Petinggi PT BBJ Didakwa Suap Kepala Bappebti

NERACA

Jakarta - Dua petinggi PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) Sherman Rana Krishna dan Moch Bihar Sakti Wibowo didakwa menyuap Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) saat itu Syahrul Raja Sempurnajaya sebesar Rp7 miliar untuk mendapatkan izin pendirian PT Indokliring Internasional.

"Perbuatan terdakwa Sherman Rana Krishna selaku Direktur Utama PT BBJ dan Komisaris Utama PT Indokliring Internasional, bersama-sama dengan Komisaris Utama PT BBJ Hassan Widjaja dan Direktur Utama PT BBJ Moch Bihar Sakti Wibowo memberikan uang tunai sejumlah kurang lebih Rp7 miliar yang terdiri dari 600 ribu dolar AS dan Rp1 miliar kepada Bappebti Syahrul Raja Sempurnajaya agar memberikan izin usaha Lembaga Kliring Berjangka sendiri dengan mendirikan PT Indokliring Internasional," kata jaksa penuntut umum KPK Haerudin dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (3/6).

Pemberian uang itu dimulai dari upaya PT BBJ memiliki Lembaga Kliring Berjangka sendiri dengan mendirikan PT Indokliring Internasional dan membentuk tim pada Mei 2012 yang salah satu tugasnya adalah mengajukan izin ke Kepala Bappebti saat itu Syahrul Raja Sempurnajaya. 

Atas permintaan izin itu, Syahrul melalui Kepala Biro Hukum Bappeti bernama Alfons Samosir menyatakan untuk mendapatkan izin usaha agar memberikan saham kepada Syahrul sebanyak 10 persen dari modal awal Lembaga Kliring Berjangka yang didirikan sebesar Rp100 miliar atau senilai Rp10 miliar.

Bihar menyampaikan permintaan saham itu dalam rapat Dewan Komisaris dan Direktur PT BBJ pada 10 Juli 2012 dihadiri Direktur Keuangan PT BBJ Roy Sembel, Komisaris PT BBJ Kristanto Nugroho, Direktur Utama PT BBJ Made Sukarwo, Kadiv Keuangan PT BBJ Stephanus Paulus Lumintan dan Corporate Secretary PT BBJ Aulia Shina Primayog. 

"Pada saat itu Roy Sembel mengusulkan agar diberikan dalam bentuk uang tunai, dengan pertimbangan lebih simple dan tidak mudah ditelusuri sumbernya," kata jaksa Haerudin.

Komisaris PT BBJ Hendra Gondowidjaya pada rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPS) PT BBJ kemudian meminta agar Hassan Widjaja yang melakukan lobi untuk mendapatkan izin karena dianggap paling dapat menembus dan lobi ke Bappebti.

Lembaga Kliring Berjangka PT Indokriling Internasional akhirnya terbentuk pada 27 Juli 2012 yang berasal dari modal patungan PT BBJ sebesar Rp20 miliar, PT Valvury Asia Futures sebesar Rp2,5 miliar dan PT Solid Gold sebesar Rp2,5 miliar sehingga total modal adalah Rp25 miliar.

Setelah pendirian, Hassan pun bertemu dengan Syahrul dan disepakati pemberian dalam bentuk uang tunai sebesar Rp7 miliar.

Hassan meminta Bihar menyiapkan uang sebesar Rp7 miliar yang diambil dari modal awal PT Indokliring Internasional. Uang itu dicairkan oleh Kepala Divisi Keuangan PT BBJ Stephanus Paulus Lumintan di Bank Windu cabang Rawamangun dalam bentuk dua cek senilai Rp2 miliar dan cek Rp4 miliar ditukarkan dalam bentuk dolar AS.

Selanjutnya Stephanus pada 2 Agustus 2012 membawa tiga cek masing-masing Rp500 juta, Rp250 juta dan Rp250 juta yang berjumlah total Rp1 miliar dan uang 600 ribu dolar AS dan menyerahkan ke Bihar dan dimasukkan dalam tas warna abu-abu strip biru bertulis JFX.

Pada tanggal yang sama, di Cafe Lulu Kemang Arcade, Bihar menemui Syahrul Raja Sempurnajaya dan menyerahkan uang tersebut kepada Syahur di dalam mobil yang di parkir di samping mobil Bihar. Bihar pun melaporkan pemberian uang itu di kantor PT BBJ.

Keesokan harinya, pada 3 Agustus 2012, Sherman dan Hendra mengajukan permohonan izin usaha Lembaga Kliring Berjangka kepada Kepala Bappepti yang dijabat Syahrul. Syahrul selanjutnya memerintahkan Kepala Biro Perniagaan Bappebti Robert James Bintaryo memproses izin tersebut.

Atas perbuatan Sherman dan Bihar, keduanya didakwa dengan pasal 5 ayat (1) huruf a subsider pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH-Pidana, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana penjara 1-5 tahun dan denda Rp50-250 juta. Ant

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…