NERACA
Jakarta - Guna menjangkau investor ritel memiliki saham PT Delta Djakarta Tbk (DLTA) dan menambah likuiditas di pasar saham, kabarnya perseroan bakal memecah nilai nominal saham atau stock split dengan perbandingan 1:50. Maka dengan demikian, emiten produsen minuman beralkohol dengan merek Anker, Carlsberg, San Miguel, sampai Kuda Putih ini akan memiliki jumlah saham yang meningkat.
Direktur Utama DLTA, Raymundo Yadao Albano dalam siaran persnya di Jakarta, kemarin mengatakan, dengan stock split, harga saham perseroan dari sebelumnya Rp 1.000 per saham akan menjadi Rp 20 per saham. “Aksi korpoasi ini untuk memenuhi surat keputusan Direksi Bursa Efek Indonesia (BEI) agar saham perseroan menjadi likuid,”ujarnya.
Ketentuan BEI itu bernomor Kep 00001/BEI/01-2014 perihal Perubahan Peraturan Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat. Salah satu pokok dalam peraturam tersebut adalah ketentuan mengenai jumlah saham yang beredar di publik atau free float. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas perusahaan tercatat dan meningkatkan likuiditas saham emiten di pasar modal.
Untuk itu, DLTA akan meminta restu pemodal melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Kamis, (11/6). Saat ini, saham DLTA terdiri dari 16,01 juta lembar. San Miguel Malaysia Pte Ltd menguasai 58,33% kepemilikan, Pemerintah Daerah DKI Jakarta memeluk 23,34%, dan masyarakat memegang 18,33%.
Kepala Riset NH Korindo Reza Priyambada mengungkapkan, dengan stock split ini, harga saham DLTA akan terpecah dari Rp 270.000 menjadi kisaran Rp 5.400. Ia berharap saham DLTA akan lebih likuid pasca stock split. Reza mencermati bahwa saat ini saham DLTA hanya bergerak berdasarkan momentum. Bahkan, saham DLTA pun telah 2 minggu tak mengalami fluktuasi,”Dengan adanya stocksplit, pergerakannya bisa lebih aktif. Kemudian jumlah pelaku pasar yang melakukan transaksi lebih banyak," ujarnya.
Asal tahu saja, kuartal pertama 2015, laba DLTA menurun 58,92% dari Rp 81,2 miliar menjadi Rp 33,35 miliar. Ini disebabkan oleh penjualannya yang turun 42,44% dari Rp 572,19 miliar ke posisi Rp 329,31 miliar. Padahal bebannya terpotong 33,77% dari Rp 70,34 miliar jadi Rp 46,58 miliar.
Reza menilai penjualan DLTA turun karena adanya larangan penjualan minuman keras di mini market. Sehingga, DLTA perlu mengejar penjualan di ritel besar dan tempat hiburan. Walaupun bebannya menurun, kondisi itu tak mampu mengerek laba bersih DLTA. Sampai akhir tahun, Reza melihat belum ada peningkatan yang berarti terhadap DLTA. Apalagi saat bulan Ramadhan, penjualan minuman berakohol akan mengalami penurunan.
Tahun ini, menurut Ronny Titiheruw, Managing Director PT Delta Djakarta Tbk menjadi tahun terberat bagi perseroan. Pasalnya, berlakunya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 yang melarang penjualan minuman keras dengan kandungan alkohol sampai 5% di minimarket dan toko pengecer pada 16 April 2015 bakal menghambat target penjualan perseroan.
Dirinya menuturkan, dilarangnya minimarket dan toko pengecer menjual bir, pemasukan perseroan bisa terganggu sekitar 60%. Sebab selama ini minimarket membantu penjualan sekitar 10% dan 50% lainnya dijual melalui toko pengecer. (bani)
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) menempati posisi Top 3 tempat kerja terbaik untuk pengembangan karir di Indonesia versi…
NERACA Jakarta – Resmi mencatatkan sahamnya di pasar modal, PT Atlantis Subsea Indonesia Tbk (ATLA) membidik pendapatan tumbuh 20% pada…
NERACA Jakarta- Tensi ketegangan politik di kawasan timur tengah menjadi sentimen negatif terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa…
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) menempati posisi Top 3 tempat kerja terbaik untuk pengembangan karir di Indonesia versi…
NERACA Jakarta – Resmi mencatatkan sahamnya di pasar modal, PT Atlantis Subsea Indonesia Tbk (ATLA) membidik pendapatan tumbuh 20% pada…
NERACA Jakarta- Tensi ketegangan politik di kawasan timur tengah menjadi sentimen negatif terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa…