Pasar Tunggu Gebrakan BI Pangkas BI Rate

NERACA

Jakarta – Rencana Bank Indonesia (BI) memberikan kelonggaran soal aturan terkait "loan to value" (LTV) pada kredit pemilikan rumah (KPR) direspon positif oleh pelaku industri properti lantaran bakal mampu mendongkrak penjualan perumahan dan begitu juga dengan masyarakat akan mudah memiliki rumah baru. Namun sejatinya aturan tersebut harus di dukung dengan kebijakan BI yang harus memangkas suku bunga acuan (BI Rate) yang saat ini dirasakan masih tinggi yaitu 7,5%.

Gebrakan BI memberikan aturan kelonggaran LTV dinilai belum optimal, jika belum di iringi dengan penurunan BI Rate. Oleh karena itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto meminta Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan perbankan untuk mendorong dunia usaha di tengah situasi ekonomi yang melambat,”Turunkan BI Rate, jangan pikirkan hanya sudut pandang BI saja, tapi lihat kepentingan semua sektor,”tegasnya di Jakarta, Senin (25/5).

Suryo mengatakan, pihaknya prihatin dengan kondisi yang melanda perekonomian Indonesia belakangan ini. Tren pelemahan ekonomi global yang terjadi itu juga dirasakan oleh dunia usaha. Sayangnya, katanya, faktor eksternal tersebut masih harus ditambah dengan tingginya bunga bank yang ditetapkan BI,”Bunga bank di Indonesia cukup tinggi, sedangkan di negara-negara tetangga bunga bank itu hanya separuh dari nilai yang berlaku di dalam negeri. Dari situ saja kita sudah lihat betapa tidak diuntungkannya posisi dunia usaha Indonesia," katanya.

Bunga bank yang tinggi, menurut dia, bisa membuat dunia usaha kelimpungan dalam menjalankan usaha di tengah melemahnya penjualan, produksi hingga ekspor,”Saat ini semuanya melemah, sehingga kita sudah lihat banyak PHK. Maka pemerintah harus menyusun langkah untuk menetralisir keadaan ini dan agar situasi ini tidak berkelanjutan," paparnya.

Oleh karena itu, Suryo meminta pemerintah untuk memberikan kebijakan dan strategi khusus serta insentif untuk membantu dunia usaha,”Kalau BI Rate bisa diturunkan, ya turunkan. Tidak perlu terlalu memikirkan sudut pandang BI karena kita harus melihat secara holistik kepentingan semua sektor. Memang ada risiko, tapi kadang risiko itu perlu kita ambil kalau ingin menyelamatkan ekonomi secara keseluruhan," ujarnya.

Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Selasa (19/5) memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,5% dengan suku bunga Deposit Facility 5,5% dan Lending Facility pada level 8%,”Keputusan tersebut sejalan dengan kebijakan moneter yang cenderung ketat untuk menjaga agar inflasi berada dalam sasaran 4 plus minus 1 persen pada 2015 dan 2016, serta mengarahkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat dalam kisaran 2,5-3% terhadap PDB dalam jangka menengah," kata Gubernur BI Agus Martowardojo.

Keputusan BI mempertahankan BI rate di level 7,5% tersebut adalah ketiga kalinya setelah pada Februari 2015 menurunkan tingkat suku bunga acuan dari 7,75% menjadi 7,5%. Faktor eksternal dan domestik menjadi pertimbangan BI menerapkan kebijakan moneter ketat. Masih tingginya BI Rate, mendapatkan respon serius dari Presiden Joko Widodo yang meminta Bank Indonesia agar menurunkan kembali suku bunga acuan. "BI Rate sudah turun kemarin, dan kalau kondisi inflasi bisa diteken di bawah 5% atau di bawah 4%, tentu saja BI harus mengikuti dengan menurunkan kembali BI Rate," kata Presiden.

Menurut Jokowi, saat ini yang terpenting pemerintah dan BI memiliki tugas untuk menjaga agar inflasi menjadi serendah mungkin. "Kita harus melihat kemarin Januari sudah deflasi. Nanti kalau berulang terus, Februari, Maret, itu bisa di bawah empat persen, gampang menurunkaninterest rate-nya," kata Jokowi.

Dengan keadaan tersebut, otomatis kata Jokowi bunga kredit perbankan harus turun. Diakui Jokowi, masih banyaknya perbankan belum menurunkan bunga kredit walaupun BI Rate sudah turun, karena banyak faktor. "Kan banyak faktor, misalnyacost of fundsnya, di situ kalau ada biaya-biaya itu bisa turun mereka juga akan turun," tuturnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Eksekutif Bidang Pengawasan Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida mengatakan, turunnya tingkat suku bunga acuan dianggap mendapatkan respon positif dari pasar. "Kalau dengan suku bunga yang lebih rendah, ekonomi akan berjalan. Sehingga perekonomian Indonesia lebih baik, liquidity di market juga akan jalan,” katanya. bani

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…