Strategi Pemerintah Hadapi Perlambatan Ekonomi

 

 

NERACA

Jakarta – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2015 yang mencapai 4,71% terbilang cukup rendah. Namun begitu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan bahwa pihaknya akan lebih fokus untuk menjaga stabilitas makroekonomi, memperkuat struktur budget di sektor riil dan mendorong investasi. Hal itu dilakukan dengan harapan dapat memperbaiki pertumbuhan ekonomi nasional.

Selain itu, pemerintah juga akan fokus menjaga defisit transaksi berjalan atau current account deficit meskipun di saat yang sama pemerintah tengah menghadapi penurunan harga komoditas dan minyak dunia “‎Kita upayakan mengurangi defisit neraca jasa dan pendapatan, misalnya dengan mengeluarkan insentif fiskal untuk industri yang memproduksi barang intermediate, perusahaan yang mereinvestasi dividennya ke dalam negeri dan memperkuat industri reasuransi dan perkapalan,” ujar Bambang di Jakarta, Selasa, (26/5).

Lebih lanjut Bambang menambahkan, sejauh ini pemerintah terus memperbaiki struktur belanja Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dengan mengarahkannya ke sektor yang lebih produktif. Namun hal tersebut dengan catatan, tetap menjaga defisit fiskal ‎di level yang tertata (manageable). “‎Pemotongan subsidi telah direalokasikan untuk belanja modal dan program kesejahteraan sosial,” tukasnya.

Di luar itu, pemerintah juga bakal meningkatkan kepatuhan pajak dan memperluas basis pajak. Dimana baru-baru ini, pemerintah memperkenalkan kebijakan reinventing yang mirip dengan kebijakan Sunset Policy yang pernah diberlakukan pada 2008-2009, yang kerap disebut Sunset Policy jilid II. “‎Wajib pajak diberikan kesempatan untuk memperbaiki datanya selama lima tahun ke belakang tanpa dikenai denda (bunga). Bedanya dengan sunset policy, reinventing, sekarang petugas Dirjen Pajak punya data verifikasi yang lebih ekstensif,” ucap Bambang.

Strategi lainnya, lanjut Bambang, yakni dengan mempercepat pembangunan dan mengoptimalkan peran BUMN sebagai agen perubahan. “‎Sekitar Rp67 triliun tahun ini dialokasikan untuk PMN mayoritas untuk sektor infrastruktur,” tutup Bambang.

Staf khusus Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Arif Budimanta mengatakan pemerintah serius mengatasi perlambatan pertumbuhan ekonomi, salah satunya dengan berupaya menekan inflasi dan menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya. “Terkait target pertumbuhan, target ada dua hal yang sekarang lagi dilakukan proses penyempurnaan terhadap target inflasi karena pertumbuhan bagus harus dikuti dengan menyerap lapangan pekerjaan yang banyak, kemudian inflasinya terkendali dan berada pada level yang rendah, terutama pada stabilitas bahan makanan," ujarnya.

Pengamat ekonomi Monica Wihardja dari Universitas Indonesia mengatakan perlambatan ekonomi Indonesia saat ini sangat mengkhawatirkan dan pemerintah harus berhati-hati terhadapnya. Fluktuasi harga komoditas pangan terutama beras harus terkendali, ujarnya, dan ia mengingatkan jika kebutuhan pokok sulit terjangkau masyarakat karena harga melonjak akan berdampak negatif pada kondisi sosial dan politik.

“Harga beras kita itu hampir dua kali harga internasional, dan bisa dibilang beras itu bukan hanya komoditas biasa ini komoditas sosial dan politik. Yang saya agak takut itu adalah mungkin kalau ekonomi melemah itu masih oke, tetapi ekonomi melemah dicampur dengan politik yang masih gonjang-ganjing itu bahaya. Pemerintah harus segera melakukan konsolidasi. Ini masa dimana kita harus serius," ujarnya.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan sebenarnya pertumbuhan ekonomi dapat tumbuh 5 persen tanpa campur tangan pemerintah. Saat ini pertumbuhan sektor industri mencapai 3,87 persen. "Pemerintah enggak hanya tidur tetapi ngerecokin," katanya.

Enny menambahkan, bentuk gangguan pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi yang ikut memperlemah sektor konsumsi adalah kenaikan harga BBM dan elpiji. Kenaikan tersebut membuat konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat anjlok. Selain itu adanya high cost economy yang menyebabkan kinerja sektor riil turun. Diantara high cost tersebut adalah, suku bunga yang tinggi, mahalnya biaya transportasi dan logistik, kenaikan upah dan depresiasi rupiah. "Itu semua menjadi tekanan dunia usaha kita," katanya.

BERITA TERKAIT

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Perhatikan Batasan dalam Berkonten di Media Sosial

  NERACA Jember - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) berkomitmen meningkatkan literasi digital masyarakat menuju Indonesia #MakinCakapDigital2024. Dalam rangka…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Perhatikan Batasan dalam Berkonten di Media Sosial

  NERACA Jember - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) berkomitmen meningkatkan literasi digital masyarakat menuju Indonesia #MakinCakapDigital2024. Dalam rangka…