Tantangan Berat Hadapi MEA 2015 - ALFI: Infrastruktur dan Tarif Bikin Ongkos Logistik Mahal

NERACA

Jakarta - Sekertaris Jenderal Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Akbar Johan menilai sektor logistik masih menghadapi tantangan berat saat penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir 2015. Faktor daya saing logistik masih terpuruk yang menyebabkan biaya logistik tinggi, sehingga membuat Indonesia tidak mudah memasuki liberalisasi ekonomi ASEAN pada akhir tahun ini.

Menurut Akbar dengan kondisi tersebut, tantangan sektor logistik Indonesia semakin berat mengingat banyak juga persoalan khususnya terkait infrastruktur penunjang sektor logistik di Indonesia.

"Salah satu persoalannya adalah infrastruktur penunjang logistik yang buruk sehingga mengakibatkan biaya logistik di dalam negeri masih cenderung mahal dan kondisi tersebut diperparah dengan tren kenaikan tarif kepelabuhanan maupun bandar udara," kata Akbar kepada Neraca, akhir pekan lalu.

Lebih lanjut Akbar mengatakan, persoalan lain yang menyangkut sektor logistik adalah perlu disempurnakannya aturan perundang-undangan di bidang logistik dan pelaksanaan Sistem Logistik Nasional (Sislognas) yang berjalan lambat.

"Selain itu, juga persoalan stimulus fiskal dan moneter bagi usaha logistik yang belum setara seperti negara lainnya dan ada masalah mencakup dominasi BUMN penunjang logistik yang mengancam keberlangsungan usaha swasta," katanya.

Akbar menambahkan permasalahan tersebut akan dibahas tuntas agar mampu memberikan kepastian termasuk revisi KM Perhubungan No.10/1988 tentang Jasa Pengurusan Transportasi.

Menurut dia, revisi KM tersebut harus bisa memberikan kepastian usaha bagi ribuan usaha logistik yang ada di Indonesia. "Sikap kami adalah bagaimana usaha logistik nasional terlindungi, dan kami menolak kebijakan yang berpotensi mengancam usaha sektor logistik," paparnya.

Untuk itu, sambung Akbar, Indonesia harus memiliki persiapan untuk menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN pada 2015 termasuk di bidang logistik. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan terus meningkatkan infrastruktur untuk membantu penurunan biaya logistik Indonesia. Dengan kapasitas Indonesia sekarang ini, perlu waktu dua tahun setelah AEC diterapkan untuk Indonesia secara utuh mampu bersaing dengan negara lain.

"Siap dan tidak siap sudah disepakati, saya pikir kita harus ada persiapan, masih ada satu tahunan lagi, tentu nanti tetap ada proses penyesuaian, ya satu sampai dua tahun lah, baru setelah itu adjust, terutama soal logistik," ungkapnya.

Meski begitu, Akbar mengaku optimistis, Indonesia akan menjadi pemimpin dalam dunia logistik meskipun saat ini biaya logistik dinilainya masih cukup tinggi.

Salah satu hal yang membuat dirinya optimistis adalah tingginya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia yang mencapai 250 juta jiwa dan semakin berkualitasnya komoditi asli Indonesia. Pesaing ketat Indonesia dalam menjajaki pasar ASEAN nantinya adalah tiga negara yang diakuinya lebih siap ketimbang Indonesia.

"Saat ini hanya ada tiga negara yang menurut saya lebih siap dan paling siap, yaitu Singapura, Malaysia, dan Thailand. Singapura itu sudah menerapkan single price untuk berbagai hal," jelasnya.

ALFI sendiri berharap dengan komitmen pemerintah untuk terus meningkatkan infrastruktur akan dapat membantu penurunan biaya logistik Indonesia sehingga nantinya akan mencapai 19% dari produk domestik bruto (PDB), saat ini biaya logistik berada di kisaran 24% dari PDB.

Seluruh negara ASEAN mulai  2015 akan menerapkan pasar bebas ekonomi. Hal itu menjadi perhatian beberapa negara mengingat hingga saat ini hanya ada beberapa negara yang menyatakan siap bersaing dengan negara-negara lainnya.

Sebelumnya, beberapa bulan lalu, survei yang dikeluarkan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) tentang kinerja logistik di 11 negara, dimana posisi Indonesia di tempatkan paling buncit. Artinya terendah dibandingkan dengan ke 11 negara tersebut. Hasil survei tersebut, Indonesia mendapatkan skor 2,5 dalam hal indeks kinerja logistik, dengan penjelasan skor 1 menunjukkan kinerja logistik yang paling rendah dan skor 5 untuk kinerja logistik yang terbaik. Sementara itu, untuk posisi puncak dihuni oleh Singapura dalam hal kinerja logistik dengan skor 4,25. Kemudian diikuti Afrika Selatan, Malaysia, Cile, Thailand, Brasil, Meksiko, India, Filipina, Vietnam.

Kalau berdasarkan survei Bank Dunia, Indonesia menempati peringkat ke-53 dari 160 negara dalam hal indeks kinerja logistik jauh di bawah beberapa negara berpendapatan menengah lainnya di kawasan Asia Tenggara.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…