Ijazah Palsu Bagian dari "Pembusukan" Pendidikan

NERACA

Jakarta - Mantan rektor UIN Jakarta Prof Komaruddin Hidayat mengatakan praktik jual beli ijazah dan ijazah palsu merupakan bagian dari "pembusukan" terhadap dunia pendidikan di Indonesia. 

"Dunia pendidikan Indonesia saat ini sedang mengalami krisis, karena banyak sekali kepalsuan dan 'pembusukan' yang justru dilakukan oleh kalangan pendidik sendiri," kata Komaruddin di Jakarta, Senin (25/5).

Komaruddin mengatakan praktik jual beli ijazah dan ijazah palsu hanya bagian kecil dari "pembusukan" tersebut. Selain ijazah palsu, masih ada kebocoran soal ujian yang dilakukan sendiri oleh guru pengawas dan karya ilmiah yang tidak dikerjakan sendiri oleh akademisi.

"Ujian yang dikerjakan dari soal yang bocor, berarti nilainya juga palsu. Gelar yang diperoleh dari skripsi, tesis maupun disertasi yang dikerjakan orang lain juga berarti palsu," tukasnya.

Dia juga mengatakan segala kepalsuan dan "pembusukan" itu merupakan proses panjang yang dilakukan oleh pihak-pihak yang juga sudah "busuk". Karena itu perlu ada pengawasan ketat untuk menghilangkan praktik "busuk" itu.

Menurut Komaruddin, pemerintah perlu melakukan pengawasan ketat terhadap perguruan tinggi untuk meminimalkan praktik jual beli ijazah dan ijazah palsu."Perguruan tinggi saat ini sangat banyak sehingga perlu ada pengawasan mutu. Memang itu tidak mudah. Kalaupun persoalan ijazah bisa diawasi, belum tentu persoalan lainnya bisa diawasi dan diselesaikan," tuturnya.

Kemudian dia menjelaskan pengawasan terhadap peredaran ijazah palsu harus dilakukan semua pihak, termasuk pemberi kerja dengan meneliti ijazah pelamar kerja."Pemberi kerja harus meneliti keabsahan ijazah para pelamar kerja. Perusahaan swasta biasanya relatif ketat, tetapi untuk pegawai negeri sepertinya agak longgar," kata Komaruddin. 

Komaruddin mengatakan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah seharusnya ketat dalam meneliti ijazah pegawai negeri sipil (PNS) karena berkaitan dengan kenaikan pangkat. Jangan sampai, ijazah yang dikeluarkan perguruan tinggi abal-abal diakui hanya untuk menaikan pangkat PNS.

Apalagi, ada beberapa orang yang sepertinya gemar mengoleksi gelar pendidikan mulai dari sarjana, master hingga doktor dengan berbagai tujuan."Padahal, kita sendiri tahu dia pejabat yang tentu sangat sibuk. Lalu, kapan kuliah dan membuat tesis atau disertasinya?" tuturnya.

Sebelumnya, Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Prof Sangkot Marzuki mengatakan munculnya kasus ijazah palsu karena adanya permintaan dari pihak-pihak akademisi yang tidak beretika."Ijazah palsu ada ya karena ada yang minta, itu yang menjadi kendala," katanya.

Dalam penjelasan tersebut, dia mengatakan budaya akademisi yang tidak beretika tersebut yang membuat banyaknya kecurangan terjadi di dunia pendidikan Indonesia. Hal tersebut harus diubah mulai dari mental akademisinya sendiri, ini sudah menyangkut nama baik seorang pemegang gelar.

"Seorang profesor, guru besar, itu kan digaji dan sesuai dengan bidang spesialisasinya, harus berdedikasi tidak bisa diberikan semena-mena oleh suatu instansi atau apapun," ujarnya.

Praktik jual beli ijazah dan ijazah palsu menjadi perhatian publik setelah ada pengaduan dari masyarakat terhadap 18 perguruan tinggi.

Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir mengancam akan menutup dan membubarkan pergururan tinggi yang melakukan transaksi jual beli ijazah."Kepada semua masyarakat mohon jangan melakukan transaksi jual beli ijazah. Kalau ada perguruaan tinggi yang menjual ijazah, akan saya tutup, saya bubarkan," tegasnya, usai menghadiri wisuda Universitas Jambi di Jambi, Jumat (22/5).

Nasir mengatakan penindakan tegas terhadap perguruan tinggi yang tidak menjalankan proses yang benar perlu dilakukan untuk meningkatkan marwah bangsa Indonesia, pendidikan negeri, pendidikan swasta maupun pendidikan tinggi.

"Masalah ijazah memang perlu kita lakukan penindakan, sebab ini sudah menjadi isu nasional. Dan kami akan melakukan inspeksi mendadak kemana dan di mana saja," ujarnya. Ant

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…