BERAS SINTETIS RESAHKAN MASYARAKAT ASEAN - Polisi Siap Jerat Pidana Pelaku

Jakarta – Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti menegaskan kegiatan oknum yang telah mencampur-adukkan beras dengan plastik telah membuat resah masyarakat. Karena itu polisi mengancam akan menjerat secara pidana pihak-pihak tertentu yang terbukti kuat melakukan perbuatan tersebut. Sementara, kasus beras sintetis juga meresahkan masyarakat di Malaysia dan Singapura.

NERACA

“Kita kenakan UU Pangan,” tegas Kapolri kepada pers di Jakarta, akhir pekan lalu.

Sebelumnya Kabareskrim Polri Komjen Pol Budi Waseso mengatakan telah menerima hasil laporan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengenai beras sintetis (plastik) itu. Hasilnya, beras tersebut dipastikan menggunakan bahan kimia. “Memang ada campuran kimia yang berkaitan dengan beras itu,” ujarnya.

Meski demikian, Budi sendiri lebih berhati-hati dalam proses penyidikan. Mabes Polri akan mengambil sampel lagi untuk memperkuat data yang ada. “Kita sedang koordinasikan hasil dari Sucofindo, BPOM dan Labfor untuk kita tindaklanjuti,” tutur dia.

Sementara itu, di Malaysia, menurut Straits Times, beras sintetis sudah beredar melalui penyelundupan di perbatasan. Namun beras berbahaya yang dicampur dengan beras asli itu tidak dijual di supermarket. ”Beras palsu yang beredar biasanya dijual di toko kecil,” tutur sumber yang enggan disebutkan namaya, kemarin.

Rumor peredaran beras sintetis juga terjadi di Singapura. Banyak warga yang khawatir dengan beredarnya beras ilegal tersebut. Namun Agri-Food & Veterinary Authority (AVA) Singapura mengklaim mereka belum mendapatkan laporan dan menemukan bukti beras oplosan itu di negeri Singa itu.

“Dalam pengecekan dan monitor yang dilakukan AVA, beras impor selalu diinspeksi sesuai dengan standar keamanan pangan,” menurut keterangan lembaga pengawasan pangan Singapura itu.

Kasus beras sintetis ini berawal dari laporan pedagang nasi uduk dan bubur Dewi Septiani di Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi, yang pertama kali menemukan beras oplosan tersebut. Kemudian dugaan kasus serupa juga terjadi di Gunungkidul, Yogyakarta, dan Jayapura.

Hasil uji laboratorium Sucofindo di Cibitung, Bekasi, memastikan beras tersebut berbahan dasar plastik yang dicampur dengan beras asli.   

Di sisi lain, Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) mendesak pemerintah untuk segera menuntaskan kasus beredarnya beras sintetis (beras oplosan) yang dikenal masyarakat dengan beras plastik di banyak wilayah Indonesia. Desakan itu didukung juga oleh langkah asosiasi itu yang tengah memotori langkah diversifikasi pangan di seluruh Indonesia.

 “Kami mendesak pemerintah untuk segera menuntaskan kasus beras plastik yang sudah sangat meresahkan masyarakat,” ujar Ketua Umum DPP Hippi Suryani Motik dalam sebuah seminar di Jakarta, akhir pekan lalu

Yani, panggilan Suryani mengatakan, awalnya beras berbahan sintetis itu ditemukan di Pasar Bekasi. Namun kini, telah merambah ke banyak wilayah di Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Bali. Hal itu tentu sangat membahayakan bagi kesehatan masyarakat, sekaligus juga membahayakan ketahanan pangan nasional. Pasalnya, dari total 250 juta penduduk Indonesia, mayoritas mengkonsumsi beras sebagai makanan utamanya.

Menurut Yani, hal itu terjadi ketidakseimbangan antara supply demand beras di dalam negeri. Artinya, tingginya demand beras masyarakat tidak diimbangi oleh supply yang memadai. Itu sebab, katanya, Indonesia acapkali melakukan impor beras, khususnya menjelang hari besar keagamaan.

“Akibatnya, banyak sekali terjadi masalah dalam sistem perberasan kita. Apalagi pola makan rakyat Indonesia selalu mengutamakan beras sebagai makanan utamanya,” jelas dia.

Karena itu, lanjut Yani, pihaknya terus mendorong anggota Hippi untuk meningkatkan produksi beras bagi ketahanan pangan nasional. Sehingga permasalahan masuknya beras sintetis seperti ini tidak terulang kembali. Apalagi, kata dia, produksi beras anggota Hippi berkualitas baik bagi konsumen, termasuk masyarakat Indonesia.

Senada dengan itu, Ketua Bidang Pertanian, Peternakan dan Perkebunan DPP Hippi Emil Arifin mengingatkan pemerintah untuk segera melakukan diversifikasi pangan. Sebab selama ini, kata dia, langkah penyeragaman mengkonsumsi beras tetap dilakukan pemerintah dengan berbagai langkah impor beras. Padahal secara budaya, katanya, masyarakat Indonesia sebenarnya tidak semua menjadikan beras sebagai makanan pokoknya. Tetapi juga ada jenis lain seperti jagung, sagu, singkong, dan beberapa jenis lainnya.

“Pemerintah diharapkan terus-menerus mendorong mendorong diversifikasi pangan, sehingga ketergantungan kita terhadap beras menjadi berkurang. Intinya, langkah meningkatkan produksi bahan pangan harus segera diwujudkan,” ujarnya.

Yani menekankan sebelumnya Hippi pernah melakukan sosialisasi produk non beras dengan menyertakan penyanyi senior Titiek Puspa. Namun sayangnya tidak bergaung. Seharusnya mengkonsumsi bahan pangan lain selain beras seperti: jagung, ketela, sagu, dan lainnya dapat dijadikan lifestyle. Bukan berarti mengkonsumsi bahan tersebut merupakan masyarakat terbelakang (miskin).  Lifestyle ini dapat dimulai dari kalangan menengah ke atas.

Kenali Bentuknya

Pakar kimia dari UI Asmo Wahyu mendorong masyarakat untuk mampu mengenali secara sederhana perbedaan beras asli dengan beras yang dioplos material plastik.

Paling tidak, kata dia, ada 4 cara sederhana untuk mengenali beras plastik. Pertama, dari bentuknya, tampilan beras asli memiliki guratan dari bekas sekam padi, sedangkan beras plastik tidak terlihat guratan pada bulirnya dan bentuknya agak lonjong. Kedua, dari ujung-ujung bulir beras, pada beras asli terdapat warna putih di setiap ujungnya, warna tersebut merupakan zat kapur yang mengandung karbohidrat. Sedang beras bercampur plastik tidak ada warna putihnya.

Ketiga, jika beras asli direndam dalam air maka akan berubah warna menjadi lebih putih, sedangkan beras plastik hasilnya tidak akan menyatu dan airnya tidak akan berubah menjadi putih.

"Kalau dipatahkan akan pecah menjadi bentuk kecil-kecil. Sementara beras asli bentuk bulirnya sedikit menggembung dan kalau dipatahkan hanya terbelah menjadi dua," ujarnya. Lebih jauh, kata Asmo, harga plastik sampai saat ini lebih mahal dari beras, meskipun itu merupakan bijih plastik daur ulang. Dan jenis plastik, kecuali untuk 2­3 jenis, katanya, bersifat anti air, tidak mungkin dapat dimasak, sweling mendekati tekstur nasi.

Perburuk Citra Pasar

Kalangan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menduga munculnya kasus beras sintetis (plastik) seperti yang dilaporkan konsumen dianggap sebagai rumor yang bertujuan untuk memperburuk citra pasar tradisional.

"Apakah ini upaya-upaya pengalihan isu, atau pencitraan agar pasar tradisional terpuruk. Isu ini kan tembaknya ke jantung (masalah masyarakat)," ujar Ketua APPSI Ngadiran dalam sebuah diskusi di Jakarta, akhir pekan lalu.

Tidak hanya itu, menurut dia, tidak bermaksud untuk menuduh siapa-siapa, walau akibat kasus beras sintesis ini bisa dirasakan oleh para pedagang, khususnya di pasar tradisional.

"Menuduh tidak bisa, tapi kita rasakan, omzet turun 20 persen, banyak (pembeli) datang ke pasar hanya bertanya, dan banyak juga yang dibatalkan," ujarnya.

Bahkan, dia menduga bisa juga kasus ini untuk menutupi pemberitaan terkait program-program pemerintah yang tidak berjalan. "Mungkin saja bisa terjadi, sekarang berapa bulan dolar tidak turun, ada program-program pemerintah belum jalan dengan adanya isu ini ketimpa lagi dan gak diangkat," ujarnya.

Ngadiran juga mencurigai beredarnya beras sintesis sebagai upaya pengalihan isu. "Apakah ini upaya-upaya pengalihan isu, atau pencitraan agar pasar tradisional terpuruk? Isu ini kan tembaknya ke jantung (problem masyarakat)," tutur dia.  

Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta masyarakat Indonesia untuk tidak khawatir dalam menghadapi isu beras plastik yang beredar di beberapa daerah. "Saya tidak tahu motifnya, tidak tahu berasnya macam mana. Tapi saya pikir masyarakat tidak perlu khawatir," kata Kalla ditemui di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta, Sabtu (23/5)

Menurut JK, pemerintah tetap harus mencermati masalah beras plastik tersebut. Pemerintah sedang mengkaji penyebab adanya isu beras plastik yang tersebar di sejumlah daerah. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…