RENCANA KENAIKAN BEA METERAI - Makin Membebani Masyarakat

Jakarta – Di tengah lesunya perekonomian Indonesia saat ini, Kementerian Keuangan berencana menaikkan tarif bea meterai mulai Juni 2015. Tarif bea meterai yang semula Rp3.000 menjadi Rp 10.000 untuk transaksi hingga Rp 1 juta, dan dari Rp6.000 menjadi Rp18.000 untuk transaksi lebih dari Rp 1 juta. Anggota DPR dan pengamat ekonomi menilai rencana kenaikan bea meterai ini akan membebani masyarakat dan bersifat kontraproduktif.

NERACA

Pemerintah berdalih kenaikan tarif tersebut sebagai kebijakan realistis untuk mengincar penerimaan negara Rp20 triliun. Angka tersebut meningkat dua kali lipat dibandingkan penerimaan bea materai sebelumnya yakni Rp10 triliun. Rencana pemerintah menaikkan dan memperluas objek bea meterai ini dinilai lebih menimbulkan kontraproduktif karena dirasakan hanya akan membebani masyarakat.

"Kebijakan kenaikan dan memperluas bea materai ini ialah cerminan dari strategi fiskal pemerintah yang kontraproduktif dan akan membebani masyarakat," ujar anggota Komisi XI DPR-RI Ecky Awal Muharram dalam siaran persnya, Rabu (1/7).

Sebelumnya Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pada Maret lalu mengisyaratkan kenaikan bea materai yang akan mulai diajukan ke DPR awal Juli 2015 ini. Untuk nominal belanja sebesar Rp250 ribu hingga Rp1 juta yang semula dikenakan bea meterai Rp3.000 naik menjadi Rp 10.000.  Sementara untuk nominal belanja lebih dari Rp1 juta semula kena bea meterai Rp 6.000 menjadi Rp 18.000. 

"Di tengah perlambatan ekonomi seperti sekarang pemerintah semestinya konsisten dengan strategi ekspansi fiskalnya untuk menstimulus perekenomian sehingga daya beli masyarakat terangkat. Kebijakan untuk menaikkan bea materai ini malah bertolak belakang dengan strategi tersebut," ujar Ecky.

Menurut dia, dengan kenaikan bea materai masyarakat menjadi terbebani dalam kegiatan transaksi ekonomi mereka, sehingga dapat semakin melemahkan perekonomian. Selain itu, dengan adanya kebijakan ini, strategi fiskal pemerintah dalam upaya menggenjot perekonomian menjadi tidak fokus. 

Pemerintah dinilai tepat saat menaikan pendapatan tidak kena pajak (PTKP) beberapa waktu lalu, namun dengan adanya kebijakan kenaikan bea materai ini menjadi kontraproduktif.
"Dari kebijakan ini terlihat strategi fiskal pemerintah tidak fokus, apakah mau ekspansi atau kontraksi. pemasukan," ujarnya.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, kebijakan menaikkan tarif bea meterai akan kontraproduktif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah dinilai kurang cermat menentukan strategi menaikan bea meterai.

Enny mengatakan, alasan kontraproduktif diukur dari peran dan fungsi meterai yang sangat sentral dalam dunia bisnis. Apabila bea meterai dipatok dengan harga tinggi maka akan berpotensi menurunkan sirkulasi bisnis.

Menurut dia, strategi penerimaan melalui kebijakan menaikkan bea meterai bukan opsi yang tepat,  mengingat roda ekonomi domestik saat ini masih mengalami tekanan high cost economy.

"Jadi kalau strategi peningkatan penerimaan negara itu justru berimplikasi pada tambahan biaya maka hanya akan melemahkan daya dukung ekonomi nasional," ujarnya belum lama ini.

Dia menyarankan, pemerintah sebaiknya realistis dan tidak membenani dunia usaha melalui upaya strategis sistem penerimaan pajak yang kreatif, untuk pendapatan negara.

Selain itu, Enny mengatakan, pemerintah melalui Ditjen Pajak Kementerian Keuangan mesti menyusun alternatif pajak yang tidak berimplikasi terhadap peningkatan beban biaya di sektor produksi. Misalnya, melalui pajak penghasilan (PPh), wajib pajak, pajak progresif dan mendorong secara intensif perbaikan sistem pajak.

Tidak Tepat

Kalangan Asosiasi Pengusaha itel Indonesia (Aprindo) juga mendesak pemerintah mengkaji kembali kebijakan tersebut, khususnya transaksi belanja di toko ritel. Karena kebijakan kenaikan bea meterai dinilai tidak tepat dan akan memberatkan konsumen dari berbagai kalangan ekonomi.

"Kenaikan bea meterai pastinya memberatkan konsumen mengingat selama ini mereka telah dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) 10%,” ujar Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih mengkaji rencana untuk merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. Salah satu poin perubahan materi UU yang diusulkan Ditjen Pajak adalah perubahan tarif bea meterai.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Ditjen Pajak Kemenkeu Mekar Satria Utama mengatakan, pihaknya berencana mengubah pemberlakuan pengenaan meterai yang selama ini terdiri dari dua tarif jadi satu tarif. Tarif materai baru diusulkan Rp 10.000.

Padahal, sebelumnya, Ditjen Pajak telah mengumumkan akan mengubah dua jenis tarif meterai yang berlaku saat ini. Meterai bertarif Rp 3.000 akan dinaikkan jadi Rp 10.000 untuk dokumen dengan nilai nominal tertentu. Sementara meterai bertarif Rp 6.000 akan naik jadi Rp 18.000 untuk dokumen dengan nilai nominal tertentu. "Kami ingin ada kemudahan dan tidak ingin memisahkan antara satu dokumen dengan dokumen lain. Makanya, perubahan hanya dibuat satu tarif," kata Mekar, Selasa (30/6).

Dalam Undang-Undang tentang Bea Meterai yang berlaku saat ini diatur soal penggunaan meterai. Yakni, untuk dokumen yang menyatakan nilai nominal hingga jumlah tertentu, dokumen bersifat perdata, dan dokumen yang digunakan di muka pengadilan.

Menurut Mekar, UU tersebut sebenarnya memperbolehkan penggunaan bea meterai pada alat bukti transaksi belanja ritel masyarakat. Namun, aturan itu belum dilaksanakan. Karena itu, setelah revisi UU Bea Meterai diberlakukan, Ditjen Pajak akan mengenakan meterai senilai Rp 10.000 atas transaksi itu.

Tapi, lanjut Mekar, pengenaan meterai ada batasan nilai, yaitu untuk nominal lebih dari Rp 5 juta untuk semua dokumen, termasuk dokumen hasil pembelanjaan ritel.

Dengan demikian, untuk nilai transaksi di ritel tidak lagi menjadi masalah. “Karena, transaksi dengan nilai lebih dari Rp 5 juta ialah transaksi untuk pembelanjaan barang elektronik," ujarnya seperti dikutip kompas.com.

Di sisi lain, meterai dengan tarif Rp 10.000, tidak berlaku bagi dokumen hasil transaksi pembelian saham dan properti. Khusus untuk dua transaksi ini, Ditjen Pajak akan memungut tarif berdasarkan persentase (ad volerem) 0,01% dari nilai transaksi yang akan dikenakan kepada pembeli. Tapi, untuk kedua jenis transaksi itu, Ditjen pajak tidak mematok batasan nilai tertentu. Tarif 0,01% ini lebih rendah dari rencana sebelumnya 0,1%.

Mekar mengatakan, jika pembahasan revisi UU Bea Meterai selesai di awal 2016, beleid ini baru akan berlaku efektif mulai tahun 2017.

Sementara itu, pengamat perpajakan Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako menilai, konsep pengenaan meterai dalam UU Bea Meterai, yaitu hanya kepada dokumen yang menyatakan nilai tertentu, bukan mencantumkan sebuah nilai. Sebab itu, kata dia, pengenaan materai atas alat bukti pembelanjaan ritel menyimpang dari UU.

Sementara, dengan pengenaan meterai atas alat bukti transaksi belanja tadi, penjual jadi pemungut pajak. "Nah, pemungut pajak ini harus jelas, benar-benar wajib pajak terdaftar. Jika memang dilakukan perluasan objek meterai, pengawasannya juga harus dilakukan," ujar Ronny.

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai disebutkan bahwa beberapa dokumen yang dikenakan bea meterai yakni, surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata. bari/mohar

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…