Menyatukan Langkah Membangun Stabilitas Pangan


Oleh : Fajri Permana, Pengamat Masalah Ekonomi Bangsa

Pemerintah harus menyatukan langkah dan mengonsolidasikan upaya memperkuat ekonomi. Aksi yang mendesak ialah mempercepat belanja dan penyerapan anggaran yang masih tersendat-sendat, mempercepat gerakan pembangunan infrastruktur, dan memberikan pesan positif kepada pasar. Sebagai sebuah keniscayaan demi membangkitkan pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik dan keamanan pun mesti kita ciptakan.

Sudah terlalu lama elite-elite negeri ini membuang percuma energi hanya demi memuaskan syahwat persaingan politik sempit yang ujung-ujungnya berimbas buruk bagi pembangunan ekonomi. Untuk para pengusaha, berhentilah mengeluh karena keluhan tidak mungkin bisa menyelesaikan persoalan. Perlambatan ekonomi memang tidak menggembirakan, tetapi itu juga menjadi kesempatan bagi bangsa ini untuk unjuk kreativitas.

Investasi Jangka Panjang

Pemerintahan yang tepat memang harus siap menanggung risiko atas kebijakan yang pahit di awal-awal, tetapi mendatangkan manfaat jangka panjang. Namun, itu tidak berarti mengabaikan sama sekali katup pengaman jangka pendek. Utamakan investasi yang menyerap banyak tenaga kerja. Selalu pula mengevaluasi investasi demi menjaga efektivitasnya dalam mendorong perekonomian. Investasi proyek-proyek pembangunan infrastruktur harus dipercepat bagaimanapun caranya, asalkan tidak masuk kantong pribadi. Peluang untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi tetap besar.

Proyek-proyek infrastruktur digembar-gemborkan akan mampu mendorong laju perekonomian. Kebijakan mempermudah investasi digalakkan untuk menarik lebih banyak investor. Namun di sisi lain, penyerapan belanja modal di pemerintah belum mengalami perbaikan. Sudah sewajarnya pemerintah senantiasa menghembuskan optimisme. Adalah keliru bila pemerintah mengaku ikut resah, apalagi kebingungan. Namun, optimisme yang tidak disertai dasar yang kuat hanya akan menjadi angin sejuk yang lewat di luar ruang tertutup berhawa panas. “Investor dan publik berada di ruang tertutup itu. Suara angin mungkin terdengar, tetapi kesejukannya tidak terasa”.

Tingkat Inflasi

Tidak dapat dimungkiri masalah mendesak yang dihadapi pemerintah saat ini ialah bagaimana menjinakkan inflasi. Jika melihat faktor musiman, tingkat inflasi dipastikan kembali naik di Juni hingga Juli yang merupakan periode Ramadan dan perayaan Lebaran. Patut diakui, cukup sulit bagi pemerintah untuk menahan laju inflasi di dua bulan ke depan. Sudah lazim terjadi harga bahan pangan akan naik mengikuti tingginya permintaan.

Apalagi Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi pada Mei 2015 mencapai 0,5% atau tertinggi dalam tujuh tahun terakhir dalam bulan yang sama. Inflasi itu dipicu kenaikan harga bahan makanan. Namun, kondisi itu bukan berarti membuat pemerintah boleh pasrah dan membiarkan inflasi melonjak dengan alasan itu merupakan siklus tahunan. Alasan seperti itu sama halnya ketika pemerintah selalu menyalahkan faktor eksternal sebagai penyebab ketika nilai tukar rupiah dan bursa saham melemah. Padahal, faktor domestik tidak sedikit memberikan andil. Kini, pemerintah memperoleh momen untuk bergerak untuk mengendalikan penyebab inflasi.

Momen pengendalian harga kali ini adalah bertepatan dengan perombakan di tubuh Perum Badan Urusan Logistik (Bulog). Lembaga itu, melalui perwakilan di daerah, bekerja sama erat dengan pemerintah daerah mengatasi lonjakan inflasi yang berhubungan dengan pangan di wilayah setempat. Koordinasi intens dan harmonis dengan pemda amat penting karena penyebab kenaikan harga kerap bersifat endemik. Misalnya, kekurangan stok udang bisa memicu inflasi tinggi di Cirebon. Pasalnya,  udang banyak dipakai untuk bahan membuat kerupuk udang dan taucho udang, makanan yang bisa disebut sebagai pangan utama di Cirebon.

Harga Bahan Pangan

Ironi terbesar bangsa Indonesia adalah ketika sumber agraria yang sangat melimpah yang dimiliki tidak kunjung mampu menghadirkan kedaulatan pangan bagi jutaan rakyat. Bahan pangan ada dan diproduksi sekitar 46% rakyat yang menjadi petani, namun selalu dikuasai tangan-tangan jahat/mafia para pemburu rente.

Tengoklah saban menjelang hari besar keagamaan, harga pangan selalu membubung hingga tidak terjangkau oleh rakyat kebanyakan. Rakyat melihat ada bahan pangan di depan mata, tetapi tidak kuasa membelinya. Harga sejumlah bahan pangan, seperti beras, telur, daging, dan cabai, terus naik serta belum bisa sepenuhnya dikendalikan. Kejadiannya pun persis beberapa pekan menjelang Ramadan tiba. Pemerintah memang terus berusaha memenangi pertempuran melawan pemburu rente pangan, tetapi harus diakui hingga kini jejak kemenangan masih jauh.

Ancaman Denda

Para pemain sektor pangan masih leluasa memainkan stok, distribusi, bahkan mengutak-atik harga. Ancaman sanksi, bahkan denda hingga Rp50 miliar bagi penimbun pangan yang menyulut naiknya harga, memang terus digaungkan. Namun, gertakan itu tidak juga membuat para mafia pangan ciut nyali. Membubungnya harga pangan di sejumlah daerah dalam tiga pekan terakhir menjadi buktinya. Harga pangan terkerek, akibat adanya hambatan distribusi yang dipicu waktu penyimpanan pangan di tingkat pedagang. Itu menandakan pedagang masih menjadi faktor utama penentu harga.

Kondisi seperti itu jelas tidak sehat bagi sektor pangan yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak. Di negara mana pun di kolong langit ini, segala hal ihwal yang menyangkut hajat hidup orang banyak pasti tidak boleh luput dari pengawasan negara. Tangan negara harus hadir, bekerja, dan memastikan hal ihwal menyangkut hajat hidup itu berjalan mulus. Karena itu, tidak ada cara lain bagi pemerintah selain bergerak cepat melakukan penyelamatan agar daya beli rakyat tidak terus tergerus oleh lonjakan harga komoditas utama.

Rencana Menteri Perdagangan untuk memperpendek waktu penyimpanan pangan di tingkat pedagang dari semula tiga bulan menjadi kurang dari waktu itu harus didukung semua elemen pemerintahan. Tegakkan aturan dan sanksi sebagaimana telah diamanatkan di dalam UU untuk menunjukkan tangan negara memang kuasa menjerat para mafia.

Pada saat yang bersamaan, segera terbitkan peraturan presiden yang berisi beleid tentang pengendalian harga pangan sebagai patokan referensi harga. Perpres tersebut harus menjadi panduan bagi pemangku kepentingan di sektor pangan agar harga tidak selalu dimainkan. Beri hukuman yang berat kepada para pemburu rente karena aksi yang mereka lakukan tidak kalah jahat jika dibandingkan dengan tindak pidana korupsi, terorisme, dan narkoba. Lakukan pula langkah all-out membenahi jalur distribusi bahan pangan dengan memanfaatkan seluruh moda yang ada, baik darat, laut, maupun udara. Jangan melulu menggantungkan jalur distribusi yang sudah ada lewat darat. Dengan langkah serempak tersebut, tangan negara akan makin kukuh dan lambat laun para penjahat pangan akan terjerat. Kalau di sektor energi, khususnya migas, kuasa negara mulai tampak, mestinya hal serupa juga bisa dilakukan di sektor pangan.

Mengasah Kejelian Bulog

Pemerintah berkomitmen memperkuat kelembagaan Bulog dan menjadikannya sebagai ujung tombak pengendalian harga pangan. Sesuai dengan namanya, Bulog tidak hanya bertanggung jawab untuk menstabilkan harga beras, tetapi juga bahan pangan lainnya. Apalagi jika merunut ke sejarah kelahirannya, Bulog memang dibentuk sebagai kepanjangan tangan pemerintah untuk memastikan harga bahan pangan tetap terkendali.

Kejelian pemerintah daerah bersama Bulog mengidentifikasi solusi yang efektif menjadi tantangan besar ke depan. Apalagi, Bulog tidak lagi terlatih menjinakkan gejolak harga  pangan, sedangkan pemda terbiasa bergerak sendirian. Tidak perlu berlama-lama, maka jadikan momen Ramadan dan Lebaran tahun 2015 sebagai titik awal mengasah Bulog menjadi ujung tombak pengendalian harga pangan. Payung hukum dan aturan-aturan turunan untuk merealisasikan fungsi tersebut jangan sampai tertahan. Itu termasuk perangkat pengawasan yang ketat agar Bulog tidak keluar dari rel dan dimanfaatkan sebagai kasir untuk keperluan golongan penguasa. “Ingat, menjadi kewajiban pemerintah memastikan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat berupa pangan, sandang, dan papan dengan harga terjangkau”. Apalah artinya stok mencukupi jika harganya terlampau mahal. Buat apa ada Bulog bila kendali harga pangan berada di tangan para spekulan yang menguasai stok? bukan omongan yang mengenyangkan perut rakyat, melainkan sikap tegas dan realisasi komitmen dan janji-janji.

Sejarah bangsa pun menunjukkan gejolak harga pangan kerap berimbas serius ke urusan politik. Maka jangan heran jika harga yang terus naik menyebabkan ketidakpercayaan meluas”.

 

 

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…