Sudah Diproduksi Dalam Negeri - Harga Obat Kanker Lebih Terjangkau

 

Kini Harga Obat Kanker Lebih Terjangkau Karena Diproduksi Dalam Negeri
Sebuah titik cerah di dunia kesehatan Indonesia kembali terbit, setelah sejak 2014 PT. Kalbe Farma telah resmi mengoperasikan pabrik obat kanker di kawasan Pulogadung, Jakarta. Demikiannya hal ini berdampak pada lebih terjangkaunya harga obat kanker di Indonesia.
Sebagaimana disampaikan Michael Buyung Nugroho, Direktur PT. Kalbe Farma Tbk., "Dengan adanya pabrik tersebut, harga obat kanker dapat ditekan sampai dengan 40 persen," pada kesempatan jumpa pers di Kalbe Oncology Forum Sabtu (2/5/2015).
Usaha produksi mandiri ini dapat terealisasi setelah Kalbe melakukan transfer teknologi dengan Samyang Pharmaceutical, Korea Selatan.
Dengan produk obat kanker yang telah tersedia untuk kemoterapi dan terapi penunjang kemo, serta nutrisi untuk pasien, Kalbe memberikan harapan pada dunia kesehatan Indonesia, pada khususnya onkologi. Pasalnya, kanker telah lama menjadi momok yang diderita masyarakat Indonesia.
Sebagaimana terlansir dari data Jamkesmas pada tahun 2012, pengobatan kanker telah menghabiskan Rp.144,7 miliar. Demikiannya kehadiran obat kanker dengan harga yang lebih terjangkau dapat membantu meringankan beban biaya rakyat Indonesia dalam mengupayakan penanganan penyakit kanker.
Obat-obat tersebut diantaranya adalah:Paxus, Carcan, Carbooplatin, Ciscan, Cipslatin, dan Doxorubicin.
Lebih lanjut Michael menerangkan telah terdapat sedikitnya 16 jenis obat kanker generik yang diproduksi Kalbe di Indonesia. Lima diantaranya dalam proses penerbitan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan 11 lainnya telah dipasarkan.
Tak lain langkah memproduksi obat dalam negeri ini bersinergi dengan program pemerintah, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam usaha menjawab kebutuhan obat kanker di dalam negeri yang lebih terjangkau masyarakat.
Kanker bukan lagi penyakit langka. Sepanjang 2014, terdapat 347.792 kasus kanker di Indonesia. Dan dari jumlah itu, kanker payudara merupakan yang terbanyak. Namun perawatan kanker itu sendiri masih memiliki sejumlah hambatan.
Iwan Dwiprahasto, Ketua Divisi Pharmacoepidemiology dan Pharmacoeconomics UGM, mengatakan setidaknya ada enam tantangan dan hambatan dalam perawatan kanker di Indonesia, dan persoalan itu harus segera dicarikan solusinya.
“Indonesia ini negara kepulauan dengan luas wilayah yang cukup kompleks. Kendala utama tentu soal akses,” ujarnya.
Iwan menjelaskan, kendala pertama adalah minimnya program deteksi kanker sejak dini. Banyak penderita kanker yang mengetahui penyakitnya ketika sudah masuk stadium lanjut. Sedangkan kanker yang memasuki stadium lanjut sangat sulit disembuhkan, bahkan tidak bisa disembuhkan. Pada akhirnya, pengobatan hanya untuk bertahan hidup dalam jangka waktu tertentu.
Kendala kedua, tutur Iwan, adalah sulitnya akses terhadap diagnosis yang komprehensif. Banyak rumah sakit di berbagai daerah yang tidak memiliki fasilitas mumpuni untuk diagnosis kanker.“Tidak hanya itu, ketiga, biaya diagnosis itu sendiri juga sangat mahal,” ucapnya.
Selain itu, Iwan menyebut ada fenomena para penderita kanker mendatangi klinik herbal yang mengklaim bisa mengobati kanker. Padahal itu yang dihilangkan hanyalah rasa sakit. Sedangkan sel kankernya masih bersemayam di tubuh pasien.“Ketika para pasien menyadari dan datang ke rumah sakit, semuanya sudah terlambat,” kata Iwan.
Fenomena tersebut, ujar dia, merupakan dampak dari hambatan kelima, yakni mahalnya harga obat kanker. Bahkan ada obat yang harganya sekitar Rp 200 ribu per butir, dan itu harus diminum tiga kali sehari. Itu artinya, untuk bertahan hidup sebulan, dibutuhkan sekitar Rp 18 juta.
Terakhir, tidak tersedianya obat-obat kanker tersebut di seluruh pelosok negeri. Menurut Iwan, perusahaan farmasi hanya menyediakan obat kanker di kota-kota besar.

 

 

Sebuah titik cerah di dunia kesehatan Indonesia kembali terbit, setelah sejak 2014 PT. Kalbe Farma telah resmi mengoperasikan pabrik obat kanker di kawasan Pulogadung, Jakarta. Demikiannya hal ini berdampak pada lebih terjangkaunya harga obat kanker di Indonesia.

Sebagaimana disampaikan Michael Buyung Nugroho, Direktur PT. Kalbe Farma Tbk., "Dengan adanya pabrik tersebut, harga obat kanker dapat ditekan sampai dengan 40 persen," pada kesempatan jumpa pers di Kalbe Oncology Forum di Jakarta.

Usaha produksi mandiri ini dapat terealisasi setelah Kalbe melakukan transfer teknologi dengan Samyang Pharmaceutical, Korea Selatan.

Dengan produk obat kanker yang telah tersedia untuk kemoterapi dan terapi penunjang kemo, serta nutrisi untuk pasien, Kalbe memberikan harapan pada dunia kesehatan Indonesia, pada khususnya onkologi. Pasalnya, kanker telah lama menjadi momok yang diderita masyarakat Indonesia. Sebagaimana terlansir dari data Jamkesmas pada tahun 2012, pengobatan kanker telah menghabiskan Rp.144,7 miliar. Demikiannya kehadiran obat kanker dengan harga yang lebih terjangkau dapat membantu meringankan beban biaya rakyat Indonesia dalam mengupayakan penanganan penyakit kanker.

Obat-obat tersebut diantaranya adalah:Paxus, Carcan, Carbooplatin, Ciscan, Cipslatin, dan Doxorubicin.

Lebih lanjut Michael menerangkan telah terdapat sedikitnya 16 jenis obat kanker generik yang diproduksi Kalbe di Indonesia. Lima diantaranya dalam proses penerbitan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan 11 lainnya telah dipasarkan.Tak lain langkah memproduksi obat dalam negeri ini bersinergi dengan program pemerintah, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam usaha menjawab kebutuhan obat kanker di dalam negeri yang lebih terjangkau masyarakat.

Kanker bukan lagi penyakit langka. Sepanjang 2014, terdapat 347.792 kasus kanker di Indonesia. Dan dari jumlah itu, kanker payudara merupakan yang terbanyak. Namun perawatan kanker itu sendiri masih memiliki sejumlah hambatan.

Iwan Dwiprahasto, Ketua Divisi Pharmacoepidemiology dan Pharmacoeconomics UGM, mengatakan setidaknya ada enam tantangan dan hambatan dalam perawatan kanker di Indonesia, dan persoalan itu harus segera dicarikan solusinya.“Indonesia ini negara kepulauan dengan luas wilayah yang cukup kompleks. Kendala utama tentu soal akses,” ujarnya.

Iwan menjelaskan, kendala pertama adalah minimnya program deteksi kanker sejak dini. Banyak penderita kanker yang mengetahui penyakitnya ketika sudah masuk stadium lanjut. Sedangkan kanker yang memasuki stadium lanjut sangat sulit disembuhkan, bahkan tidak bisa disembuhkan. Pada akhirnya, pengobatan hanya untuk bertahan hidup dalam jangka waktu tertentu.

Kendala kedua, tutur Iwan, adalah sulitnya akses terhadap diagnosis yang komprehensif. Banyak rumah sakit di berbagai daerah yang tidak memiliki fasilitas mumpuni untuk diagnosis kanker.“Tidak hanya itu, ketiga, biaya diagnosis itu sendiri juga sangat mahal,” ucapnya.

Selain itu, Iwan menyebut ada fenomena para penderita kanker mendatangi klinik herbal yang mengklaim bisa mengobati kanker. Padahal itu yang dihilangkan hanyalah rasa sakit. Sedangkan sel kankernya masih bersemayam di tubuh pasien.“Ketika para pasien menyadari dan datang ke rumah sakit, semuanya sudah terlambat,” kata Iwan.

Fenomena tersebut, ujar dia, merupakan dampak dari hambatan kelima, yakni mahalnya harga obat kanker. Bahkan ada obat yang harganya sekitar Rp 200 ribu per butir, dan itu harus diminum tiga kali sehari. Itu artinya, untuk bertahan hidup sebulan, dibutuhkan sekitar Rp 18 juta.

Terakhir, tidak tersedianya obat-obat kanker tersebut di seluruh pelosok negeri. Menurut Iwan, perusahaan farmasi hanya menyediakan obat kanker di kota-kota besar.

BERITA TERKAIT

Hadirkan Inspirasi Cinta Budaya Lokal - Lagi, Marina Beauty Journey Digelar Cari Bintangnya

Mengulang kesuksesan di tahun sebelumnya, Marina Beauty Journey kembali hadir mendorong perempuan muda Indonesia untuk memaknai hidup dalam kebersamaan dan…

Mengenal LINAC dan Brachytherapy Opsi Pengobatan Kanker

Terapi radiasi atau radioterapi, termasuk yang menggunakan Linear Accelerator (LINAC) dan metode brachytherapy telah menjadi terobosan dalam dunia medis untuk…

Masyarakat Diminta Responsif Gejala Kelainan Darah

Praktisi kesehatan masyarakat, dr. Ngabila Salama meminta masyarakat untuk lebih responsif terhadap gejala kelainan darah dengan melakukan pemeriksaan atau skrining.…

BERITA LAINNYA DI Kesehatan

Hadirkan Inspirasi Cinta Budaya Lokal - Lagi, Marina Beauty Journey Digelar Cari Bintangnya

Mengulang kesuksesan di tahun sebelumnya, Marina Beauty Journey kembali hadir mendorong perempuan muda Indonesia untuk memaknai hidup dalam kebersamaan dan…

Mengenal LINAC dan Brachytherapy Opsi Pengobatan Kanker

Terapi radiasi atau radioterapi, termasuk yang menggunakan Linear Accelerator (LINAC) dan metode brachytherapy telah menjadi terobosan dalam dunia medis untuk…

Masyarakat Diminta Responsif Gejala Kelainan Darah

Praktisi kesehatan masyarakat, dr. Ngabila Salama meminta masyarakat untuk lebih responsif terhadap gejala kelainan darah dengan melakukan pemeriksaan atau skrining.…