Pemerintah Diminta Lebih Perhatikan Sektor UMKM - Penyelemat Krisis

 

 

 

NERACA

 

Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Usaha Menengah, Kecil, dan Mikro Indonesia (Akumindo) M Ikhsan Ingratubun mengatakan usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM) tetap bertahan ditengah krisis yang terjadi pada era 98. Dan terbukti pada saat itu sektor UMKM dapat membantu menjadi solusi pertumbuhan perekonomian Indonesia yang saat itu sangat tersendat-sendat. Ironisnya, nasib UMKM yang menjadi penyelamat perekonomian negara pada masa krisis, pada saat ini dinilai masih kerap kurang diperhatikan nasibnya, dan masih harus terus berjuang untuk menghadapi segala macam tantangan. 

Untuk itu, pihaknya meminta pemerintah memperhatikan dan mencarikan solusi atas permasalahan masih seretnya akses permodalan yang dikucurkan perbankan kepada UMKM. "Perbankan dinilai masih memberikan ruang sedikit bagi masyarakat yang menginginkan modal," katanya, seperti dilansir laman Antara, Kemarin.

Menurut Ikhsan, bila syarat peminjaman dapat dipermudah, maka perekonomian Indonesia akan lebih stabil terutama menjelang diberlakukannya masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun 2015. Untuk itu, ujar dia, pemerintah perlu mempermudah wirausaha dalam mengembangkan bisnisnya. Ia melihat dengan jumlah penduduk Indonesia yang besar ini baru sekitar 1,65 persen yang menjadi wirausahawan. Hal tersebut, lanjutnya, berbeda dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia yang wirausahawan telah 5 persen dan Singapura sebesar 7 persen. Sehingga, Akumindo mengingatkan perlunya penanganan khusus dalam meningkatkan kesiapan wirausaha UMKM menghadapi MEA 2015.

Sebelumnya, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bahlil Lahadalia mengatakan perlu meringankan tingkat suku bunga untuk usaha mikro kecil dan menengah) agar dapat berkembang optimal serta membantu perekonomian nasional. "Akses UKM ke perbankan semakin berat sebab dibebani suku bunga 19-23 persen. Sedangkan untuk korporasi hanya sebesar 10 persen, sementara di sektor ritel 11 sampai 12 persen," ujar Bahlil Lahadalia.

Menurut dia, saat ini banyak pelaku UKM yang saat ini yang ditolak mentah-mentah oleh perbankan saat mengajukan kredit. Bahkan, lanjut Ketua Umum Hipmi, mereka ditolak oleh bank-bank milik negara yang modalnya dari pajak yang dibayar rakyat juga. "Padahal, jelas sekali bank-bank negara ini kian gencar menyalurkan pembiayaan korporasi ke grup-grup usaha swasta besar di Tanah Air," ucapnya.

Ia berpendapat bila sistem semacam ini tak juga diperbaiki maka dalam jangka panjang juga akan sangat berbahaya bagi bangsa Indonesia. Berikan fasilitas terbaik Hipmi juga mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan fasilitasi terbaik bagi kalangan pengusaha muda Indonesia, karena mayoritas 57 juta UMKM di Tanah Air dikelola oleh pengusaha muda. "Dengan jumlah UMKM sebanyak itu, maka kami perkirakan kontribusinya bisa mencapai Rp570 triliun," tutur Ketua Badan Otonom Bidang Bisnis, Investasi dan UKM Badan Pengurus Pusat (BPP) Hipmi Hardini Puspasari.

Hardini mengingatkan bahwa angka tersebut juga melampaui target investasi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) senilai Rp519,5 triliun. Menurut dia, asumsi angka Rp570 triliun diperoleh dari modal minimal kerja yang dimiliki oleh setiap pengusaha muda, yaitu sebesar Rp10 juta/pengusaha. "Sehingga dampaknya perputaran uang dan investasi yang masuk akan sangat signifikan," imbuhnya.

Apalagi, lanjut dia, UMKM merupakan tulang-punggung perekonomian nasional dan regional (ASEAN) yang berkontribusi signifikan terhadap PDB nasional. Bahkan, sektor UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 97,2 persen dari total pekerja di Indonesia. Untuk itu, Hipmi mendesak Pemerintah Pusat secara konsisten memberikan insentif bagi pengusaha muda Indonesia yang melakukan ekspansi usaha dengan beberapa kategori.

Ia memaparkan beberapa kategori itu atara lain melakukan ekspansi usaha ke daerah perbatasan dan tertinggal dan membuka usaha yang mayoritas bahan bakunya berasal dari dalam negeri. Selain itu, ujar dia, kategori lainnya adalah ekspansi usaha yang menciptakan banyak lapangan kerja di sekitarnya, serta jenis usaha yang mengembangkan peningkatan nilai tambah suatu produk dalam negeri.

Indikatornya adalah, usaha tersebut tidak menjual hanya bahan mentah, namun mampu mengembangkan bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang bernilai tambah tinggi. "Insentifnya bisa berupa pembebasan pajak penghasilan (PPh) dan PPN untuk periode waktu tertentu yang tidak akan memberatkan pengusaha muda. Juga bisa berupa dukungan fasilitas pembiayaan khususnya bagi pengusaha muda yang baru terjun berinvestasi," tambahnya.

 

 

BERITA TERKAIT

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…