Kinerja Asuransi Berbasis Unitlink Merosot

 

 

NERACA

 

Jakarta - Industri asuransi kembali merasakan dampak situasi makro ekonomi di 2014. Selain adanya enam perusahaan asuransi yang belum mampu memenuhi permodalan minimum sesuai PP 81 Tahun 2008 sebesar Rp100 miliar pada akhir 2014, kebijakan moneter yang ketat dan perlambatan pertumbuhan ekonomi ikut melemahkan kinerja sebagian perusahaan asuransi. Bahkan, penurunan kinerja bukan hanya diderita perusahaan asuransi jiwa kecil, tapi juga sebagian besar penguasa pasar asuransi jiwa yang tahun-tahun sebelumnya banyak memanen pertumbuhan

Menurut Direktur Biro Riset Infobank Eko B. Supriyanto, dari 48 perusahaan asuransi jiwa ada 15 perusahaan yang mengalami penurunan pendapatan premi. Sedangkan dari 75 perusahaan asuransi umum yang ada, ada 13 perusahaan yang preminya merosot. Di tengah kenaikan indeks bursa saham pada 2014 dan tingginya suku bunga deposito karena terjadi perang suku bunga perbankan, cukup banyak perusahaan yang gagal menciptakan kenaikan hasil investasi. Dari kinerja hasil investasi, ada 28 perusahaan asuransi yang mengalami penurunan hasil investasi.

Ada 21 perusahaan asuransi umum dan 7 perusahaan asuransi jiwa mengalami penurunan hasil investasi, sebagian besar diantaranya mengalokasikan investasi di saham dan reksadana secara signifikan. Asuransi yang berbasis unitlink masih akan terkana dampak negatif dari perlambatan ekonomi di tahun 2015 ini,” ujarEko dalam keterangan resmi yang diterima, Rabu (3/6).

Beruntung, kata dia, di tengah tantangan makro yang dihadapi industri asuransi pada 2014,79% perusahaan asuransi berhasil mencetak laba. Dari 75 perusahaan asuransi umum yang aktif, hanya 9 yang merugi. Di industri asuransi jiwa, dari 48 perusahaan asuransi jiwa ada 13 yang merugi. Sedangkan 3 perusahaan asuransi sosial berhasil mengerek labanya secara sgnifikan. Dari sisi solvabilitas, ada 4 perusahaan asuransi yang memiliki risk based capital (RBC) di bawah ketentuan minimum sebesar 120%.

Hasil rating juga menunjukkan bahwa mayoritas perusahaan asuransi berkinerja sehat namun hanya 35% yang berhasil meraih predikat “sangat bagus”. Menurut dia, perusahaan-perusahaan asuransi baik jiwa maupun umum yang mampu mempertahankan pertumbuhan bisnis dan mempertahankan rasio-rasio di atas standar regulasi maupun industri dan mencatat skor penilaian minimum 81% diberi predikat “Sangat Bagus”.

Dalam Rating 126 Asuransi versi InfoBank 2015, Biro Riset InfoBank melakukan pendekatan terhadap laporan keuangan publikasi misalnya untuk perusahaan asuransi jiwa di Indonesia dengan 10 kriteria. Yaitu RBC, rasio likuiditas, dana jaminan/cadangan teknis, investasi/cadangan teknis+utang klaim. Aktiva tetap/modal sendiri, perubahan pendapatan premi bruto dan modal sendiri, premi bruto/rata-rata modal sendiri, pendapatan investasi neto/rata-rata investasi, rasio beban klaim neto/pendapatan premi neto, rasio laba dengan rata-rata modal sendiri.

Menurut kriteria “Rating Asuransi versi Infobank 2015”, hanya ada 12 perusahaan asuransi jiwa dan 31 perusahaan asuransi umum yang meraih predikat “Sangat Bagus” kali ini. “Empat puluh tiga perusahaan asuransi tersebut mampu memanfaatkan ruang sempit perekonomian 2014 untuk menjaga pertumbuhan bisnis serta mempertahankan rasio-rasio di atas standar regulasi maupun industri serta mencatat skor penilaian minimum 81%,” jelas Eko.

Menurut Eko, tahun 2015 bisa menjadi musim paceklik bagi industri asuransi karena lesunya perekonomian. “Pertumbuhan industri asuransi jiwa sangat dipengaruhi kondisi pasar modal karena gairah berasuransi di Indonesia bukan semata-mata melindungi risiko tapi bagaimana berinvestasi lewat asuransi, ini terbukti dari 55% brangkas premi jiwa berupa unit link. Sementara kue pasar asuransi umum lebih tergantung kepada kondisi perekonomian dan tahun ini bisa menjadi musim paceklik karena kue pasarnya terbatas karena pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) 2015 diprediksi lebih rendah dari proyeksi, sulit rasanya asuransi akan tumbuh tinggi, paling-paling moderat saja,” jelas Eko.

Ia menambahkan, pelemahan properti dan otomotif masih akan mempengaruhi produksi premi asuransi karena dua sektor usaha tersebut merupakan penyokong utama pendapatan premi industri asuransi umum dengan kontribusi hingga 56%. Pukulan lain berasal dari pasar asuransi kesehatan dan kecelakaan diri yang menjadi penyumbang signifikan bagi perusahaan asuransi yang sejak tahun lalu kue preminya terbang ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Beberapa isu lain yang menjadi tantangan industri asuransi nasional ke depan diantaranya kemampuan permodalan perusahaan nasional, sumber daya manusia di bidang perasuransian, produk asuransi yang masih konvensional, serta minimnya literasi keuangan.

 

BERITA TERKAIT

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…