OJK Harap UU JPSK Diselesaikan - Berikan Kepastian Hukum

 

 

NERACA

 

Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nelson Tampubolon menilai Undang-undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (UU JPSK) harus diselesaikan secepatnya untuk memberikan kepastian hukum bagi pengambil keputusan kala menghadapi krisis. "UU JPSK ini agenda yang harus kita siapkan segera, supaya ada kepastian dari otoritas sehingga tidak ada keraguan dalam mengambil keputusan ketika krisis," ujar Nelson dalam sebuah seminar di Jakarta, Rabu (10/6).

Nelson menuturkan pengalaman masa lalu yang kurang mengenakkan dan menjadikan pejabat pengambil keputusan sebagai 'korban' saat krisis melanda, memberikan ketakutan tersendiri. Ia mengharapkan dengan adanya UU JPSK, para pengambil keputusan dapat memutuskan suatu kebijakan tanpa rasa khawatir ketika dibutuhkan. "Kadang kita itu mengambil keputusan di saat yang tidak diperlukan, padahal kan yang dibutuhkan adalah mengambil keputusan saat dibutuhkan, saat krisis. Ini kan aneh," ujar Nelson.

Nelson mengkhawatirkan apabila UU JPSK tidak segera disahkan, saat krisis datang maka peristiwa yang sama akan terulang kembali. OJK yang tergabung dalam Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) bersama Lembaga Penjamin Simpanan, Bank Indonesia, dan Kementerian Keuangan, kini sudah menyelesaikan draf RUU JPSK dan tengah ditindaklanjuti oleh Kemenkeu untuk penyempurnaan. "Mudah-mudahan dari Kementerian Keuangan segera dirampungkan (RUU JPSK) dan bisa diserahkan ke DPR," kata Nelson.

Sebelumnya, Komisi XI DPR menyatakan RUU JPSK akan diundur pembahasannya dan masuk ke Prolegnas 2016 karena perlu pencabutan Perpu yang dikeluarkan pada zaman Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Ketua Komisi XI DPR, Fadel Muhammad mengatakan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (RUU JPSK) akan diundur dan dimasukkan ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2016, dari sebelumnya yang ditargetkan selesai pada 2015. Alasannya, karena masih menyisakan persoalan pada Perppu JPSK. “UU JPSK ini kan ada Perppu dulu, jadi Kementerian Keuangan harus membuat surat kepada DPR menarik Perppu pada jaman SBY dulu,” ujar Fadel.

Menurut Fadel, terkait penarikan Perppu tersebut, perlu diatur jadwal dan masa berlakunya untuk mencegah adanya goncangan politik akibat penarikan tersebut. Selain itu, lanjutnya, molornya pembahasan lantaran saat ini pemerintah tengah memperbaiki RUU JPSK yang pada beberapa bagian memerlukan harmonisasi. “Jadi Kementerian Keuangan sedang membuat surat namun ada beberapa hal seperti aspek legalnya yang perlu dibahas di Kementerian Hukum dan HAM,” ujar Fadel.

Fadel menambahkan, saat ini pihaknya fokus untuk menyelesaikan Revisi UU Perbankan dan Revisi UU Bank Indonesia yang ditargetkan rampung pada tahun ini. “Sekarang yang kita kerjakan yakni perubahan UU BI dan UU Perbankan. Kita harapkan tahun ini selesai,” katanya.

Meski pembahasan RUU JPSK molor, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus mendorong adanya UU tersebut. Ketua Dewan Komisioner LPS, Heru Budiargo percaya, adanya UU JPSK bisa membuat sistem keuangan di Tanah Air tetap stabil dan aman terhadap ancaman krisis. “Kita selalu mendorong adanya undang-undang (UU JPSK) ini. Tujuannya adalah untuk memastikan sistem keuangan punya daya tahan yang baik terhadap tekanan yang berat sekalipun,” kata Heru.

Ia menuturkan, sebagai negara yang terbuka, Indonesia memiliki risiko terpapar langsung dengan ancaman krisis baik regional maupun global. Dalam 15 tahun terakhir saja, Indonesia mengalami krisis beberapa kali. Misalnya, pada tahun 1997/1998, krisis tahun 2008 yang berlanjut dengan krisis utang di negara-negara Eropa pada 2011. “(Krisis-krisis) itu telah memberikan pelajaran berharga bahwa krisis dapat datang kapan saja dan di mana saja,” ujar Heru.

Menurutnya, keberadaan UU JPSK penting sehingga tujuan untuk memelihara dan menangani permasalah stabilitas sistem keuangan tetap terjadi. UU JPSK memberikan payung hukum dalam pengelolaan krisis. Ia berharap, isi dari UU JPSK juga seyogyanya dapat merangkum terutama terkait protokol manajemen krisis dan melibatkan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).

“Kita perlu akuntabilitas yang lebih jelas, kewenangan menanganinya, dan juga mengatur independensi dan segala hal yang berkaitan dengan pengelolaan atau governance,” katanya.

 

 

BERITA TERKAIT

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival NERACA Jakarta - Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), setiap tahun ada 23-48…

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival NERACA Jakarta - Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), setiap tahun ada 23-48…

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…