Muncul Desakan untuk Tambah Defisit Anggaran - Dorong Pertumbuhan

 

NERACA

 

Jakarta - Pengamat ekonomi di Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya mengatakan pemerintah perlu menambah defisit anggaran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi setelah mengalami perlambatan di kuartal 1 yang hanya tumbuh sebesar 4,71 persen. "Justru menghadapi pertumbuhan yang lambat di kuartal 1 maka justru pemerintah perlu tambah defisit untuk dorong pertumbuhan. Masih ada 'fiscal space' (ruang fiskal) untuk ekspansi," katanya, seperti dilansir laman Antara, Kamis (4/6).

Ia mengatakan saat ini diperlukan stimulus dari pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menambah defisit anggaran. Penambahan defisit anggaran itu akan dapat mendorong pendanaan untuk program pembangunan terutama program infrastruktur. "Kuliah ekonomi diajarkan pemikiran Keynes (seorang ahli ekonomi Inggris) bahwa defisit tidak selalu jelek. Ketika 'growth' (pertumbuhan) dan 'private sector' (sektor swasta) sedang melambat maka peran pemerintah untuk mendorong," ujarnya.

Terkait rencana pemerintah untuk mengoptimalkan tawaran pinjaman baru dari Bank Dunia, yang direncanakan akan diambil sebesar 11 miliar dolar AS atau dari sumber lainnya, ia mengatakan pinjaman itu akan dapat berguna untuk mendorong pembiayaan infrastruktur. Ia mengatakan pinjaman multilateral akan memberikan bunga yang rendah dengan jangka waktu panjang sejalan dengan proses pembangunan infraktruktur yang juga akan memberikan manfaat besar dalam waktu jangka panjang. "Utang multilateral biasanya bunganya rendah dan jangka waktu panjang, akan tepat bila digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur," tuturnya.

Ia mengatakan hal yang harus diantisipasi pemerintah dalam penarikan pinjaman multilateral adalah menghindari adanya syarat komponen atau konsultan tertentu. "Yang penting tidak mensyaratkan komponen, konsultan dari negara tertentu. Misalnya, jangan sampai pinjaman dari Bank Investasi Infrastruktur Asia atau Asian Infrastructure Investment Bank mensyaratkan lebih dari 50 persen komponen dan konsultan dari Tiongkok," katanya.

Hal senada juga dikatakan oleh Pengamat Ekonomi Enny Sri Hartati. Menurut dia, seharusnya pemerintah menahan defisit bukan hanya untuk memenuhi undang-undang. Dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, defisit APBN tidak melampaui 2,5% dari PDB. Dia mengatakan ketika berbicara fiskal, upaya seharusnya ditujukan untuk menstimulus perekonomian, khususnya sektor riil. “Kita bicara fiskal, efektifitas dari stimulus fiskal. Anggaran mampu mendorong sektor riil. Kalau hanya menjaga defisit anggaran yang penting sama. Mengurangi pengeluaran sudah cukup. Tugas dari stimulus itu jadi enggak ada,” tuturnya.

Menurut Enny, saat ini pemerintah mengalami desifit primer. “APBN kita sudah sangat tidak sehat. Penerimaan kita jauh lebih kecil dari belanja. Pembayaran bunga juga besar,” ujarnya. Menurutnya, pemerintah harus konsisten dengan keputusan pemotongan belanja. Ia pun mengharapkan pemerintah juga mempertimbangkan subsidi BBM. “Konsisten, kencangkan ikat pinggang. Kurangi perjalanan dinas. Belanja barang pemerintah ini besar sekali. Tambahan dengan mengefisienkan subsidi. MInimal memang asal belanja barang bisa diefisensikan bisa dengan mudah,” ujar Enny.

Walaupun langkah menaikkan harga BBM akan berimbas pada masyarakat kecil, Enny mengatakan harus ada tindakan preventif yang tepat agar tidak menimbulkan gejolak. “Tergantung antisipasi preventif. Mengurangi subsidi tanpa ada gejolak. Petakan! sisi pasokan harus. Selain itu, berangsur-angsur dialihkan ke sumber energi lain, misal infrastruktur gas. Menciptakan energi gas. Supply gas meningkat, BBM menurun, konsumsi secara bertahap,” ujarnya

Menurut Menteri Keuangan RI Bambang PS Brodjonegoro, realisasi defisit anggaran hingga 20 Mei 2015 telah mencapai sekitar Rp50 triliun. Defisit ini, menurut Bambang mengalami perbaikan dibanding data lima hari sebelumnya yakni 15 Mei 2015 yang tercatat Rp64,3 triliun atau mencapai setengah persen dari produk domestik bruto (PDB). "Ini karena adanya tambahan yang lebih baik dibanding 15 Mei 2015, dan lebih didorong oleh penerimaan pajak yang lebih tinggi karena tidak mungkin PNBP naik mendadak," tutur Bambang.

Bambang mengatakan, per 20 Mei realisasi pendapatan sudah mencapai Rp502,7 triliun atau sekitar 28,5 persen dari target. Realisasinya naik dibanding angka 15 Mei 2015 sebesar Rp476,3 tahun persen atau 27 persen yang memang lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 32 persen "Pajak sampai 15 Mei itu realisasinya Rp406,9 triliun memang masih rendah Rp9 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu," pungkasnya.

 

 

BERITA TERKAIT

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Perhatikan Batasan dalam Berkonten di Media Sosial

  NERACA Jember - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) berkomitmen meningkatkan literasi digital masyarakat menuju Indonesia #MakinCakapDigital2024. Dalam rangka…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Perhatikan Batasan dalam Berkonten di Media Sosial

  NERACA Jember - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) berkomitmen meningkatkan literasi digital masyarakat menuju Indonesia #MakinCakapDigital2024. Dalam rangka…