IMF : Subsidi Energi Global Capai US$5,3 triliun

NERACA

 

Jakarta - Dana Moneter Internasional (IMF) menyuarakan tanda bahaya pada Senin tentang subsidi energi di seluruh dunia, mengatakan mereka diperkirakan mencapai 5,3 triliun dolar AS pada tahun 2015, lebih besar daripada belanja kesehatan pemerintah. "Perkiraan ini mengejutkan," kata IMF dalam sebuah laporan, mencatat angka tersebut di antara faktor-faktor negatif terbesar bagi pertumbuhan ekonomi yang ia pernah perkirakan, menumpuk dampak buruk terhadap efisiensi, pertumbuhan dan ketimpangan.

Laporan tersebut memperkirakan bahwa subsidi energi tahun ini mewakili 6,5 persen dari ekonomi global, kemungkinan melebihi belanja kesehatan pemerintah di seluruh dunia. Penentangan panjang subsidi energi, IMF mendefinisikan mereka sebagai perbedaan antara jumlah uang konsumen membayar untuk energi dan "biaya yang sebenarnya", ditambah tarif pajak pertambahan nilai atau penjualan normal suatu negara.

Selain itu, apa yang diperlukan untuk memproduksi dan mendistribusikan energi, "biaya sebenarnya" termasuk dampak lingkungan seperti emisi karbon yang menyebabkan pemanasan global dan efek terhadap kesehatan dari polusi udara. Menurut IMF, Tiongkok sejauh ini merupakan pemboros terbesar untuk subsidi energi, mencapai 2,3 triliun dolar AS per tahun, diikuti oleh Amerika Serikat sebesar 699 miliar dolar AS dan Rusia sebesar 335 miliar dolar AS.

Laporan itu mengatakan bahwa subsidi energi secara keseluruhan telah meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 2011, tahun yang dicakup oleh laporan serupa IMF pada 2013. IMF menjelaskan bahwa lebih dari setengah dari kenaikan itu karena bukti yang lebih tepat dari dampak merusak konsumsi energi terhadap kualitas udara dan kesehatan, seperti kematian prematur. "IMF telah lama berpendapat bahwa mendapatkan harga energi yang tepat dapat membantu pemerintah nasional mencapai tujuan mereka tidak hanya untuk lingkungan tetapi juga untuk pertumbuhan inklusif dan keuangan publik yang sehat," kata laporan itu.

Dana yang beranggotakan 188 negara menganjurkan menaikkan harga energi secara bertahap untuk mencerminkan biaya mereka sebenarnya, tindakan itu diperkirakan akan menghasilkan keuntungan fiskal sekitar 3,5 persen dari produk domestik bruto. Keuntungan tambahan akan memberikan pemerintah ruang untuk mengurangi beberapa pajak, meningkatkan pertumbuhan belanja publik guna memacu pembangunan infrastruktur, kesehatan dan pendidikan, serta transfer keuangan tunai bagi masyarakat miskin, katanya.

IMF pada Maret mensyaratkan program dana talangan (bailout) 40 miliar dolar AS untuk Ukraina dalam bagian pada reformasi sektor energi yang dilakukan pemerintah, termasuk pengurangan subsidi energi.

 

BERITA TERKAIT

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…