Reshuffle Kabinet, Prerogatif Presiden, Pencapaian Nawa Cita


 Oleh:  Amril Jambak, Peneliti Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia

Belakangan ini rumor reshuffle kabinet di bawah kepemimpinan Jokowi-JK menyeruak yang dilontarkan dari berbagai tokoh di Tanah Air. Hal ini tentunya menjadi masukan bagi kepala negara dalam mengambil keputusan.

Reshuffle ini dimunculkan karena banyaknya program pemerintah yang dinilai tidak berjalan. Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi) merilis hasil survei evaluasi pemerintahan Jokowi-JK dalam 6 bulan terakhir. Surve ini melibatkan 450 responden dengan margin error +/- 4,62% dan dilaksanakan pada tanggal 24-30 April 2015. Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka dan sampel dipilih secara acak. 
 
"56 persen masyarakat menilai perlu dilakukan reshuffle kabinet, 37% masyarakat menyatakan tidak perlu reshuffle, dan 7% menyatakan tidak tahu atau tidak jawab," kata peneliti Kedai Kopi Hendri Satrio, di Kedai Tjikini, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (10/5). Sedangkan 38,4%‎ lainnya itu ingin reshuffle setelah 1 tahun masa pemerintahan. Lalu 22,2% itu baiknya reshuffle setelah 6 bulan masa pemerintahan. 
 
Dalam survei ini, masyatakat juga berharap jabatan menteri nantinya setelah dilakukan reshuffle diisi oleh orang-orang yang berasal dari kalangan profesional. Sekitar 48 persen masyarakat mendukung penambahan alokasi jatah bagi para profesional di kabinet Jokowi-JK. 
 
"Tidak ditambah profesional itu 40%, dan tidak tahu 12%," ucapnya. 
 
Hasil survei juga menyebut bahwa saat ini masyarakat banyak mengeluhkan tentang naiknya sejumlah harga kebutuhan bahan pokok. "Persoalan paling pokok yang tengah dirasakan publik 57,1% itu dari harga kebutuhan pokok yang mahal," kata Hendri.  
 
Setelah harga sembako yang mahal, masyarakat juga mengeluhkan naiknya harga BBM dengan persentase sebesar 20,2%, disusul kemacetan 8,2%, susah mencari kerja 5,3%, tidak ada rasa aman 3,1%, dan biaya berobat yang mahal 1,3%, serta banjir 1,1%. 
 
Secara umum, hingga enam bulan terakhir pemerintahan Jokowi-JK, 65,6% mengaku tidak puas dengan kinerja pemerintah. Hanya sekitar 31,3% yang menyatakan puas dan sisanya 3,1% menjawab tidak tahu. 
 
"Janji-janji kampanye Jokowi-JK seperti yang tertuang dalam Nawa Cita juga mendapatkan rapor merah dari publik. Ketidakpuasan publik terhadap kinerja pemerintah merata pada semua segmen seperti pendidikan, pendapatan, usia, dan wilayah," terangnya.

 

Seperti kita ketahui, saat ini menteri di Kabinet Kerja terdapat 13 menteri (38 %) berasal dari partai politik. Ada 4 menteri dari PDIP, 4 nama dari PKB, 2 orang dari NasDem, 2 menteri dari Hanura, dan 1 orang dari PPP. Sementara itu, ada 21 menteri (72 %) yang berasal dari kalangan profesional dengan berbagai latar belakang.

Jikapun ada survei tentang kinerja menteri oleh berbagai kalangan, tentunya semua ini dipulangkan kepada Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla. Karena pemilihan dan penetapan menteri merupakan hak prerogatif presiden.

Bahkan dalam suatu kesempatan Presiden Joko Widodo menyatakan pemilihan menteri merupakan hak prerogatifnya. Presiden Jokowi tentunya sudah memiliki catatan sendiri untuk menilai para “pembantunya” yang dianggap mumpuni atau pun tidak dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Berbagai pihak pun menyarankan jika memang Presiden Jokowi ingin melakukan reshuffle sebaiknya cepat dilakukan sebagaimana diutarakan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) agar kinerja pemerintah bisa optimal.

Tentunya langkah yang diambil Presiden Jokowi ini kita sangat berharap bisa dengan cepat melaksanakan visi dan misi Jokowi-JK, seperti misi yakni terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong.

Sedangkan misi mereka, yakni:  
1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumberdaya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan; 
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis berlandaskan negara hukum;  
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim;  
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera; 
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing;  
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional;  
7. Mewujudkan masyarakat yang berkperibadian dalam kebudayaan. 
 
Sejalan dengan visi dan misi tersebut, Jokowi-JK menelurkan sembilan agenda prioritas yang disebut Nawa Cita, yakni:  
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara.  
2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.  
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daaerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.  
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.  
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.  
6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional.  
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.  
8. Melakukan revolusi karakter bangsa. 
9. Memperteguh ke-bhinneka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.  
 
Dengan begitu, penulis ataupun mungkin seluruh rakyat di negara ini menunggu benar atau tidaknya dilakukannya reshuffle Kabinet Kerja . Yang diinginkan adalah pelaksanaan Nawa Cita perlu hendaknya direalisasikan. Bagi menteri ke depan (jika reshuffle terjadi) diharapkan menyelaraskan program kerja sesuai visi dan misi, agar harapan dan tujuan pemerintah lima tahun mendatang bisa terwujud.

Satu catatan pengharapan reshuffle yang dilakukan tidak mengakomodir kepentingan partai politik (Parpol) yang sekarang ini didengung-dengungkan serta dijanjikan kepada parpol yang belum memiliki wakilnya di kementerian. Mudah-mudahan Presiden Jokowi bisa arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan, demi kebaikan bangsa dan negara ini ke depan. ***

BERITA TERKAIT

Jaga Stabilitas Keamanan untuk Dukung Percepatan Pembangunan Papua

    Oleh: Maria Tabuni, Mahasiswa Papua tinggal di Bali   Aparat keamanan tidak pernah mengenal kata lelah untuk terus…

Konsep Megalopolitan di Jabodetabek, Layu Sebelum Berkembang

Pada saat ini, kota-kota Indonesia belum bisa memberikan tanda-tanda positif mengenai kemunculan peradaban kota yang tangguh di masa datang. Suram…

Pasca Pemilu Wujudkan Bangsa Maju Bersatu Bersama

    Oleh: Habib Munawarman,Pemerhati Sosial Budaya   Persatuan dan kesatuan antar masyarakat di Indonesia pasca pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu)…

BERITA LAINNYA DI Opini

Jaga Stabilitas Keamanan untuk Dukung Percepatan Pembangunan Papua

    Oleh: Maria Tabuni, Mahasiswa Papua tinggal di Bali   Aparat keamanan tidak pernah mengenal kata lelah untuk terus…

Konsep Megalopolitan di Jabodetabek, Layu Sebelum Berkembang

Pada saat ini, kota-kota Indonesia belum bisa memberikan tanda-tanda positif mengenai kemunculan peradaban kota yang tangguh di masa datang. Suram…

Pasca Pemilu Wujudkan Bangsa Maju Bersatu Bersama

    Oleh: Habib Munawarman,Pemerhati Sosial Budaya   Persatuan dan kesatuan antar masyarakat di Indonesia pasca pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu)…