Siapapun Presidennya, Indonesia Alami Perlambatan Ekonomi

 Oleh: Bahrul SE, Pemerhati Ekonomi Kerakyatan

      Kinerja ekonomi Indonesia pada kuartal I tahun 2015  menjadi sorotan sejumlah kalangan di dalam negeri. Para pengamat, dan sebagian ekonom, melihat kinerja ekonomi tidak menggembirakan, ditandai dengan pelambatan pertumbuhan dan hal ini dianggap perkembangan yang mencemaskan.

               Pemerintah mengakui, kinerja ekonomi pada kuartal I-2015 kurang memuaskan, Pertumbuhan ekonomi melambat, hanya 4,71%, di bawah harapan, penyebabnya, antara lain keterlambatan realisasi anggaran. Selama periode 6 bulan pemerintah baru sejak dilantik Oktober 2014, banyak masalah yang hendak diselesaikan di awal, terutama hal-hal yang terkait dengan manajemen mikro.   

            Namun di level makro, realisasi belanja agak terhambat karena APBN Perubahan baru disahkan pertengahan Februari 2015, karena hal-hal yang bersifat administrasi ketatanegaraan itulah, berbagai proyek yang dibiayai APBN baru bisa dimulai awal Mei 2015. Padahal pemerintah, sebelumnya mengharapkan segala sesuatu terkait dengan APBN bisa lebih dipercepat, setidaknya proses tender sudah bisa dimulai November tahun anggaran sebelumnya.

           Itu baru di sisi administrasi APBN dan realisasi anggaran, belum lagi di sisi wacana dan persepsi, yang berkembang lebih ke arah destabilisasi politik di awal tahun ini, antara lain isu pro-kontra yang nyaris setiap hari menghiasi debat media, seperti perpecahan di tubuh partai politik terutama partai Golkar,  isu politik  koalisi oposisi yang dianggap akan menghambat jalannya pemerintahan, kemudian justru bergeser kepada isu-isu lainnya. Padahal, sejumlah isu tersebut tidak terkait langsung dengan hambatan realisasi kebijakan pemerintah, tetapi justru menghantui persepsi negatif: stabilitas politik terganggu.

              Persepsi negatif terhadap kondisi sebenarnya seperti kenaikan harga-harga konsumen yang diakibatkan perubahan kebijakan subsidi yang memang ditujukan untuk memperbaiki struktur ekonomi dalam jangka menengah-panjang. Akibatnya, kemudian banyak pelaku bisnis   bersikap menunggu. Belum lagi faktor eksternal, menguatnya dolar Amerika Serikat, yang memicu pelemahan nilai tukar rupiah. Isu pelemahan rupiah sesungguhnya adalah cerita tentang penguatan dolar AS yang terjadi di seluruh dunia bukan hanya di Indonesia,  Ini tidak diketahui  publik secara gamblang. Persepsi publik  menjadi begitu negatif, menjadi terlegitimiasi menyatakan kinerja pemerintah buruk.

 Sebenarnya  catatan kinerja ekonomi pemerintahan Jokowi di awal tahun, bukanlah akhir dari segalanya. Indonesia juga bukan satu-satunya yang mengalami tekanan ekonomi maupun nilai tukar mata uang, negara-negara ASEAN, India dan Tiongkok  juga mengalami hal yang sama. 

        Kondisi ekonomi dunia  memasuki fase kecepatan pertumbuhan yang melambat, maka, apa yang terjadi di Indonesia bukanlah sesuatu yang perlu ditakutkan secara berlebihan. Namun demikian,  pemerintah juga bukan berarti tidak perlu melakukan perbaikan. Perbaikan manajemen pemerintahan, terutama dalam mengelola komunikasi atas kebijakan strategis, perlu menjadi catatan, untuk menumbuhkan optimisme meningkatkan perekonomian ke depan.

          Menurut pengamat ekonomi Prasetyantoko (12 Mei), siapa pun presidennya, Indonesia akan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Kalau dilihat, memang pola pertumbuhan ekonomi secara kuartal terus menurun, ini fakta. Siapa pun presidennya dan siapa pun kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) nya, pertumbuhan ekonomi akan turun. Penurunan perlambatan ekonomi memang sudah terlihat sejak tahun 2012 atau pada pemerintahan SBY. Tercatat, pada 2011, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai level tertingginya mencapai 6,5 persen, namun di 2012 terus turun di level 6 persen dan sampai akhirnya 5 persen di tahun 2014. Kita melihat ketika puncak pertumbuhan ekonomi di 2011, defisit neraca transaksi berjalan terhadap Produk Domestik Bruto (PBD) itu yang nonmigas positif, tapi mulai 2012 dan sampai sekarang negatif. Pola pertumbuhan ekspor turun ketika akhir kuartal IV-2011. Ini dampaknya memukul sekarang atau pada era pemerintahan Presiden Jokowi.

 

              Selama ini  yang menggerakkan roda ekonomi Indonesia adalah kinerja ekspor. Namun kini, kinerja ekspor melemah akibat lesunya harga komoditas seperti batu bara, Crude Palm Oil (CPO) hingga karet. Ekspor kita mencapai 14,8 persen di 2011, sementara di tahun 2014 hanya 1 persen. Dengan kinerja ekspor yang melambat sejak kuartal IV-2011, cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah memperbaiki ekspor. Jika selama ini ekspor sangat tergantung pada komoditas, maka industri harusnya menjadi pengganti sektor komoditas yang saat ini tengah jatuh harganya. Harusnya kita ke sektor manufaktur, yang bisa mengganti sektor komoditas.  Di sisi lain, pertumbuhan investasi juga belum mendorong sektor industri, hal ini dikarenakan pemerintah tidak memiliki strategi industrialisasi yang baik dan pemerintah perlu mendesain ulang konsep industrialisasi.

               Perlambatan pertumbuhan ekonomi memang akan menjalar kepada gejolak nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Tercatat, ketika pertumbuhan ekonomi Indonesia tinggi, investasi baik dan membuat Rupiah membaik di level Rp. 8.000an per USD. Sementara ketika pertumbuhan turun, investasi melemah, Rupiah seperti sekarang ini Rp13.000-an per USD. Ini fakta, ini dinamika ekonomi, tidak hanya sentimen dalam negeri, tapi global.

                 Mantan Menko Perekonomian Hatta Rajasa (15 Mei) di Jakarta menegaskan, bahwa perlu kerja keras dari pemerintah untuk merespons perlambatan ekonomi antara lain dengan percaya pada kemampuan pelaku ekonomi kecil dan menengah sebagai penyelamat di saat resesi.  Bila dilihat pada krisis tahun 1998 yang lalu, sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang menjadi sabuk pengaman, sehingga ekonomi kita tidak sampai kolaps. Untuk itu, pemerintah Jokowi harus melanjutkan program-program yang berorientasi pada rakyat, khususnya pelaku UMKM. Pembangunan tol laut dan infrastruktur lainnya penting, tetapi memperkuat Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk pelaku usaha bawah juga tidak kalah mendesak. Jelas dengan UMKM yang kuat, banyak tenaga kerja terserap dan ekonomi selamat. Banyak bukti di negara lain juga yang menegaskan pentingnya UMKM.

              Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro saat peluncuran Sukuk Negara Ritel Seri SR-007 pada 20 Februari 2015, mengakui, perekonomian Indonesia saat ini memang dihadapkan pada banyak tantangan, baik dari sisi global maupun domestik. Dari sisi gobal, misalnya, outlook pertumbuhan ekonomi global menurut World Economic Outlook IMF dikoreksi turun dari 3,8 persen menjadi 3,5 persen. Penyebab utama dari turunnya proyeksi ini adalah selain turunnya harga minyak dunia, juga lemahnya pertumbuhan ekonomi dari beberapa perekonomian besar, termasuk Jepang, Eropa, dan juga belakangan adalah Tiongkok, Kondisi tersebut masih berpotensi menimbulkan gejolak pada tahun 2015 ini, dan berisiko bagi perekonomian Indonesia.

             Kementerian Perdagangan menyatakan bahwa Indonesia memiliki 19 produk unggulan dan potensial untuk menjadi komoditas ekspor unggulan ke ASEAN, oleh karena itu gelaran Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 seharusnya tidak perlu dikhawatirkan. Namun demikian gelaran MEA 2015 harus ditanggapi serius karena menjadi sebuah peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia untuk merebut pasar lebih besar di kawasan ASEAN.

          Sebanyak 19 produk unggulan tersebut terdiri dari 9 produk unggulan dan 10 produk potensial. Sembilan produk unggulan ekspor itu adalah tekstil dan produk tekstil, elektronik, karet, produk hutan, alas kaki, otomotif, udang, coklat/kakao dan kopi. Sedangkan 10 produk potensial ekspor ke ASEAN tersebut adalah kulit dan produk kulit, peralatan dan instrumen medis, rempah-rempah, makanan olahan, essential oil, ikan dan produk ikan, produk kerajinan, perhiasan, bambu dan peralatan tulis selain kertas.  Pemasaran dari produk ekspor tersebut bisa semakin diperkuat dan khususnya ke wilayah kawasan regional ASEAN. Kondisi tersebut harus bisa dimanfaatkan secara optimal agar mampu merebut pasar bagi di negara-negara ASEAN lainnya.

      Selain itu produk unggulan dan potensial ekspor itu juga bisa menarik minat para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Melalui investasi itu nantinya diharapkan dapat meningkatkan daya saing serta kualitas produk sehingga menjadi komoditas unggulan Indonesia dalam menghadapi pasar bebas ASEAN. Kondisi infrastruktur Indonesia pada saat ini juga masih harus ditingkatkan, karena infrastruktur yang tidak memadai seperti krisis gas dan listrik, serta ruas jalan yang rusak dapat membuat biaya produksi sebuah produk menjadi semakin mahal.

            Pelemahan ekonomi, juga disebabkan maraknya kejahatan ekonomi antara lain masih banyaknya mafia-mafia migas dan pengemplang pajak yang belum tersentuh hukum. Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Reformasi Migas, Faisal Basri pernah berjanji untuk mengumumkan nama-nama mafia migas yang selama ini mengacaukan industri migas dalam negeri.  Namun hingga saat ini, nama-nama tersebut belum diumumkan. Pihaknya tidak ingin adanya fitnah dengan mengumumkan nama-nama mafia migas tersebut ke publik, namun sudah melaporkan nama-nama mafia migas tersebut kepada penegak hukum. Keberadaan mafia migas ini ada kaitannya dengan orang-orang yang berkutat di lingkungan SKK Migas.

          Sementara itu, keterangan tertulis World Bank, di Jakarta, seperti diberitakan berbagai media (18 Mei) mengungkapkan, Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim memuji Indonesia yang dinilai berhasil mengurangi angka kemiskinan secara signifikan. Menurut Kim, mengurangi angka kemiskinan dalam 15 tahun menjadi 11,3 persen saat ini, adalah prestasi besar. Kami yakin bahwa Indonesia akan terus mengurangi angka kemiskinan dengan cepat dan membantu lebih banyak rakyatnya keluar dari kemiskinan.  World Bank mendukung misi Presiden Widodo untuk pengentasan kemiskinan ekstrim dan mengupayakan kesejahteraan yang lebih merata di seluruh kepulauan Indonesia yang luas. Indonesia sepatutnya berbangga atas kemajuan yang luar biasa dan pencapaian sangat besar dalam pengentasan kemiskinan.

            Pelemahan ekonomi disebabkan berbagai faktor, antara lain faktor pola pertumbuhan ekonomi secara kuartal yang terus menurun sejak tahun 2012, Pola pertumbuhan ekspor turun ketika akhir kuartal IV-2011, dan lainnya yang dampaknya memukul pada saat ini atau pada era pemerintahan Presiden Jokowi.

       Saat ini untuk mensukseskan pembangunan ekonomi Indonesia, perlu kerja keras dari pemerintah untuk merespons perlambatan ekonomi antara lain dengan memberdayakan UMKM, dan pemerintah harus melanjutkan program-program yang langsung menyentuh dan berorientasi kepada rakyat, dengan memberdayakan potensi  produk unggulan dan produk potensial yang dapat bersaing khususnya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Selain itu pemerintah dan masyarakat Indonesia tidak terkecuali media juga dapat berperan dan bekerja sama sesuai dengan perannya masing-masing, untuk membentuk serta mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) khususnya untuk pekerja yang tangguh, handal dan profesional. Hal ini tentu menjadi sebuah perhatian penting khususnya bagi pemerintah karena jika tidak dipersiapkan dengan matang, maka tenaga kerja yang berasal dari negara lainlah yang akan mengambil kesempatan tersebut.

         Selain itu yang juga menyebabkan pelemahan ekonomi akibat maraknya kejahatan ekonomi misalnya mafia migas dan pengemplang pajak yang belum tersentuh hukum. Oleh karenanya pemerintah harus bersikap tegas, agar kerugian uang negara dapat dikembalikan sehingga dapat membantu masyarakat yang bergerak dibidang UMKM untuk mengembangkannya.

           Sementara keterangan Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim, memuji negara Indonesia yang dinilai berhasil mengurangi angka kemiskinan secara signifikan, dalam kurun waktu 15 tahun dan mendukung misi Presiden Widodo untuk pengentasan kemiskinan ekstrim dan mengupayakan kesejahteraan yang lebih merata di seluruh Indonesia,  harus melecut untuk  optimisme menata perekonomian nasional kedepan. Diharapkan semua elemen masyarakat dapat membantu pemerintah untuk lebih maksimal setidaknya pada tahun 2015, target pemerintah untuk pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7 persen dalam APBNP-2015, dapat terealisasi.

 

 

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…