Perusahaan di Indonesia Diminta Terapkan Transaksi Rupiah

 

 

NERACA

 

Semarang - Bank Indonesia berharap berbagai perusahaan di Tanah Air segera menerapkan transaksi rupiah pada operasional sehari-hari tepatnya mulai tanggal 1 Juli tahun ini. "Mungkin kalau dilihat jangka pendek akan ada kendala yang dihadapi oleh perusahaan karena mereka harus mengkonversi dari dolar AS ke rupiah sebelum melakukan pembayaran, dan ini membutuhkan biaya tambahan," kata Asisten Direktur Departemen Pengelolaan Uang BI Pusat Agustinus Fajar Setiawan, seperti dikutip laman Antara, Rabu (24/6).

Meski demikian, pihaknya berharap agar hal itu tidak dijadikan sebagai beban bagi perusahaan karena bagaimanapun juga peraturan harus ditegakkan. Bahkan, ada sanksi tegas jika ada perusahaan yang tidak mematuhi peraturan tersebut. Mulai dari teguran tertulis hingga dilarang mengikuti lalu lintas jasa keuangan.

"Kalau mulai 1 Juli tersebut masih ada perusahaan yang melakukan transaksi nontunai dengan menggunakan mata uang dolar AS, maka kami akan memberikan sanksi, yang pertama adalah teguran tertulis, kedua sanksi denda minimal 1 persen dari total uang yang ditransaksikan dan maksimal Rp1 miliar. Sanksi yang terakhir adalah dilarang mengikuti lalu lintas jasa keuangan atau tidak boleh bertransaksi menggunakan jasa perbankan," katanya.

Jika sanksi yang terakhir tersebut dikenakan maka akan sangat merugikan perusahaan. Menurutnya akan sulit bagi perusahaan jika melakukan transaksi secara langsung tanpa menggunakan sistem elektronik karena keamanannya akan dipertaruhkan. "Waktu berlaku bagi sanksi yang terakhir ini bisa beberapa macam mulai dari tiga bulan, enam bulan, dan seterusnya. Tergantung dari tingkat kesalahannya," katanya.

Sementara itu, pihaknya belum menargetkan waktu yang dibutuhkan bagi seluruh perusahaan di Indonesia dalam menerapkan aturan tersebut. Bahkan, jika ada perusahaan yang belum siap menerapkan transaksi menggunakan rupiah tersebut bisa langsung mengajukan keberatan ke BI. "Bisa saja langsung menyampaikan ke BI bahwa perusahaan yang bersangkutan belum siap melakukan transaksi dengan menggunakan rupiah hingga satu tahun ke depan, misalnya begitu. Bagaimanapun juga kami tetap mengatur kebijakan-kebijakan tersebut," katanya.

Meski demikian, pihaknya tetap berharap besaran total transaksi nontunai yang menggunakan dolar AS bisa turun secara bertahap. Jika saat ini dalam satu bulannya transaksi pada perbankan yang menggunakan dolar AS antara 6,5-7,1 miliar dolar AS, diharapkan jumlah tersebut dapat turun secara bertahap.

Seperti diketahui, BI telah menerbitkan Surat Edaran BI (SEBI) Nomor 17/11/DKSP tanggal 1 Juni 2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mulai bulan ini semua kegiatan transaksi di dalam negeri baik secara tunai maupun non tunai wajib menggunakan rupiah, bagi yang melanggar siap-siap dibui maksimal 1 tahun.

Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Eko Yulianto mengatakan kewajiban tersebut juga diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang kewajiban penggunaan rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah terbit 31 Maret 2015 lalu.

Eko menegaskan BI akan memberikan sanksi pidana yaitu kurungan maksimum 1 tahun dan denda maksimum Rp 100 juta bagi yang kedapatan masih menggunakan mata uang asing dalam setiap transaksi dalam negeri secara tunai. Sanksi tersebut akan diterapkan mulai 1 Juli 2015 mendatang. "Kalau pelanggaran terhadap transaksi non tunai akan diterapkan sanksi administrasi berupa teguran tertulis, kemudian wajib membayar 1 persen dari nilai transaksi dan maksimum Rp 1 miliar. BI juga bisa membekukan penggunaan lalu lintas pembayarannya," ujar Eko.

Selain dua aturan tersebut penggunaan rupiah juga sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2013 tentang Mata Uang. Selain itu ada UU lain yaitu Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), UU Nomor 36 Tahun 2000 terkait kawasan perdagangan bebas. “Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 26 Tahun 2012 juga menegaskan penetapan tarif layanan dengan menggunakan rupiah,” jelasnya.

Eko menyebutkan, di dalam ketentuan umum seluruh aturan tersebut kewajiban penggunaan rupiah menganut azas teritorial. Siapapun individu yang berada di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah. Transaksi dan pembayaran yang dilakukan juga wajib menggunakan rupiah. “BI juga mewajibkan pencantuman harga barang dan jasa dalam rupiah dan dilarang mencantumkan harga barang dengan dua mata uang. Jadi harus satu, baik harga, biaya jasa, sewa menyewa tarif, itu pakai rupiah," katanya.

 

BERITA TERKAIT

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

Pemerintah Komitmen Percepat Pengembangan Ekonomi Digital

    NERACA Jakarta – Pemerintah berkomitmen mempercepat pengembangan ekonomi digital sebagai pilar strategis transformasi Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

Pemerintah Komitmen Percepat Pengembangan Ekonomi Digital

    NERACA Jakarta – Pemerintah berkomitmen mempercepat pengembangan ekonomi digital sebagai pilar strategis transformasi Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh…

Sumber Daya Air Jadi Prioritas Pembangunan IKN

  NERACA Jakarta – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebutkan sektor sumber daya air (SDA) dan infrastrukturnya menjadi…