Fungsi Lembaga BPJPH

Oleh: Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Sebagai implementasi dari undang-undang (UU) Nomor 30/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), pemerintah akan membentuk badan khusus bernama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Lembaga inilah nantinya yang akan mengeluarkan sertifikasi secara administrasi tentang segala macam jenis produk halal yang selama ini dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia melalui Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM).

Munculnya UU JPH ini perlu di apresiasikan—sebab memberikan kepastian hukum bagi konsumen terhadap produk makanan dan barang konsumsi lainnya. Keberadaan UU tersebut sekaligus merupakan kemajuan  dalam penerapan prinsip syariah ke dalam hukum positif. Soalnya, negara memiliki peran dalam memberikan  pelayanan, perlindungan  dan jaminan kepada seluruh rakyat Indonesia. UU ini memberikan adanya kepastian hukum bagi konsumen, khususnya masyarakat muslim sebagai konsumen terbesar.

Namun dengan adanya BPJPH sebagai lembaga yang melakukan sertifikasi secara administrasi patut dipertanyakan dalam kerangka negara demokrasi. Seharusnya dalam UU JPH tidak melahirkan adanya BPJPH, karena kewenangan dalam sertifikasi kehalalan adalah kewenangan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang selama ini sudah  memiliki kemampuan  124 ribu sertifikat halal. Dengan adanya BPJPH maka peran  otoritas  MUI akan dipangkas sedemikian rupa. Padahal dalam menentukan sebuah kehalalan  atau tidak sebuah produk itu adalah domain dari ulama dan bukan dari domain pemerintah. Dengan demikian keberadaan dari BPJHP akan membuat penafsiran yang rumit dan rasa kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut.

Peran fungsi negara seyogyanya dalam UU JPH adalah  law enforcement sebagai penegak hukum yang berkoordinasi dengan MUI dalam menegakkan prinsip – prinsip kehalalan produk konsumen. Sekaligus juga peran negara terlibat dalam pelayanan sosialisasi dan edukasi tentang produk halal ke masyarakat. Ruang-ruang demokrasi inilah yang seharusnya diberikan oleh negara kepada masyarakat sipil yang selama ini memiliki pengalaman panjang dalam memberikan sertifikasi halal.

Dengan adanya BPJPH—peran negara akan semakin “sibuk” bahkan tidak memberikan pemberdayaan kepada civil socety dalam semangat demokrasi. Justru sebaliknya BPJPH akan menjadikan beban negara, dimana negara harus mengaggarkan post anggaran tiap tahunya dalam membiayai operasional lembaga tersebut.

Begitu juga dikalangan industri sebagai produsen. Akan menjadi menambah  beban sendiri untuk mendapatkan sertifikasi halal. Sebab selama ini untuk memperoleh sertifikasi halal saja sudah terkonsep dalam mekanisme yang dibuat oleh LPPOM – MUI yang selalu teraudit secara transparan. Dengan adanya BPJHP, ada mekanisme baru lagi yang harus dilakukan oleh produsen, hal ini akan menjadi masalah baru bagi produsen dalam memperoleh sertifikasi halal. Bahkan bisa-bisa produsen harus menganggarkan biaya lagi dan ini merupakan beban tersendiri bagi produsen.

Keberadaan BPJHP akan diuji oleh masyarakat mampukah memberikan rasa kepercayaan kepada masyarakat. Mampukah memberikan kualitas dalam memberikan sertifikasi halal kepada produk-produk konsumen. Masyarakat berharap BPJHP yang didirikan oleh pemerintah bukan sebagai “ladang baru” yang bisa digunakan dalam praktek korupsi, kolusi dan nepotisme oleh pihak-pihak berkepentingan. Sehingga sertifikasi halal yang memberikan rasa kesehatan, kenyamanan dan keamanan yang selama ini menjadi  domain MUI tidak semakin samar dan hilang manfaatnya.

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…