Industri Kerajinan - Pewarna Alami Penguat "Brand" Tenun Indonesia

NERACA

Lombok Tengah – Menteri Perindustrian Saleh Husin kunjungi sentra kerajinan di Nusa Tenggara Barat. "Kalau kita belajar dari merek-merek global yang telah sukses dipasarkan, salah satu strategi pemasarannya ialah mengedepankan nilai atau value, jadi tidak sekadar material produk tersebut," kata Menteri Perindustrian Saleh Husin saat mengunjungi sentra tenun Lombok di Sukarara, Jonggat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, akhir pekan lalu.

Untuk tenun khas Lombok, nilai yang dapat diunggulkan memperkuat brand adalah proses produksi yang menggunakan pewarna alami. Hal ini sesuai dengan tren peduli lingkungan yang menguat. "Unsur eksklusivitas juga didapatkan. Apalagi tenun ikat dan songket Lombok diproduksi minim sentuhan mesin bahkan manual. Artinya ada unsur craftsmanship," ulasnya.

Keunggulan itu mesti terus dipromosikan secara luas. Selain mengikuti pameran di level nasional dan internasional, perajin dapat menggunakan laman atau website untuk menjangkau dan berinteraksi langsung dengan peminat kain tenun Lombok di seluruh dunia.

Menurut Amin, salah satu pelaku tenun Sukarara, jumlah para penenun tenun ikat dan songket di Sukarara mencapai 2.516 orang. Para penenun menggunakan bahan pewarna alami antara lain dari akar bakau, daun jati, dan tanaman hutan. "Kami juga menggunakan serat seperti dari batang pisang dan juga nanas," ujarnya.

Saat mengunjungi sentra anyaman ketak di Nyurbaye, Lingsar, Lombok Barat, Menteri Perindustrian mengapresiasi para perajin yang mampu menembus pasar ekspor. Anyaman ini berbahan baku tanaman lokal yang kemudian diolah menjadi aneka produk seperti tas, tatakan gelas, asesoris peralatan rumah tangga, tempat tisu, hingga pelengkap interior ruang.

"Produk kami sudah diekspor ke Jepang, Korsel, AS, Italia dan Belanda. Selain ke pembeli dari domestik," ujar Suhartono, pemilik Mawar Artshop sembari mengatakan pernak-pernik dari anyaman ketak juga mengisi interior lobi dan kamar hotel di Bali dan Jakarta.

Kepada para perajin ketak, Kemenperin telah menyalurkan bantuan berupa peralatan dan pendampingan desain. "Kami lakukan bertahap. Untuk peralatan seperti mesin, oven, hingga pisau produksi," kata Direktur Industri Kecil dan Menengah Wilayah III, Endang Suwartini.

Ke depan, pihaknya bakal mendorong perajin anyaman ketak mampu mengekspor langsung ke negara tujuan. Sejauh ini, ekspor masih dilakukan secara tidak langsung alias melalui pihak ketiga.

Untuk itu, Kemenperin bersama Pemda NTB memastikan konsisten mendampingi pengembangan kerajinan ini. Tujuan akhirnya, agar manfaat dari penjualan ke mancanegara dapat dinikmati oleh perajin dengan maksimal dan memperkuat citra Lombok sebagai produsen kerajinan berkualitas global.

Kompetisi produk tradisional Indonesia memasuki pasar internasional diakui memang tidak mudah. Namun, bukan berarti tidak mungkin karena produk nasional memiliki keunggulan.

Pada kesempatan sebelumnya, Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM), Kementerian Perindustrian, Euis Saedah mengatakan Indonesia harus buat produk-produk dengan bahan pewarna alam yang baik dan tidak diracuni dengan pewarna kimia terus-menerus. Euis pun mengajak semua pelaku IKM dan pengrajin yang berkecimpung dalam industri kreatif di Indonesia untuk ikut menggunakan pewarna alam.

"Tahun lalu kami buat kegiatan Swarna Fest, yakni festival yang menonjolkan serat alam dan warna alam. Ternyata limbah laut seperti cumi-cumi dan kerang bisa dimanfaatkan menjadi pewarna alam yang luar biasa," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, kelompok Gerakan Warna Alam Indonesia (Warlami) menyatakan diri akan berkontribusi dalam membangun kemandirian bangsa Indonesia, yaitu dengan melestarikan kekayaan budaya dan mengangkat kearifan lokal melalui gerakan warna alam di seluruh Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Dirjen IKM menyatakan apresiasi dan harapan agar pemakaian warna alam yang merupakan warisan budaya dapat diteruskan dari generasi ke generasi. "Kita tidak boleh menjadi bangsa yang minder, tetapi jadilah bangsa yang berkarakter dan berani karena kita punya sumber daya alam yang melimpah dan manusia-manusia Indonesia yang kreatif," kata Euis menambahkan.

Disisi lain, membanjirnya kain atau produk tekstil impor di pasar dalam negeri sudah dalam tahap yang mengkhawatirkan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat sebanyak 1.037 ton produk batik yang masuk dari China ke Indonesia dengan nilai US$ 30 juta atau sekitar Rp285 miliar sepanjang tahun lalu.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…