Bahan Bakar Nabati - Regulator Akan Percepat Pemanfaatan Biofuel

NERACA

Jakarta – Dewan Energi Nasional (DEN) melalui sidang anggota bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk melakukan percepatan pemanfaatan bahan bakar nabati atau biofuel.

Dalam rapat yang berlangsung di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, sebagaimana dikutip dari Antara, Senin (29/6), dihasilkan tujuh poin untuk mendukung upaya percepatan tersebut, seperti yang disampaikan anggota DEN sektor perindustrian Achdiat Atmawinata.

Pokok pertama hasil keputusan tersebut ialah memberlakukan sanksi tegas bagi badan usaha yang tidak menggunakan biofuel sesuai Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 25 Tahun 2013. Kedua, menugaskan kepada badan usaha agar membeli biodiesel untuk transportasi PSO dan non-PSO, serta bioethanol untuk transportasi non-PSO selambat-lambatnya 31 Agustus 2015.

Poin ketiga, pemerintah perlu mengalokasikan dana subsidi untuk biodiesel dan bioethanol tahun 2016 dan tahun selanjutnya. Keempat, pemerintah perlu mengalokasikan dana untuk pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Kelima, mengusulkan kepada Presiden untuk memberikan penugasan khusus kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam mendukung penyediaan biodiesel dan bioethanol, termasuk sisi “on farm” dan “off farm”.

Keenam, mempercepat penghimpunan dana dari pungutan CPO/CPKO untuk pengembangan industri kelapa sawit, serta membentuk badan pengawas penggunaan dana tersebut. Ketujuh, menugaskan kepada Badan Standardisasi Nasional agar segera menerapkan SNI biodiesel dan bioethanol sesuai dengan standar internasional.

Terkait energi terbarukan, Kementerian ESDM akan merombak struktur anggaran khususnya pada Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) pada RAPBN 2016. “Tahun depan (2016) kita ingin mendorong suatu perubahan besar-besaran dalam struktur pendanaan. Selama ini energi baru dan terbarukan selalu mendapat porsi yang termarjinalkan,” kata Menteri ESDM.

Said mengatakan apabila di tahun depan Bappenas dan Kementerian Keuangan menyetujui rumusan anggaran tersebut maka bisa dipastikan dana yang diterima Ditjen EBTKE akan melompat drastis. Menurut dia, sudah semestinya kebijakan energi nasional harus berdasarkan pada kebijakan energi yang terbarukan, sedangkan yang terjadi selama ini ialah sektor tersebut kurang mendapat perhatian.

“Ini sebagai progres dari pemerintah, dalam hal ini khususnya Kementerian ESDM. Kami juga menunggu masukan-masukan dari semua pihak, sehingga bisa kita diskusikan bersama,” ujarnya menambahkan.

Menteri Sudirman juga memaparkan sejumlah isu strategis di bidang energi, seperti program pembangkit 35 gigawatt serta permasalahannya.

Sebelumnya, anggota Komisi VII DPR-RI Agus Sulistyono berharap Ditjen EBTKE Kementerian ESDM tidak menyia-nyiakan anggaran besar yang akan dialokasikan dalam RAPBN 2016. “Anggaran untuk EBTKE saja sangat besar, mencapai empat kali lipat. Tahun ini sekitar Rp2 triliun, untuk 2016 jadi Rp11 triliun. Jadi tidak ada alasan kalau dananya tidak ada,” ujar Agus.

Ia menganggap perkembangan energi baru dan terbarukan hingga saat ini masih tersendat, untuk itu pihaknya akan terus mendorong upaya percepatan melalui Dirjen EBTKE Kementerian ESDM. “Kita akan berupaya, harus meninggalkan energi fosil, karena itu akan habis. Energi terbarukan lebih ramah lingkungan, juga bisa diproduksi dengan memanfaatkan limbah organik,” tutur anggota DPR-RI dari Fraksi PKS itu.

Sehubungan dengan pemanfaatan limbah organik sebagai sumber energi, berdasarkan data yang diperoleh dari Dana Mitra Lingkungan diketahui bahwa potensi energi biomasa di Indonesia belum termanfaatkan sepenuhnya.

Salah satunya ialah limbah kelapa sawit cair yang mencapai 28,7 juta ton per tahun, sedangkan limbah padatnya mencapai 15,2 juta ton per tahun. Jika dikonversi, dari angka tersebut bisa dihasilkan 90 juta meter kubik biogas atau setara 187,5 juta ton gas elpiji.

Hingga Desember 2014 diperkirakan total nilai ekspor kelapa sawit mencapai 20,8 miliar dolar amerika, meningkat delapan persen dibandingkan nilai ekspor tahun sebelumnya yang hanya 19,23 miliar dolar.

Dengan jumlah produksi mencapai 31 juta ton di tahun 2014, potensi limbah yang dihasilkan juga sangat besar, sedangkan potensinya untuk diolah menjadi biogas pun sangat tinggi.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…