Pertumbuhan Ekonomi Melambat - Target Penerimaan Pajak Sulit Terealisasi

NERACA

Wakil Ketua Komisi XI Gus Irawan Pasaribu mengatakan, dengan terus merosotnya perekonomian saat ini, diperkirakan target penerimaan pajak yang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 sebesar Rp 1.294,25 triliun sulit terwujud.

"Saya kira pemerintah tidak mampu mencapai target penerimaan pajak, Kemenkeu saja melaporkan hingga 30 April 2015, jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan sebanyak Rp 310,1 triliun. Angka tersebut baru menyentuh 23,95 persen, ini kan sangat rendah sekali," kata Gus di Jakarta, Rabu (6/5/2015).

Jika dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun lalu, sebut Gus, penerimaan pajak selama empat bulan tersebut tercatat lebih rendah 1,29 persen. 

"Pemerintah kan sudah berjalan enam bulan, seharusnya ini menjadi prioritas tersendiri untuk menyelesaikan masalah ini," ujarnya.

Legislator dari Fraksi Partai Gerindra ini meminta pemerintah untuk terus menggenjot sejumlah proyek pembangunan di Indonesia, untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

"Dari awal kita (Komisi XI) mendorong pemerintah untuk menyelesaikan semua proyek-proyek pembangunan untuk pertumbuhan ekonomi kita," tutur dia.

Ia menilai pembagunan ekonomi harus cepat diselesaikan, karena dampaknya sangat terasa untuk pendapatan negara. "Ini pasti akan berdampak pada target penerimaan pajak kita yang sangat rendah, kalau kita tidak membenahi secara cepat," tuntasnya.

Sedangkan Direktur Koalisi Anti Utang (KAU), Dani Setiawan mengaku miris melihat kondisi ini.mTerus membengkaknya pembiayaan negara dari utang berbanding terbalik dengan produktivitas dan kemampuan menggenjot pajak. Pendapatan pajak terus menurun. Padahal, selama ini peran pajak paling besar untuk membiayai belanja negara.

"Pajak kita rasionya masih rendah dari PDB. Utang memang rendah rasio dari PDB tapi utang ini dibayar bukan dari PDB tapi dari anggaran, beda dengan pajak yang seharusnya bisa lebih tinggi rasionya. Boleh rasio utang terhadap PDB liat dompetnya," kata Dani di Jakarta.

Dalam pandangannya, membengkaknya pembiayaan negara dari utang terjadi karena banyak faktor. Terutama menurunnya pendapatan pajak. Selain ini, nominal utang juga terus membesar karena beban pembayaran cicilan pokok dan bunga utang. Tahun 2014 saja, pemerintah menetapkan pagu pembayaran cicilan pokok Rp 247,7 triliun dan bunga Rp 121,3 triliun.

"Kemudian juga ketergantungan BUMN dan pemerintah daerah atas dasar utang luar negeri semakin besar. Terlihat adanya penerusan pinjaman tahun 2015 ini di PLN sebesar Rp 3,2 triliun, Pertamina 677,6 miliar dan Provinsi DKI Jakarta Rp 298,6 miliar," tegasnya.

Membengkaknya utang luar negeri juga terjadi karena tidak optimalnya penerimaan negara dan kontribusi BUMN yang lemah. "Masih adanya praktik inefisiensi atau pemborosan anggaran," tutupnya.

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…