasan pembiayaan yang dimiliki pemerintah dibandingkan dengan kebutuhan pembiayaan pembangunan infrastruktur menuntut adanya upaya melibatkan partisipasi swasta, sehingga perlu didorong berkembangnya spirit pemerintahan marketer dalam memfasilitasi integrasi pemerintah dan swasta melalui skema public-private partnership mulai dari perumusan program, penganggaran hingga penyediaan infrastruktur.

"Tantangan sepanjang 2015 adalah meningkatkan kualitas penyerapan anggaran belanja pemerintah khususnya di bidang infrastruktur. Untuk dapat meningkatkan kontribusi belanja pemerintah terhadap PDB maka perlu dipastikan semua anggaran belanja pemerintah dapat terserap secara baik,"ujarnya.

BERITA TERKAIT

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…