Sektor Perikanan - KKP Tegaskan Moratorium dan Larangan Transhipment Tak Ganggu Ekspor

NERACA

Bogor – Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Saut P. Hutagalung menegaskan adanya perpanjangan moratorium izin kapal hingga Oktober 2015 dan larangan transhipment (alih muatan kapal) tidak mengganggu ekspor produk perikanan. “Memang secara jumlah berkurang itu pun untuk ikan hasil tangkapan di laut, tapi untuk ikan budidaya malah lebih besar. Jadi ekspor produk perikanan tidak terganggu,” kata Saut kepada wartawan, di Hotel Santika, Bogor, Selasa (12/5).

Dirjen menyebutkan, potensi gangguan terhadap ekspor perikanan hanya asumsi saja yang terlalu membesar-besarkan atau mungkin ulah oknum yang tidak senang dengan kebijakan ini. Karena menurutnya, berdasarkan data yang ada, setidaknya saat ini ada sekitar 6.000 kapal di atas 30 Gross Tonnage (GT), dan yang bermasalah hanya 1.200 kapal yaitu kapal eks asing yang 4.200 kapal masih tetap bisa melaut dan menangkap ikan. “Jadi memang ada penurunan tapi tidak signifikan,” tegas dia lagi.

Atau bahkan, sambung dia, dari 1.200 kapal tersebut bisa jadi yang memang dulu tidak mendaratkan ikannya di Indonesia karena memang kapal-kapal eks asing inilah yang banyak bermasalah dengan izin. “Jadi ekspor ikan tidak ada masalah, harapannya ekspor produk perikanan tahun ini akan mencapai target sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu  US$ 5,4 miliar,” terangnya.

Adapun terkait dengan perpanjangan moratorium izin kapal, Saut mengungkapkan, sampai dengan saat ini banyak kapal eks asing yang tidak mau memberikan datanya. Oleh karenanya moratorium ini diperpanjang. “Para pengusaha sangat sulit di ajak kerjasama, jika mereka mau bekerjasam dengan baik kami juga tidak akan mempersulit mereka,” jelasnya.

Lompatan Produksi

Lebih jauh lagi Saut menjelaskan dengan adanya kebijakan moratorium kapal dan larangan transhipment nantinya aka ada lompatan yang signifikan dari produksi perikanan nasional. Karena dengan kebijakan ini penataan laut lebih baik, hasil ikan laut bisa semuanya didaratkan di pelabuhan Indonesia, tidak lari ke negara orang. “Yang terpenting adalah ke depan ikan laut kita bisa mendarat di pelabuhan dan semuanya tercatat, tidak seperti yang sudah-sudah banyak yang lari ke negara orang,” tandasnya.

Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti menyatakan tidak akan pernah merevisi Peraturan Menteri (Permen) Nomor 57 dan 58 tahun 2015 terkait larangantranshipment (alih muat) dan ‎moratorium izin kapal meski pelaku industri perikanan dan nelayan memprotes kebijakan tersebut. "Permen ini tidak akan saya cabut,” katanya.

Permen ini menurut Susi sudah dibahas bersama para stakeholder dan bertujuan mencegah kerugian yang lebih besar akibat pengerukan hasil laut. "Kerugiannya mencapai triliunan. Bahkan contohnya di wilayah Belawan, Medan saja bisa mencapai Rp 1 triliun," katanya.

Ia menambahkan, Permen Nomor 56 tentang moratorium memerlukan petunjuk teknis dan operasional untuk memastikan bahwa stakeholder memahami tentang batasan moratorium. Selain itu, batas waktu dimulai dan diberhentikannya moratorium tersebut.

"Indikator penutupan dan pembukaan moratorium harus clear dan dipahami bersama oleh publik. Paling tidak unsur pengusaha, nelayan, masyarakat adat, serta kelembagaan lokal memahami mekanisme moratorium ini," katanya.

Lebih lanjut menurut dia, selama moratorium, peran setiap stakeholder harus dipertegas mengingat moratorium adalah upaya recovery stakeholder. Seperti diketahui KKP memperpanjang moratorium perizinan kapal eks-asing berbobot 30 GT ke atas ditambah enam bulan lagi hingga Oktober 2015. Menurut Susi perpanjangan moratorium itu dilakukan agar Tim Satuan Tugas Pemberantasan Pencurian Ikan KKP juga dapat melakukan analisis dan evakuasi terhadap kapal eks-asing di Indonesia.

Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi itu, ditemukan terdapat sebanyak 887 kapal eks-asing yang didiskualifikasi karena telah melakukan beragam pelanggaran. Selain, itu, Menteri Kelautan dan Perikanan juga menyatakan bahwa hasil dari analisis dan evaluasi tersebut juga telah dilaporkan kepada lembaga hukum internasional, Interpol.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…