Minim, Dampak Krisis Yunani ke Indonesia

 

 

NERACA

Jakarta - Standard Chartered Bank Indonesia menilai dampak akan hengkangnya Yunani dari Uni Eropa akibat krisis ekonomi yang dideritanya tidak begitu mempengaruhi ke pertumbuhan ekonomi Indonesia lantaran Yunani bukanlah investor utama seperti Inggris atau Amerika Serikat. 

Kepala Ekonom Standard Chartered Bank Indonesia, Eric Alexander Sugandi mengatakan, meskipun tidak berdampak namun Indonesia akan terkena imbas secara tidak langsung dari mata uang karena negara-negara lain yang bermitra bisnis Indonesia juga memiliki hubungan yang sama dengan Yunani. "Dampaknya ke Indonesia sifatnya 'indirect' (tidak langsung) karena Yunani bukan investor utama dan mitra dagang utama. Tetapi harus diingat, dampak dari tidak langsung ini melalui mata uang (currency)," ungkapnya di Jakarta, Senin (29/6).

Lebih lanjut Eric mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga dipengaruhi faktor eksternal lainnya seperti fenomena "super dolar" yang mengakibatkan dolar AS semakin menguat terhadap mata uang negara lainnya. "Saya melihat trennya saat ini memang ada ekspektasi Bank Sentral AS (The Fed) akan menaikkan suku bunga bulan September ini. Alhasil, dana-dana yang ada di luar mulai balik lagi ke AS. Kemudian Bank of China memangkas suku bunga dan krisis ekonomi ekonomi Yunani,” tuturnya.

Eric memaparkan, fenomena super dolar juga berdampak lewat jalur finansial dan terbukti pelemahan rupiah terus terjadi sementara dolar menguat. "Jadi, dolar AS akan kuat terhadap mata uang Euro maupun mata uang 'emerging market' termasuk Indonesia. Hal ini terjadi melalui jalur finansial. Meskipun begitu, saya akan tetap menunggu keputusan secara referendum tanggal 5 Juli ini terkait masalah Yunani,” tandas dia.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan, Nelson Tampubolon, juga mengungkapkan hal serupa. Menurut dia, dampak langsungnya terhadap perbankan Indonesia sangat minim mengingat tidak ada eksposure perbankan yang berhubungan langsung dengan Yunani. Kendati demikian, Nelson mengakui dampak lanjutan dari krisis Yunani tersebut belum bisa diprediksi. “Seperti misalnya Eropa ikut turun dan ekspor ke Eropa turut berpengaruh, kalau dampak langsung kecil,” tandasnya.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, dampak krisis utang Yunani pada 2015 tidak separah krisis Yunani pada 2011-2012. "Tapi memang lihat fluktuasi di pasar keuangan internasional, dampaknya tidak separah krisis Yunani 3-4 tahun lalu," ujar Mirza.

Dia mengatakan, lantaran investor sudah banyak keluar dari Yunani ketika krisis pertama pecah. Jadi, kalaupun terjadi krisis lagi tak membawa dampak besar. "Karena tahun 2010-2011 masih banyak exposure negara-negara Eropa, negara di luar Eropa kepada ekonomi Yunani. Karena ekonomi sudah krisis sejak 2010-2011 sehingga sudah banyak investor dan perbankan banyak keluar sejak beberapa tahun yang lalu," ujar Mirza.

Sebelumnya, Yunani harus membayar utang senilai 1,6 miliar euro kepada Dana Moneter Internasional (IMF) pada Selasa (30/6) atau dinyatakan bangkrut. Sejumlah negara lain Eropa bersedia memberikan dana talangan untuk negerinya Para Dewa itu dengan sejumlah syarat perubahan anggaran.

Tak hanya itu, Ketidakpastian penyelesaian utang Yunani membuat indeks saham di Asia cenderung tertekan. Indeks saham Jepang Nikkei memimpin pelemahan dengan merosot 2 persen di awal perdagangan. Indeks saham Australia turun 2 persen. Sedangkan indeks saham Korea Selatan Kospi susut 1,5 persen. Bursa saham juga tertekan dan sejumlah mata uang juga jatuh. Euro turun 2 persen terhadap Yen. Selain itu, Euro melemah 1,3 persen terhadap dolar AS. Demikian mengutip dari laman CNN Money.

Tekanan terhadap indeks saham ini dipicu oleh keputusan pemerintah Yunani yang belum menyepakati soal dana talangan dengan para menteri keuangan zona Euro. Bahkan Perdana Menteri Yunani Alexis Tsipras mengusulkan referendum pada 5 Juli untuk menolak proposal kreditor dari Eropa dan Dana Moneter Internasional (IMF).

Para pemimpin Eropa pun menghadapi salah satu momen terburuk dalam sejarah Euro. Belum ada kesekapatan antara Menteri Keuangan zona Euro dengan Yunani membuat bank-bank di Yunani tidak buka pada awal pekan ini. Para nasabah pun menghadapi batasan untuk mengambil dana di anjungan tunai mandiri (ATM).

 

BERITA TERKAIT

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…