Triwulan I-2015 - Industri Makanan dan Minuman RI Tumbuh 8,16%

NERACA

Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) nasional memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian terus mendorong pengembangan industri mamin nasional. Pada triwulan I tahun 2015, pertumbuhan industri mamin nasional mencapai 8,16% atau lebih tinggi dari pertumbuhan industri non migas sebesar 5,21%. Sedangkan, pertumbuhan ekonomi nasional mencapai4,71%. Hal tersebut disampaikan Menteri Perindustrian Saleh Husin dalam sambutannya pada acara pembukaan Pameran Produk Industri Makanan dan Minuman di Plasa Pameran Industri, Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (26/5).

Pameran yang diselenggarakan selama empat hari, tanggal 26 - 29 Mei 2014 dan dibuka untuk umum pukul 10.00 - 17.00 WIB, diharapkan dapat menjadi wahana pendorong bagi para pengusaha di bidang industri makanan dan minuman untuk memperkenalkan produk, kualitas dan citra merek serta memperoleh berbagai masukan atau keinginan dari pelanggannya. 

“Sektor industri makanan dan minuman berkontribusi sebesar 29,95% terhadap PDB industri pengolahan non migas, sedangkan industri non migas berkontribusi sebesar 86,4% terhadap industri pengolahan atau sebesar 18,27% terhadap PDB Nasional,” papar Menperin.

Di samping itu, kontrbusi besar industri mamin nasional terlihat dari sumbangan nilai eksporyang terus naik mencapai USD456,6jutapada Januari 2015,dibandingkan nilai ekspor pada Januari 2014 sebesar USD411,5juta. Selanjutnya, perkembangan realisasi investasi sektor industri mamintriwulan I tahun 2015sebesar Rp. 6.167 miliar untuk PMDN dan PMA sebesar USD 533,8 juta.

“Industri makanan dan minuman menduduki posisi strategis dalam penyediaan produk siap saji yang aman, bergizi dan bermutu,” tegas Menperin. Agar memenuhi ketiga aspek utama tersebut, langkah yang dilakukan antara lain mendorong penerapan SNI,Good Manufacturing Practices (GMP), Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP), Food Hygiene, Food Safety, Food Sanitation, dan penerapan Standar Pangan Internasional (CODEX Alimentarius) yang menjamin bahwa perusahaan telah menerapkan cara pengolahan dan sistem manajemen keamanan pangan yang baik mulai dari pemilihan bahan baku, pengolahan, pengemasan, serta distribusi dan perdagangannya.

Dalam persaingan global, Menperin mengatakan, Indonesia saat ini harus berpartisipasi aktif di dalam forum Codex Allimentarius Commission (CAC) yang bertujuan untuk membahas standar mutu dan keamanan pangan dunia yang terkait dengan kepentingan industri. “Dalam proses integrasi ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun ini, sektor pangan merupakan salah satu sektor yang akan dipercepat pelaksanaannya,” pungkas Menperin.

Harga produk makanan dan minuman (mamin) diperkirakan meningkat hingga 15% akibat biaya produksi terus meningkat seiring melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). “Kenaikan produk mamin ini tentu akan membebani masyarakat. Namun, industri mamin tertekan dengan melonjaknya harga bahan baku,” kata Direktur Industri Minuman dan Tembakau, Kementerian Perindustrian, Faiz Ahmad, di Jakarta, belum lama ini.

Industri mamin dalam negeri, menurut Faiz, masih tergantung pada bahan baku impor, sebesar 70%. Tren pelemahan rupiah membuat biaya produksi melonjak tajam. “Pelemahan rupiah membuat biaya produksi meningkat hingga 10%, bahkan hal tersebut juga berimplikasi pada biaya distribusi yang diprediksi meningkat hingga 5%,” paparnya.

Faiz menilai, biasanya menjelang puasa harga mamin naik, tapi dengan rupiah yang melemah ini harganya akan naik lebih mahal lagi. “Kami yakin ini akan berat, naiknya mendekati puasa. Konsumen akan membeli mesipun harganya tinggi,” ujarnya.

Disisi lain, Pertumbuhan ekspor dan investasi makanan dan minuman (mamin) pada kuartal I-2015 diperkirakan melambat dibanding tahun sebelumnya. Ekspor mamin diprediksi hanya tumbuh 4-5 persen menjadi US$ 1,31 miliar (setara Rp 17,24 triliun) pada kuartal I-2015, dibanding periode sama tahun lalu sebesar 9 persen.

“Berkurangnya permintaan global dan kondisi di dalam negeri yang relatif tidak stabil, turut berdampak pada ekspor,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman.

Adhi mengungkapkan, perlambatan ekonomi yang terjadi di pasar global, terutama Eropa, membuat permintaan produk mamin asal Indonesia juga mengalami penurunan. Sementara suku bunga di dalam negeri yang tinggi, membuat pelaku usaha sulit mengembangkan bisnisnya.

BERITA TERKAIT

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

Konsumsi Energi Listrik SPKLU Meningkat 5,2 Kali Lipat - MUDIK LEBARAN 2024

NERACA Jakarta – Guna memanjakan pemudik yang menggunakan kendaraan listrik EV (Electric Vehicle), 1.299 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum…

BERITA LAINNYA DI Industri

Hingga H+3 Pertamina Tambah 14,4 juta Tabung LPG 3 Kg

NERACA Malang – Selama Ramadhan hingga H+3 Idul Fitri 2024, Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina Patra Niaga, telah menambah pasokan…

Pengembangan Industri Pengolahan Kopi Terus Dirorong

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong perkembangan industri pengolahan kopi nasional. Hal ini untuk semakin mengoptimalkan potensi besar…

Konsumsi Energi Listrik SPKLU Meningkat 5,2 Kali Lipat - MUDIK LEBARAN 2024

NERACA Jakarta – Guna memanjakan pemudik yang menggunakan kendaraan listrik EV (Electric Vehicle), 1.299 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum…