Ekonomi Melesu, BKPM Pede Investasi Menggeliat

 

NERACA

 

Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani memastikan investasi tetap bergeliat di tengah kondisi perekonomian yang sedang melemah. Optimisme itu disampaikan Franky setelah mengunjungi delapan proyek investasi di Banten dan Jawa Tengah 9-12 Juni lalu sebagai "sampling" terhadap 100 proyek investasi yang dikawal guna memastikan proyek tersebut berjalan lancar dan memberikan dampak positif. 

"Dari kunjungan ke lapangan ini, geliat investasi tetap terjadi di tengah kondisi ekonomi yang sedang 'slow down'. Kami pastikan investasi yang sudah masuk akan tetap berjalan," kata Franky dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (15/6). Franky menuturkan, pihaknya siap membantu percepatan penyelesaian proyek investasi yang sedang dalam tahap konstruksi dan memfasilitasi penyelesaian masalah yang dihadapi investor dalam merealisasikan investasinya di Indonesia.

Ia menambahkan, dari delapan proyek yang dikunjunginya tersebut, apabila dari rencana investasi sebesar Rp50,7 triliun dapat cepat diselesaikan, akan terjadi penambahan penyerapan tenaga kerja langsung sebanyak 10.000 orang. "Kalau proyek ini selesai, ada potensi ekspor produk hingga 800 juta dolar AS per tahun dan substitusi impor sebesar 810 juta dolar per tahun," katanya.

Terlebih lagi, lanjut Franky, ada tambahan pembangkit listrik hingga kapasitas 986 MW yang terbagi menjadi 324 MW untuk keperluan sendiri dan sebanyak 662 MW untuk kepentingan umum. Ia juga menambahkan, kegiatan investasi diharapkan bisa memacu percepatan pembangunan di daerah serta mendorong perekonomian wilayah tersebut.

Pengawalan terhadap 100 proyek investasi itu menurut Franky akan terus berlanjut sebagai upaya menggerakan perekonomian nasional. "Kami yakin akhir tahun ini target realisasi investasi sebesar Rp519,5 triliun akan terlampaui. Tentu akan kami terus perdalam agar geliat investasi ini bisa tetap berjalan," katanya.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia Nining Indroyono Susilo menilai, pemerintah perlu secara terus menerus mendorong pertumbuhan investasi sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. "Investasi akan naik saat suku bunga turun," ungkap Nining.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pertumbuhan investasi, konsumsi, dan kinerja ekspor. Pada aspek ini, investasi dan ekspor harus menjadi andalan daripada konsumsi sehingga masyarakat tidak konsumtif melainkan produktif. "Tapi, kalau konsumsi naik meski menaikkan pertumbuhan ekonomi tapi agak kurang diharapkan karena konsumtif, jadi bagusnya kita jadi produsen. Jadi, andalannya adalah naiknya investasi dan ekspor," tukasnya.

Ia berpendapat, pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) dapat mendorong pertumbuhan investasi dengan cara menurunkan suku bunga. "Bank Indonesia selalu mempunyai space untuk ini (menurunkan suku bunga), dengan menurunkan suku bunga acuan SBI (Sertifikat Bank Indonesia), maka suku bunga kredit di bank kemudian turun," tuturnya.

Dengan demikian, lanjutnya, penurunan suku bunga itu dapat mendorong investasi langsung masuk ke Indonesia dan membuat iklim usaha lebih kondusif. "Bank Indonesia kan tugasnya mengelola ekspektasi ya, tentunya bisa dan ini secara matematis dan simulasi bisa dihitung kapan waktunya yang tepat memainkan instrumen ini," pungkasnya.

Sekedar informasi, Indonesia menduduki peringkat 114 dalam daftar kemudahan berinvestasi (ease of doing business) Bank Dunia. Meski naik tiga tingkat dibanding tahun lalu, Indonesia masih tertinggal jauh dibanding negara tetangga, seperti Malaysia dan Filipina. "Saya harap pemerintah ke depan bisa berfokus untuk meningkatkan kemudahan berusaha ini," kata Direktur Pengembangan Iklim Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Farah Ratnadewi Indriani.

Ia menginginkan ada kerja sama antara lembaga dan instansi yang berfokus untuk meningkatkan sepuluh indikator ease of doing business (EODB). Indikator tersebut antara lain memulai usaha; perizinan terkait dengan pendirian bangunan; penyambungan listrik; pendaftaran properti; akses perkreditan; perlindungan terhadap investor minoritas; pembayaran pajak; perdagangan lintas negara; penegakan kontrak; dan penyelesaian perkara kepailitan.

 

 

BERITA TERKAIT

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

Pentingnya Bermitra dengan Perusahaan Teknologi di Bidang SDM

  NERACA Jakarta – Pengamat komunikasi digital dari Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan menekankan pentingnya Indonesia memperkuat kemitraan dengan perusahaan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

Pentingnya Bermitra dengan Perusahaan Teknologi di Bidang SDM

  NERACA Jakarta – Pengamat komunikasi digital dari Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan menekankan pentingnya Indonesia memperkuat kemitraan dengan perusahaan…