PENILAIAN INDEF DAN IWAPI - Rombak Tim Ekonomi Jokowi

 

Jakarta-Institute for Development of Economics and Finance (Indef) dan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengevaluasi kinerja kabinet di bidang ekonomi. Kualitas pertumbuhan ekonomi juga dinilai menurun akibat lemahnya kinerja pemerintahan saat ini.

NERACA

"Kondisi ekonomi ini benar-benar dirasakan penurunannya. Karena memang selama tiga bulan pertama kinerja pemerintah dalam bidang ekonomi menurun sangat-sangat sigifikan," ujar Direktur Indef Enny Sri Hartati dalam diskusi bertema  "Menanti Sabda Reshuffle" di Jakarta, akhir pekan lalu.

Menurut dia, banyak sekali persoalan ekonomi saat ini terjadi. Seperti, niat Jokowi menghapus subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk kegiatan produktif malah membuat harga bahan pokok naik dan investasi menurun. "Harga BBM yang tidak stabil membuat harga pokok pun terus tidak stabil," ujarnya.

Apa yang diinginkan publik saat ini, menurut Enny,  adalah evaluasi. Namun apakah evaluasi itu berujung pada perombakan kabinet (reshuffle) itu adalah kewenangan presiden. "Reshuffle atau tidak itu adalah kewenangan presiden, tapi perlu ada evaluasi dalam kabinet ini untuk meningkatkan kinerja birokrasi dan evaluasi daya saing ini yang jadi utang," tutur dia.

Enny mengatakan, tim ekonomi Jokowi selama ini tidak memiliki kalkulasi kebijakan ekonomi yang tepat untuk diterapkan. Hal ini mengakibatkan, kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah justru berdampak negatif bagi masyarakat. "Ketiadaan  kalkulasi kebijakan ekonomi, ini malah memukul daya beli masyarakat. Kemudian memasang target yang ambisius," ujarnya.  

Meski proses transisi pemerintahan turut menyumbangkan dampak terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi, hal itu seharusnya sudah diantisipasi sejak awal. “Memang ada transisi pemerintah, berimplikasi pada perubahan kabinet dan nomenklatur. Tapi ini menunjukan koordinasi lemah dan leadership lemah," ujarnya.

Buruknya kualitas perekonomian bangsa tidak serta merta dapat kesalahan dari ekonomi global. Menurut dia, pemerintah seharusnya sudah mengetahui hal ini dan dapat mengantisipasinya.

"Pertumbuhan ekonomi kita semakin merosot. Kondisi ekonomi global wajar menurun, tetapi kualitas pertumbuhan menurun ini juga sangat mengecewakan dan harus menjadi perhatian khusus," ujarnya.

Dia menyoroti banyak indikator yang menujukan kualitas perekonomian nasional memburuk. Seperti tidak sesuainya target pemerintah dan realisasinya. Presiden Jokowi sejak awal ingin berfokus untuk menumbuhkan sektor produksi, namun kenyataannya justru sektor jasa yang semakin tinggi. Padahal, sektor produksilah yang jauh lebih banyak menyerap tenaga kerja.

"Padahal sektor-sektor tersebut relatif kedap dalam menyerap tenaga kerja, khususnya tenaga kerja formal. Struktur kontribusi lebih ke jasa, Jokowi lebih kepada penciptaan barang. Tapi justru sektor riil makin drop, yang tumbuh sektor jasa," ujarnya.

Enny menilai, buruknya kualitas pertumbuhan ekonomi itu merupakan salah satu dari 10 indikator perekonomian yang berada dalam lampu kuning. Oleh karena itu Jokowi diminta untuk cepat-cepat mengevaluasi menteri-menteri di bidang ekonomi.

Pendapat senada juga dilontarkan Ketua DPP Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) Nita Yudi  secara terpisah. Iwapi menilai laju perekonomian yang melambat pada awal tahun ini akibat lemahnya tim ekonomi Presiden Jokowi.

Nita mengatakan sebagai pengusaha pihaknya mengetahui saat ini semua pelaku ekonomi sedang mengalami perlambatan. "Kita semua orang ekonomi pasti tahu, semua ngerem, semua harus diperbaiki. Kita lihat investor asing menarik dananya kemarin," ujarnya di Jakarta, Sabtu (9/5).

Menurut dia, pengusaha merupakan salah satu yang berkontribusi besar terhadap jalannya roda perekonomian di Tanah Air. Mereka akan memantau setiap situasi yang ada. Karena itu, Iwapi memandang saat ini perlu ada reshuffle di tim ekonomi Jokowi.

Tuding Ekonomi Global

Lembaga peneliti independen ekonomi itu juga meminta pemerintah tidak mengkambinghitamkan‎ kondisi perekonomian global, atas lesunya pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2015.

Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2015 hanya mencapai 4,7% , lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 5,02%.

Menurut peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus, pemerintah kerap menyalahkan kondisi ekonomi global atas apa yang terjadi terhadap perekonomian dalam negeri. Di mana perlambatan‎ ekonomi tidak hanya terjadi pada Indonesia, namun juga beberapa negara lainnya.

"Pemerintah jangan mengkambinghitamkan perekonomian global atas apa yang terjadi di Indonesia," ujarnya katanya di Jakarta, Jumat (8/5).

Hasil penilaian Indef mengungkapkan, kendati kondisi perekonomian global sedang memburuk, namun Malaysia dan India berhasil keluar dari kondisi tersebut dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang relatif baik. "Bahkan pada puncak krisis global 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tumbuh 4,5%," ujarnya.

Heri menuturkan, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya 4,7% pada kuartal I-2015 ini lebih merupakan refleksi dan ekspektasi dari harapan yang terlalu tinggi terhadap pemerintahan Jokowi pasca pemilihan presiden. Namun kenyataannya sekarang belum ada upaya riil dari pemerintah untuk membangkitkan perekonomian negeri ini.  

Dari sisi ekonomi sektoral, hampir semua mengalami perlambatan. Lebih parah, perlambatan tersebut justru terjadi pada sektor tradable yang langsung memberi pengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh, ekspor, hingga cadangan devisa.

Kondisi ini diperparah dengan buruknya kinerja ekspor Indonesia. Meski neraca perdagangan pada kuartal I-2015 surplus, hal itu lebih disebabkan karena impor yang turun menjadi 15,‎1% dan bukan disebabkan oleh prestasi ekspor Indonesia.

Peneliti Indef lainnya, Imaduddin Abdullah, mengatakan dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,7%, penerimaan negara pada kuartal I-2015 hanya mencapai Rp310,1 triliun. "‎Jika gagal mencapai pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan, maka penerimaan negara akan terancam," ujarnya.  

Menurut dia, penerimaan negara yang terancam tidak mencapai target pada akhirnya akan berdampak pada tidak terpenuhinya target pembangunan infrastruktur yang digalakkan pemerintah. Mengingat pengeluaran rutin tidak bisa digeser, maka belanja modal dan infrastruktur terpaksa dikorbankan.

"Nah, jika pemerintah tetap ingin menggunakan pengeluaran sesuai APBN-P, tentu defisit akan meningkat dan utang pemerintah juga akan meningkat," ujarnya. mohar/bari/fba

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…