Ketimpangan Pembangunan

 

Bila menyimak kinerja makro ekonomi Indonesia 2014 dibandingkan dengan Eropa dan Amerika Serikat, ternyata ekonomi domestik hanya mampu tumbuh 5,2%, terendah dalam sepuluh terakhir ini. Belum lagi melihat sisi inflasi yang terus ditekan rendah mencapai 4% plus minus 1% pada 2015, indeks harga saham gabungan (IHSG)  berada stagnan di kisaran 5.000 serta nilai produk domestik bruto  (PDB) mencapai Rp 10 triliun lebih, merupakan bukti kondisi ekonomi nasional agak memprihatinkan di tengah ancaman krisis global.

Meski sebelumnya dalam 8 tahun terakhir, pendapatan per kapita naik lebih dari 3,2 kali dari semula US$1.110 (2004) menjadi US$4.500 (2014), kondisi pertumbuhan ekonomi sekarang menghadapi dilemma, apalagi ancaman inflasi meningkat jelang bulan puasa dan lebaran, akan membuat daya beli masyarakat makin tertekan.

Lembaga rating internasional pun menilai Indonesia akan masuk kategori investment grade. Namun, di balik berbagai prestasi pembangunan itu ternyata masih ada sejumlah ironi seperti ketimpangan pendapatan antarpenduduk, ironi penciptaan lapangan kerja yang semakin mengecil, dan ironi penurunan jumlah kemiskinan yang rendah. Semua itu bermuara pada defisit kesejahteraan rakyat.

Maraknya pembangunan ekonomi memang mengesankan, walau meninggalkan residu yang tidak kecil di masyarakat. Bila tak ditangani, ini bakal meninggalkan “bom waktu” yang tidak kalah serius. Sampai saat ini kue pembangunan masih terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera. Kawasan barat Indonesia (Sumatera dan Jawa) menguasai sekitar 82% PDB nasional, jauh meninggalkan kawasan timur Indonesia yang hanya menempati 18%.

Keunggulan Jawa atas non-Jawa terlihat kasat mata.  pada 2013 Jawa menguasai 58% PDB nasional dengan tiga provinsi (Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Timur)menguasai 46% PDB nasional. Ketimpangan antarsektor tidak kalah serius. Pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir hanya didorong sektor modern (non tradable) seperti sektor transportasi, keuangan, jasa, komunikasi, real estat, dan perdagangan/ hotel/restoran.

Pada akhir tahun lalu, pertumbuhan sektor non tradable cukup tinggi,melampaui rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional (6,3%). Sebaliknya, sektor tradable (pertanian, pertambangan, dan manufaktur) hanya tumbuh rendah. Ketimpangan pertumbuhan sektor tradable vs non tradable memiliki implikasi serius karena terkait pembagian kue dan surplus ekonomi. Karena sektor non tradable bersifat padat modal, teknologi dan pengetahuan.

Pelaku usahanya hanya segelintir orang. Sebaliknya, sektor tradable padat tenaga kerja. Karena karakteristiknya itu, penyerapan tenaga kerja sektor non tradable jauh lebih kecil dari sektor tradable. Ini tentu berimplikasi pada penyerapan tenaga kerja yang rendah dibandingkan 25 tahun lalu, dimana sektor tradable mampu menyentuh dimensi kesejahteraan.

Adalah benar jika pengamat ekonomi Khudori menilai kontribusi sektor pertanian pada PDB nasional pada 2014 hanya 14,4%. Padahal, sektor ini menampung 43% dari total tenaga kerja. Akibatnya, sektor pertanian kian involutif, yang ditandai masifnya tingkat kemiskinan di perdesaan. Ini yang kemudian memunculkan ketimpangan berupa disparitas pendapatan antarpenduduk. Kesenjangan kian melebar, persis seperti istilah “ yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin”. Karena itu pemerintah patut mewaspadainya secara cermat.

Ini terlihat dari meroketnya Gini Rasio: dari 0,32 pada 2004 jadi 0,41 pada 2013 (makin tinggi berarti makin timpang). Sejak gemuruh pembangunan dilakukan pada 1966,ini pertama kalinya Gini Rasio Indonesia masuk ketimpangan menengah (di bawah 0,4 masuk ketimpangan rendah). Kesenjangan akut tampak dari penguasaan kue ekonomi. Pada 2010 kekayaan 40 orang terkaya sebesar Rp680 triliun (USD71,3 miliar),setara 10,3% PDB Indonesia.

 

BERITA TERKAIT

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…