Suku Bunga dan Daya Beli

 

 

Oleh: Prof. Firmanzah., PhD

Rektor Universitas Paramadina

Guru Besar FEB Universitas Indonesia

 

Saat ini banyak kalangan yang menyuarakan perlunya BI menurunkan BI Rate agar daya beli masyarakat bias meningkat kembali. Namun keputusan BI dalam penetapan suku bunga acuan itu salah satunya ditentukan oleh besaran angka inflasi. BPS beberapa waktu lalu menyampaikan bahwa inflasi pada bulan Mei 2015 sebesar 0,5% dan merupakan inflasi tertinggi Mei dalam lima tahun terakhir. Hal ini membuat BI sepertinya masih akan menunggu tren inflasi pada bulan-bulan berikutnya. Terutama realisasi inflasi Juni-Juli 2015 dimana tekanan inflasi jelang Ramadhan dan Lebaran masih akan tinggi. Hal ini juga mulai dirasakan oleh masyarakat di awal Juni dimana harga-harga barang kebutuhan pokok merangkak naik.

Secara teoritis BI cukup beralasan ketika menetapkan BI Rate menggunakan inflasi sebagai dasar pengambilan keputusan. Investor tidak akan menaruh uang di bank ketika imbal hasilnya di bawah angka inflasi. Ketika imbal hasil di bawah inflasi maka investor akan berada dalam posisi merugi atau negative return. Kondisi seperti itu yang membuat keengganan investor untuk menaruh uangnya di bank. Sehingga tidaklah mengherankan apabila di setiap kesempatan otoritas moneter kita, BI, selalu menekankan kepada pemerintah agar dapat mengelola inflasi selalu terkendali. Agar suku bunga acuan, BI Rate, dapat ditekan dan apabila kebijakan ini diambil tidak mengganggu sistem pasar keuangan domestik.

Namun di sisi lain, perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional sedang terjadi. Keinginan untuk menggairahkan perekonomian nasional membuat banyak kalangan berharap BI Rate dapat diturunkan. Sehingga dapat memperbesar pertumbuhan kredit investasi, modal kerja dan konsumsi. Harapan masyarakat umum ketika BI Rate turun maka dari sisi produksi akan menekan biaya produksi dan nantinya menurunkan harga jual.

Sementara dari sisi kredit konsumsi, turunnya BI Rate juga diharapkan mendorong konsumen untuk berbelanja dan meningkatkan permintaan domestik. Sementara itu, banyak kalangan juga berharap dengan penurunan BI Rate saat ini akan memberikan ruang dinaikkannya BI Rate  akibat kenaikan suku bunga The Fed.

Solusi saat ini yang kompromis diambil oleh BI sepertinya adalah relaksasi ketentuan Loan to Value (LTV) untuk memperkuat permintaan domestik. Dengan relaksasi LTV maka kredit properti dan kendaraan bermotor dapat dinaikkan secara terukur dan terkendali. Salah satu aspek keterukuran adalah tidak menghasilkan lonjakan impor yang dapat membuat neraca transaksi perdagangan menjadi defisit.

Terkait dengan penurunan BI Rate, sepertinya posisi BI masih akan menunggu realisasi inflasi Juni-Juli 2015 untuk menentukan sikap apakah mempertahankan atau menurunkan BI Rate. Meski penetapan suku bunga acuan itu merupakan otoritas BI, namun tentunya kita berharap bahwa otoritas moneter dan fiskal dapat berkoordinasi untuk menentukan equilibrium berapa besaran BI Rate yang aman tidak hanya dari sisi moneter tetapi juga mampu menjaga daya beli masyarakat yang tengah melambat akhir-akhir ini.  

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…