Iklim Kering Pendek Jadi Salah Satu Kendala - Belum Mampu Produksi Sendiri, Garam Industri Terpaksa Diimpor

NERACA

Jakarta - Indonesia masih kesulitan dalam memproduksi garam untuk kebutuhan industri. Salah satu kendalanya adalah iklim kering yang kurang panjang membuat produksi garam Indonesia hanya mampu hasilkan kadar NaCl di bawah 98 persen. Padahal, standar garam industri sendiri berada pada angka 98 persen.

Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Partogi Pangaribuan mengatakan, kebutuhan yang tinggi dan produksi yang rendah memaksa pemerintah harus melakukan impor. Hal ini agar industri yang membutuhkan garam dapat bertahan dan tumbuh.

Dia mengungkapkan, Indonesia hanya mampu hasilkan garam konsumsi di mana panen tersebut pada musim kering yang cukup panjang, yakni pada Juli hingga November. Produksi garam konsumsi pada 2014 lalu sendiri sebanyak 2,1 juta ton dengan kebutuhan sebesar 1,5-1,7 juta ton.

"Garam konsumsi kita sisa sekitar 400 ribu ton setiap tahun. Misalnya, jika sisa garam konsumsi itu dikembangkan kembali dengan meningkatkan kandungan NaCl hingga 98 persen, maka pemerintah masih akan tetap impor garam karena kebutuhan garam industri hanya berkurang 400 ribu ton," ungkap Partogi, dalam Seminar Nasional Garam 2015, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Dia melanjutkan, jika sisa garam konsumsi digunakan untuk kebutuhan industri, maka Indonesia akan kehabisan garam konsumsi pada tahun depan. Hal ini karena sisa 400 ribu garam konsumsi telah digunakan serta panen garam sendiri terjadi pada Juli-November.

"Jadi untuk tahun depannya, pemerintah tetap mengimpor garam konsumsi untuk kebutuhan Januari hingga Juni. Selain itu, kita juga mengimpor garam industri. Jadi impor kita double, untuk garam konsumsi dan garam industri," papar Partogi.

Menurut dia, impor garam berfungsi untuk memberi keberlanjutan industri yang menggunakan bahan baku garam. Sehingga, industri jadi lebih berkembang dan dapat berkontribusi bagi peningkatan ekspor nasional.

"Berarti kita akan dapat pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Namun yang utama, adalah kesejahteraan masyarakat dan petani garam agar mendapat kehidupan yang lebih baik,"kata Partogi.

Di tempat yang sama Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia Tony Tanduk mengakui bahwa petani lokal belum mampu memproduksi garam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri. "Produksi garam petani lokal saat ini baru digunakan untuk konsumsi dan pengasinan ikan," kata Tony Tanduk.

Untuk itu, Tony berharap petani lokal terus meningkatkan produktivitas dari segi kuantitas maupun kualitas garamnya, agar garam konsumsi lokal tersebut dapat terserap secara maksimal di dalam negeri.

Sehingga, lanjut Tony, ia berharap petani garam lokal tidak lagi memproduksi garam jenis K3, yaitu garam dengan kandungan NaCL di bawah 85 persen. "Kalau dibawah 85 persen itu sudah agak sulit untuk dimurnikan. Kalaupun bisa, itu membutuhkan biaya yang sangat tinggi," kata Tony.

Dengan demikian, tambah Tony, AIPGI berharap petani memproduksi garam jenis K1, yaitu yang mengandung NaCL hingga 94,7 persen dan K2, yang mengandung NaCL antara 85-90 persen.

Saat ini, luas lahan garam terpasang Nasional mencapai 25 ribu hektar dengan produksi rata-rata 1,7 juta ton per tahun, yang terdiri dari kualitas (Kw1) 30 persen, (Kw2) 30 persen dan (Kw3) 40 persen. Adapun Kw1 berkadar NaCl minimal 94 persen, Kw2 berkadar NaCl minimal 90-93 persen dan Kw3 berkadar NaCl lebih rendah dari 90 persen.

Sedangkan, kualitas garam yang dibutuhkan oleh Industri Aneka Pangan berkadar NaCl 96 persen dengan Calsium dan Magnesion maksimal 600 ppm, Industri Kimia berkadar NaCl 96 persen, Industri Farmasi berkadar NaCl minimal 99,9 persen dan garam rumah tangga berkadar NaCl minimal 94 persen.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, kebutuhan garam nasional hingga akhir tahun diperkirakan mencapai 3,6 juta ton dan permintaan paling berasal dari sektor aneka pangan serta farmasi.

"Luas lahan garam eksisting nasional sekitar 25.000 Ha dengan produksi rata-rata pertahun hanya 1,7 juta ton. Bagi sektor industri, sebagin besar bahan baku seperti garam harus diimpor dengan kualitas khusus," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kemenperin, Harjanto.

Kualitas garam yang dibutuhkan oleh sektor industri, menurut Harjanto, tidak hanya terbatas pada NaCl yang tinggi minimal 97%. "Masih ada kandungan logam berat lainnya yang harus diperhatikan seperti kalsium dan magnesium dengan kadar maksimal 600 ppm untuk industri aneka pangan dan industri soda kostik. Pada sektor industri farmasi, dibutuhkan NaCl 99,9% hingga 100% untuk memproduksi infuse dan cairan pembersih darah," paparnya.

Untuk memenuhi kebutuhan garam nasional, lanjut Harjanto, pemerintah telah mencanangkan program intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pegaraman. "Melalui prograan intensifikasi, akan dilakukan optimalisasi laahan pegaraman yang ada melalui penataan lahan, waduk penampungan, lahan penguapan, meja pegaraman hingga perbaikan saluran primer dan pengadaan alat pencucian maupun iodisasi," ujarnya.

Harjanto menambahkan, kegiatan intensifikasi telah dilakukan di sentra-sentra produksi garam yang ada dan progran eksistensifiksi merupakan program pemanfaatan lahan-lahan potensi yang belum dikelola secara optimal.

Terkait produksi garam dalam negeri, pada kesempatan sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti memastikan Indonesia harus mampu mencapai swasembada garam pada akhir 2015. “Mereka menetapkan target swasembada garam tahun 2017. Saya pikir itu terlalu lama, saya minta 2015,” tegas dia.

Susi menyatakan, Indonesia harus mencapai swasembada garam pada akhir 2015 dan untuk itu pemerintah akan menyiapkan teknologi pembuatan garam meskipun harus membelinya dari luar.

BERITA TERKAIT

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…