KONDISI EKONOMI INDONESIA "LAMPU KUNING" - Sinyal Reshuffle Makin Kuat

Jakarta – Setelah beberapa kalangan mengusulkan agar Presiden Jokowi melakukan perombakan Kabinet Kerja di tengah kinerja perekonomian Indonesia yang memprihatinkan hingga triwulan I-2015, kini giliran Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memberikan sinyal reshuffle kabinet dalam beberapa bulan ke depan. “Ya kan, ya tentu dalam waktu ke depan ini lah,” ujar Kalla di Jakarta, awal pekan ini.

NERACA

Menurut penilaian JK, reshuffle diperlukan untuk peningkatan kinerja kabinet. Untuk tujuan itu, perlu sosok yang tepat untuk mengisi kabinet sesuai dengan kemampuannya. “Ya, karena banyak perlu peningkatan kinerja tentu dibutuhkan orang-orang yang sesuai dengan kemampuannya,” ujarnya. Namun JK enggan merinci lebih lanjut nama menteri yang dianggap tidak kompeten saat ini.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat PAN Yandri Susanto mengungkapkan bahwa evaluasi harus dilakukan, terutama untuk menteri-menteri perekonomian. PAN menilai, kinerja perekonomian pemerintahan Jokowi-Kalla relatif kurang baik. Salah satu buktinya, pemerintah dinilai tak bisa mengendalikan kenaikan harga bahan pokok pangan.

Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Bidang Pemerintahan Ahmad Basarah menegaskan, reshuffle kabinet perlu dilakukan dan sulit dihindari ketika tingkat kepuasan publik pada pemerintahan Jokowi-JK  rendah.  

Apalagi, PDIP sudah membahas reshuffle kabinet itu dalam Kongres PDIP di Bali baru baru ini. Alasan utamanya adalah soliditas pemerintahan yang masih mengkhawatirkan. Ada menteri atau pejabat setingkat menteri yang ditengarai menjalankan agenda tersembunyi. Beberapa nama menteri sudah diidentifikasi kinerjanya oleh PDIP. 

Tidak hanya usulan dari petinggi partai. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) pun mendesak Presiden segera merombak atau reshuffle kabinet bidang ekonomi dipercepat. Kadin menilai para menteri ekonomi kabinet kerja tidak sensitif akan harga kebutuhan pokok masyarakat selepas pencabutan subsidi energi.

"Maka, reshuffle kabinet yang sudah diagendakan Presiden Jokowi sebaiknya dipercepat dengan merombak tim ekonomi kabinet," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hukum dan Hubungan Antarlembaga Bambang Soesatyo, seperti dikutip Antara, Minggu (3/5).

Perombakan kabinet, menurut Bambang, dibutuhkan lantaran popularitas pemerintah tengah merosot. Dia mengutip sebuah survei menyebut sekitar 66,6% publik tidak puas pada kinerja pemerintah di bidang ekonomi karena melambungnya harga komoditas kebutuhan pokok, gas, listrik, serta naik-turunnya harga bahan bakar minyak.

Anggota Komisi III DPR RI itu juga menuturkan, para menteri ekonomi dinilai tidak mampu melakukan penyesuaian ritme kerja setelah presiden mengubah kebijakan subsidi energi. Perubahan mendasar yang dampaknya langsung dirasakan rakyat, menurut dia, yakni membiarkan harga eceran bahan bakar minyak mengikuti mekanisme pasar.

Akibatnya, masyarakat merasakan dampak yang signifikan karena kebijakan itu menyentuh harga kebutuhan pokok dan tarif jasa angkutan yang bisa turun naik kapan saja. "Seharusnya, dalam situasi seperti itu, pemerintah tidak boleh diam saja. Pemerintah sebagai regulator harus hadir di pasar untuk menstimulasi harga dan pasokan agar segala sesuatunya terkendali dan terjangkau oleh rakyat kebanyakan," ujarnya.

Sementara itu,Survei Poltracking yang dilaksanakan pada 23-31 Maret 2015 menyebutkan 48,5% publik menyatakan tidak puas pada kinerja pemerintahan. Di bidang ekonomi, publik tidak puas karena melambungnya harga bahan pokok, gas, listrik, serta naikturun harga bahan bakar minyak (BBM). Sekitar 52,2% publik kurang puas dan 14,4% publik sangat tidak puas. 

Ketidakpuasan di bidang hukum disebabkan oleh praktik korupsi yang masih marak dan disharmoni antara KPK dan Polri. Tingginya ketidakpuasan di bidang keamanan disebabkan maraknya aksi begal dan perampokan akhir-akhir ini. Ketika kepada responden ditanyakan tentang urgensi perombakan kabinet, survei Poltracking mendapat  jawaban yang cukup mengejutkan. Sebesar 41,8% publik setuju dilakukan reshuffle kabinet. 

Perlambatan Ekonomi
 
Bank Indonesia dan sejumlah kalangan memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I-2015 relatif melambat atau bergerak tidak lebih dari 5%. Kondisi ini tentunya berpotensi akan semakin mempersulit ruang gerak pemerintah mewujudkan janji-janji politik yang tertuang dalam Nawacita Presiden Jokowi. 

Meski merupakan tren global saat ini, menurut guru besar FEB Universitas Indonesia Prof Firmanzah Ph.D., perlambatan dan penurunan kinerja perekonomian nasional menjadi sinyal penting sekaligus peringatan bagi pemerintah untuk tidak lengah dari ancaman tsunami ekonomi lanjutan. Dunia masih menunggu kapan The Fed akan menaikkan suku bunga dan sedang mengantisipasi segala kemungkinan yang muncul akibat kebijakan tersebut. 

“Di tengah tekanan ekonomi global yang relatif landai, pemerintah perlu memperhatikan tingkat probabilitas ancaman shock ekonomi nasional yang masih cukup tinggi, terlebih ketika penurunan daya beli masyarakat merosot. Antisipasi gejala global maupun domestik memerlukan sikap tanggap dan kecermatan pemerintah agar kinerja ekonomi yang telah dibangun selama ini tetap terjaga,” ujarnya kepada Neraca, Selasa (5/5). 

Proyeksi pertumbuhan negara-negara berkembang yang dilaporkan Dana Moneter Internasional (IMF) menunjukkan perlambatan pada 2015 sebesar 4,3% (tahun lalu 4,5%). Sebaliknya proyeksi pertumbuhan negara maju diperkirakan lebih positif di 2,4% ( tahun lalu 1,8%). Bank Dunia juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi hanya sebesar 5,2% untuk tahun ini. 


Firmanzah menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dapat di bawah proyeksi Bank Dunia kalau memasukkan variabel The Fed. Karena beberapa waktu ke depan, bank sentral AS itu akan menyesuaikan tingkat suku bunga. Penyesuaian ini tentu berpotensi berimbas pada eksodus modal dari negara berkembang dan potensi peningkatan suku bunga acuan (BI Rate). 
Hingga akhir April 2015, sejumlah indikator ekonomi nasional mempertegas potensi ancaman guncangan ekonomi. Pertama, penyerapan APBN pada kuartal I-2015 yang hanya sekitar 20%, yang berdampak pada sejumlah kegiatan ekonomi lainnya. “Harus kita akui, selama ini kebijakan APBN menjadi salah satu penggerak perekonomian nasional, terlebih ketika sektor-sektor lain menghadapi tekanan,” ujar Rektor Universitas Paramadina itu. 

Kedua, akibat serapan APBN yang rendah, sejumlah proyek pembangunan infrastruktur melambat yang kemudian berandil besar dalam penurunan penyaluran kredit perbankan dan melemahnya konsumsi domestik. Bank sentral merilis penyaluran kredit perbankan nasional triwulan I-2015 akan berada pada level 11%- 12% atau lebih rendah dari tahun sebelumnya yang di atas 18%. Ketiga, sektor industri relatif menunjukkan pelemahan sepanjang triwulan I-2015. 

Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan BI menunjukkan saldo bersih tertimbang (SBT) triwulan I tumbuh 4,83%, lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2014 sebesar 11,03%. Hasil SKDU juga menunjukkan rata-rata kapasitas produksi terpakai hanya sebesar 73,06% ,atau turun dibandingkan triwulan IV-2014 sebesar 79,78%.

Data Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkapkan, kapitalisasi pasar modal per Kamis (30/4) sebesar Rp 5.164 triliun atau turun Rp315 triliun dari posisi Jumat (24/4) Rp5.479 triliun. Keluarnya dana asing dari pasar modal Indonesia itu terjadi setelah sejumlah emiten besar mempublikasikan kinerja triwulan I- 2015 yang tidak sesuai harapan. Praktis, hampir setiap sektor seperti ritel, infrastruktur dan alat berat, perbankan, automotif, mineral dan tambang menunjukkan pelemahan kinerja keuangan yang cukup signifikan. 

Firmanzah mengatakan, indikator ekonomi tersebut menjadi warning bagi pemerintah dalam mengelola dan mengambil kebijakan ekonomi, terlebih di tengah ketidakpastian yang masih cukup tinggi. Belum lagi dengan rencana penyesuaian suku bunga The Fed yang tentunya akan berpotensi menekan perekonomian nasional. Kebijakan The Fed ini akan menekan lebih dalam perekonomian nasional apabila tidak ada skenario mitigasi dan antisipasi dari pemerintah. bari/mohar/fba


BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…