Indonesia Kekurangan Koperasi Pangan dan Energi

 

 

NERACA

 

Jakarta - Indonesia dinilai kekurangan lebih banyak koperasi yang bergerak pada sekor pangan dan energi karena selama ini 95 persen koperasi di Indonesia merupakan Koperasi Simpan Pinjam (KSP). "Kita minus koperasi di sektor pangan dan juga energi yang seharusnya menjadi sifat alamiahnya koperasi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari anggotanya dan masyarakat," kata Ketua Umum Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (Akses) Suroto di Jakarta, Senin (25/5).

Ditinjau dari kontribusi sektoralnya, kata dia, koperasi di Indonesia didominasi jasa simpan pinjam yang mencapai kurang lebih 95 persen. Ia menambahkan, dari total kredit yang disalurkan koperasi, peruntukannya juga masih terbatas pada kredit konsumtif.

Sementara itu, Suroto mengatakan, dilihat dari kemampuan memobilisasi modalnya, koperasi masih tergantung pada penyaluran dana pihak ketiga. "Di sisi lain, kita punya pengalaman gagal membangun koperasi sebagai kekuatan demokrasi ekonomi di masa lalu seperti Koperasi Unit Desa (KUD), karena kita lupa membangun koperasi sebagai infrastruktur sosial," tuturnya.

Menurut dia, koperasi hanya diberi fasilitas tapi tidak dibangun organisasinya sebagai lembaga demokrasi hingga pada akhirnya ketika fasilitasnya dicabut, maka koperasi rontok dengan sendirinya. Kenyataan tersebut kata dia menunjukkan bahwa koperasi yang selalu didengungkan sebagai soko guru ekonomi tidak sinkron dengan faktanya. "Komitmen untuk membangun koperasi sebagai jembatan demokratisasi ekonomi tidak ada dalam dunia nyata," ucapnya.

Kebijakan dan komitmen pemerintah untuk membangun koperasi dinilainya masih kamuflatif yang teori dan modus operandinya selalu berbeda. "Menteri koperasi kita itu lebih layak disebut sebagai menteri simpan pinjam saja. Dan koperasi pada akhirnya hanya jadi bahan ejekan dan lelucon," tukasnya.

Pihaknya mencatat kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2014 hanya sebesar 2 persen dari total PDB sebesar Rp10,544 triliun. Sementara jumlah koperasi di Indonesia merupakan salah satu yang terbanyak di dunia dengan jumlah primer koperasi sebanyak 209.000 (BPS, 2015). "Kenyataan tersebut menunjukkan pada kita kondisi kontras. Koperasi seakan masif, tapi pada kenyataannya peranannya sangat kecil dalam perekonomian nasional," ujarnya.

Ketua Umum Pengurus Pusat Dekopin Nurdin Halid mengatakan, pada era orde baru negara ini pernah mampu berswasembada beras. Ketika itu, tidak hanya masyarakat yang menjadi konsumen bisa mendapatkan beras dengan harga terjangkau, namun petani juga lebih sejahtera dengan pendapatan yang stabil. "Dulu koperasi lah yang menjadi ujung tombak tata niaga beras di masyaraat sekaligus menjaga harga dasar gabah di tingkat petani," katanya.

Nurdin mengakui, koperasi sempat memiliki kelemahan sehingga banyak terjadi tunggakan kredit usaha tani (KUT) di masa lampau. Namun hal itu tidak menafikan sistem tata niaga bahan pokok termasuk komoditas agrikultur yang tertata dengan baik. Tidak seperti sekarang di mana komoditas pertanian, termasuk beras, dikuasai oleh segelintir orang dalam kelompok kecil yang bisa memainkan harga di pasaran tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat luas sebagai konsumen dan petani sebagai produsen yang harusnya disejahterakan.

Ke depan, kata Nurdin, pemerintah harus mengembalikan fungsi koperasi jika ingin mempercepat terciptanya ketahanan pangan. Apapun alasannya, sistem perekonomian yang cocok untuk bangsa ini adalah yang berlandaskan asas kekeluargaan seperti termaktub dalam Pasal 33 ayat 1 UUD 1945. Salah satu lembaga yang sesuai dengan sistem tersebut, adalah koperasi.

Nurdin mengapresiasi langkah pemerintah yang sudah mulai melibatkan koperasi dalam distribusi barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Setelah mendapat jatah penyaluran pupuk bersubsidi, koperasi beberapa waktu lalu juga memang dipercaya untuk ikut terlibat sebagai penyalur resmi gas elpiji 3 kilogram. Penyaluran pupuk bersubsidi melalui koperasi saat ini sudah dimulai di beberapa daerah. Sementara untuk penyaluran gas elpiji 3 kilogram, rencananya akan dimulai dalam waktu dekat.

 

BERITA TERKAIT

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Perhatikan Batasan dalam Berkonten di Media Sosial

  NERACA Jember - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) berkomitmen meningkatkan literasi digital masyarakat menuju Indonesia #MakinCakapDigital2024. Dalam rangka…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital

Jadilah Individu Beretika di Dunia Nyata Maupun Digital NERACA Banyuwangi - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab

Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab  NERACA Probolinggo - Dalam rangka mewujudkan Indonesia Makin Cakap Digital, Kementerian Komunikasi…

Perhatikan Batasan dalam Berkonten di Media Sosial

  NERACA Jember - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) berkomitmen meningkatkan literasi digital masyarakat menuju Indonesia #MakinCakapDigital2024. Dalam rangka…