Iuran 3% Dinilai Tetap Hidupkan Industri Dana Pensiun

 

 

NERACA

 

Jakarta – Hingga kini besaran iuran wajib untuk BPJS Ketenagakerjaan belum ditentukan oleh Presiden Jowo Widodo. Namun begitu, Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) menilai iuran sebesar 3% dalam rancangan peraturan pemerintah tetap memberi ruang bagi industri dana pensiun di Indonesia. Namun begitu, Ketua Perkumpulan ADPI Mudjiharno M. Sudjono mengatakan bahwa pihaknya lebih setuju iurannya sebesar 1,5%.

“ ADPI lebih setuju dengan besaran iuran 1,5% sesuai yang diusulkan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Kalau 1,5% tidak bisa 3% dengan berat hati kami terima juga,” katanya, seperti dikutip, kemarin. Dia mengatakan, sebelumnya ADPI tidak setuju dengan usulan besaran iuran 8% yang dibawa oleh Menteri Tenaga Kerja M Hanif Dhakiri dalam draf Rancangan Peraturan Pemerintah.

Usulannya, kata dia, iuran 8% itu harus dibebankan pada pemberi kerja 5% dan pekerja 3%. “Saat desas desus 8% kami khawatir sekali, karena saat ini beban untuk kesejhteraan naker itu antara 12,24%-17,74% kalau ditambah 5% akan berat sekali,” tambahnya.

Pasalnya, saat ini pendiri dana pensiun sebagian besar merupakan perusahaan kecil, bahkan 70% dari 231 anggota ADPI adalah pendiri dengan aset di bawah Rp200 miliar. “Kalau yang besar 5% masih bisa, tapi yang kecil gak bisa mengiur dua-duanya, kami khawatir mereka stop yang sukarela, maka lambat laun dana pensiun mati,” tandas Mudji.

Direktur Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), I Kadek Dian Sutrisna menilai, iuran dana pensiun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ketenagakerjaan sebesar delapan persen harus melihat dari sisi sektoral tiap perusahaan.

Seperti diketahui, pemerintah menetapkan iuran jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan sebesar delapan persen yang akan diberlakukan mulai 1 Juli nanti. Iuran ini akan ditanggung pengusaha sebesar lima persen dan pekerja tiga persen. "Untuk perusahaan dan tenaga kerja dan di luar pulau Jawa, itu beda willingness to pay (kesediaan pembayaraan)nya," kata Kadek Dian.

Menurut dia, permasalahan iuran BPJS Ketenagakerjaan tidak jauh berbeda dengan BPJS Kesehatan. Sebab, premi dan kontribusi yang harus dibayarkan sampai saat ini tidak dapat digeneralisasi secara optimal. "Kami di LPM pernah lakukan penelitian. Di Jawa, premi mereka lebih rendah. Otomatis murah. Sedangkan di daerah Timur, relatif lebih mahal. Memang harus dipastikan," ujarnya.

Selain itu, Kadek mengatakan, penerapan jaminan pensiun di Indonesia tidak jauh berbeda dengan negara-negara lain. Dia mencontohkan, salah satunya adalah Australia, yang melakukan pemotongan income (gaji) dari pekerja untuk jaminan pensiun. Karena itu, berdasarkan adanya keberatan dari beberapa perusahaan terkait masalah ini, pemerintah seharusnya terlebih dahulu melakukan penelitian, guna mengantisipasi kondisi saat ini. "Yang jelas, harus didasarkan atas penelitian dari kemampuan bayar dari masing-masing perusahaan," kata Kadek.

Namun begitu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, menuturkan, besaran iuran yang dipatok BPJS Ketenagakerjaan sebesar delapan persen, masih menuai persoalan hingga saat ini. Diterapkannya program tersebut menandakan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi penuh. "Situasi ekonomi lagi begini mau dikasih beban apa lagi? BPJS ini nantinya akan jadi jaminan perusahaan. Kalo makin besar, malah gak ada yang bayar," kata Hariyadi.

Haryadi juga menyatakan, sampai saat ini, aktuaris dari pihak Apindo dan Kementerian Keuangan mempunyai pandangan yang sama terkait iuran BPJS tersebut. "Untuk tahun 2030, kami sepakat dengan Kemenkeu sebesar tiga persen. Nanti akan kita naikan 0,3 persen per tiga tahun," ujarnya.

Lebih lanjut, dia mempertanyakan kebijakan dari pemerintah saat ini, yang akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan untuk ke depannya. "Buat apa uang di-collect sebesar itu? Keperluannya gak sebesar itu. Kita keberatan," kata Haryadi.

 

BERITA TERKAIT

Pengamat: Aksi Merger-Akuisisi Berpotensi Dorong Industri Asuransi dan Skala Ekonomi Besar

  NERACA Jakarta-Aksi merger-akuisisi perusahaan asuransi dinilai akan menciptakan industri dengan permodalan yang kuat, sehingga turut menopang perekonomian Tanah Air.…

Pembiayaan Tumbuh Positif, Aset Bank Muamalat Meningkat

Pembiayaan Tumbuh Positif, Aset Bank Muamalat Meningkat NERACA Jakarta – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk mencatatkan total aset bank only…

TASPEN Bagikan Ribuan Paket Sembako Melalui Kegiatan Pasar Murah dan Bazar UMKM

TASPEN Bagikan 1.000 Paket Sembako NERACA Jakarta - Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) atau TASPEN berkomitmen untuk terus…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Pengamat: Aksi Merger-Akuisisi Berpotensi Dorong Industri Asuransi dan Skala Ekonomi Besar

  NERACA Jakarta-Aksi merger-akuisisi perusahaan asuransi dinilai akan menciptakan industri dengan permodalan yang kuat, sehingga turut menopang perekonomian Tanah Air.…

Pembiayaan Tumbuh Positif, Aset Bank Muamalat Meningkat

Pembiayaan Tumbuh Positif, Aset Bank Muamalat Meningkat NERACA Jakarta – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk mencatatkan total aset bank only…

TASPEN Bagikan Ribuan Paket Sembako Melalui Kegiatan Pasar Murah dan Bazar UMKM

TASPEN Bagikan 1.000 Paket Sembako NERACA Jakarta - Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) atau TASPEN berkomitmen untuk terus…