BPS Catat Inflasi Juni 0,54%

 

 

NERACA

 

Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan laju inflasi pada Juni 2015 mencapai 0,54%. Laju inflasi di Juni lebih tinggi dibandingkan ketimbang bulan Mei yang mencapai 0,5%. Adapun inflasi pada tahun kalender terjadi yakni 0,42%, inflasi tahun ke tahun (year on year) 7,15% dan komponen inti 0,23%, sementara inflasi komponen inti year on year 5,04%. “Kenaikan inflasi, cenderung terjadi memasuki bulan puasa,” jelas Kepala BPS Suryamin di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Rabu (1/7). 

Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya seluruh indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok bahan makanan 1,60%; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,55%; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,23%; kelompok sandang 0,28%; kelompok kesehatan 0,32%; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,07%; dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan 0,11%. Menurutnya, inflasi terjadi di 76 kota dengan enam kota mengalami deflasi. "Inflasi tertinggi di Sorong 1,90%, terendah di Palu 0,03%,” katanya.

Sementara, berdasarkan indeks harga konsumen (IHK), 76 kota tercatat mengalami inflasi dan 6 kota deflasi. Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) memperkirakan inflasi di bulan keenam ini sekitar 0,65 persen (month to month/MoM). Sementara secara tahunan, diramalkan mencapai 7,4 persen. “Penyebabnya karena melambungnya harga kelompok sembako menjelang Ramadhan dan Lebaran,” kata Prastyantoko.

Senada, Pengamat Ekonomi dari Universitas Padjajaran Ina Primiana ‎menuturkan, kenaikan harga pangan dan transportasi menjadi penyumbang utama laju inflasi terkerek naik di Juni tahun ini. "Sehingga diprediksi inflasi sekira 0,8 persen pada Juni 2015. Tapi masih tetap di bawah 1 persen karena memang inflasi menghadapi Lebaran cenderung meningkat," ucapnya.

Namun demikian, lanjut Ina, daya beli masyarakat yang menurun berpengaruh terhadap konsumsi. Penurunan konsumsi ini, sambungnya, ikut mengerem gerak inflasi semakin tinggi. "Permintaan atau konsumsi masyarakat enggak terlalu menggebu saat ini. Di situasi daya beli yang merosot, masyarakat tidak mau memaksakan membeli sesuatu, jadi apa adanya saja, sehingga inflasi pun tidak terlalu melonjak tajam," terangnya.

Sedangkan Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat, inflasi Juni 2015 berada pada posisi 0,77% sehingga inflasi tahunan naik ke 7,73%. Dia menilai besaran inflasi masih wajar, karena Juni adalah periode sebulan menjelang Lebaran. Pada periode ini, permintaan bahan pangan naik, sehingga harga juga ikut terkatrol naik.

Menurut Lana, inflasi yang tinggi akan berlanjut pada Juli. Inflasi bulanan di Juli diperkirakan 0,94%. "Efek Lebaran dan adanya tahun ajaran baru," papar Lana. Hingga akhir tahun, Lana menganalisa, inflasi bakal berada dalam target BI. Namun dengan syarat, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) premium tidak terjadi lagi hingga tutup tahun ini.

Kenaikan inflasi terjadi karena tekanan pada bahan makanan alias volatile food seperti daging ayam, telur ayam ras, bawang merah, cabai merah dan beras. Kondisi ini lazim terjadi menjelang Lebaran. Namun begitu, Ekonom PT Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, seharusnya Perpres soal pengandalian harga pangan keluar lebih cepat yakni sebelum bulan puasa, sehingga pengendalian harga pangan lebih efektif.

Sebab, dia menilai langkah pemerintah melakukan stabilisasi harga dengan operasi pasar hanya berdampak sesaat. Selama ini struktur masalah yang ada di tata niaga bahan pokok. "Operasi pasar hanya solusi instan, yang diperlukan solusi lebih struktural, persoalan mendasarnya apa?" katanya.

Oleh karena itu, dia memprediksi inflasi bulanan di bulan puasa dan lebaran masih akan tetap tinggi di kisaran 0,8% dan 1%. "Inflasi pada Juni - Juli 2015 di kisaran 1%," katanya. Hingga akhir tahun, David menilai inflasi masih bisa ke arah 5% jika dampak El Nino tahun ini tidak besar. Untuk mengantisipasi tekanan inflasi ini, pemerintah bersama BI harus menyiapkan stok beras dan pangan utama lainnya.

 

BERITA TERKAIT

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…