Hambat Pertumbuhan Industri - Perizinan Sektor Migas Disebut Tidak Efisien

NERACA

Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo menganggap perizinan minyak dan gas (migas) di Indonesia tidak efisien sehingga mempersulit laju pertumbuhan industri tersebut. "Laporan yang saya dapat, pelaku industri migas menyebutkan dari kegiatan survei hingga eksploitasi ada lebih dari 600 ribu lembar dokumen yang harus diurus untuk melengkapi persyaratan," kata Menteri Indroyono di Jakarta, dalam acara "Indonesian Petroleum Association Convention and Exhibition" ia juga menambahkan bahwa perizinan tidak efisien karena melalui lintas sektoral, dikutip dari Antara, Kamis (21/5).

Hal itu, lanjutnya, menjadi penyebab terlambatnya komersialisasi industri migas. Padahal untuk eksplorasi sampai eksploitasi juga memakan waktu yang tidak sebentar. Perizinan industri migas melalui sejumlah kementerian seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Kementerian Kehutanan, hingga SKK Migas.

Terkait dengan hal tersebut, ia berpendapat keputusan Kementerian ESDM untuk merampingkan jumlah perizinan dan menyerahkan pendelegasian kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merupakan sebuah kemajuan.

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengatakan pihaknya menyerahkan segala kewenangan perizinan migas ke BKPM. "Mulai hari ini kami serahkan segala kewenangan perizinan migas ke BKPM sebagai pusat pelayanan satu pintu," kata Menteri Sudirman).

Pada tahun lalu perizinan migas mencapai 104, kemudian disederhanakan oleh Kementerian ESDM menjadi 52 pada Desember 2014, dan terakhir telah diperkecil lagi menjadi 42 perizinan. Menurut Sudirman, melalui penyerahan kewenangan tersebut maka turut mendukung industri migas agar dapat berkembang dengan lebih cepat di Indonesia.

Sudirman Said menilai bahwa hingga saat ini industri migas masih memiliki peran yang strategis dalam menopang ekonomi di Indonesia. "Industri migas kita memiliki peranan strategis. 21 persen dari penerimaan negara dalam 10 tahun terakhir, bahkan pada lima tahun terakhir telah menghasilkan 1.428 triliun rupiah," kata Sudirman.

Saat ini Indonesia juga tengah menghadapi situasi krisis terkait anjloknya produksi minyak nasional, ujar Sudirman. "Puncak 'lifting' minyak di tahun 1977 dimana kita bisa menikmati 1,5 juta barel per hari sekarang sudah menjadi sejarah, dan mungkin sekarang akan sulit sekali mencapai angka itu," tutur Sudirman.

Selain itu, rasio penggantian cadangan migas yang saat ini berkisar 2:1 produksi minyak dan 10:90 produksi gas merupakan tantangan nyata, oleh karenanya pemerintah membentuk komite migas yang mampu bekerja dan dibekali kewenangan.

"Kita itu masih dalam posisi seolah masih di 20 tahun lalu ketika masih surplus minyak, belum ada regulasi terobosan dan tindakan mendasar untuk mengubah asumsi kita bukan lagi negara surplus minyak, tapi 'nett' importir," tukasnya.

Terkait dengan upaya tersebut, ia menjelaskan bahwa pemerintah telah menekankan satu penataan mendasar yang diperlukan untuk memperkuat kembali pilar dan pondasi jangka panjang industri migas. "Reformasi struktural ini memang tidak mengenakan dan membuat sebagian orang tidak nyaman, tapi seberapa beratnya jadi tugas kita bersama untuk menjalankannya," tutur Sudirman.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyerahkan sebanyak 42 perizinan migas ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). "Mulai hari ini kami serahkan segala kewenangan perizinan migas ke BKPM sebagai pusat pelayanan satu pintu," kata Menteri Sudirman di Jakarta, Rabu.

Pada tahun lalu perizinan migas mencapai 104, kemudian disederhanakan oleh Kementerian ESDM menjadi 52 pada Desember 2014, dan terakhir telah diperkecil lagi menjadi 42 perizinan. "Meskipun beberapa akan tetap kembali ke dirjen migas dan skk migas, tapi secara umum akan diurus BKPM. Ini hanya langkah awal, selanjutnya akan diikuti inisiatif yang lain," ujarnya menjelaskan.

Menurut Sudirman, melalui penyerahan kewenangan tersebut maka turut mendukung industri migas agar dapat berkembang dengan lebih cepat di indonesia. Ia berharap para pelaku industri migas di Indonesia dapat bekerjasama untuk menjaga dan menata situasi bisnis tersebut, sehingga akan didapatkan keuntungan bersama di masa depan.

Dia berpendapat, saat ini Indonesia juga tengah menghadapi situasi krisis terkait anjloknya produksi minyak nasional. "Puncak lifting minyak pada tahun 1977 dimana kita bisa menikmati 1,5 juta barel per hari sekarang sudah menjadi sejarah, dan mungkin sekarang akan sulit sekali mencapai angka itu," tutur Sudirman.

Oleh sebab itu diperlukan usaha keras untuk segera menemukan dan mengeksplorasi cadangan migas terbaru, mengingat tahapan eksplorasi hingga produksi migas pun memakan waktu yang sangat lama.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…