Regulasi Properti yang Baru Berimbas ke Kelas Menengah

NERACA

Jakarta - Setelah mengalami perlambatan di 2014, kalangan industri memprediksi bahwa sektor properti akan meraih momentum pada 2015. Namun, dengan perlambatan yang berlanjut hingga triwulan I 2015 serta rencana pemberlakuan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk properti yang baru, maka Lamudi, marketplace real estate online, memprediksi bahwa hal ini akan sulit terjadi.

Berdasarkan rilis Lamudi yang diterima di Jakarta, Rabu (29/4) mengungkapkan, awal tahun ini Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla meninjau kembali PPnBM untuk properti dan berencana untuk merendahkan batas harga untuk menarik para wajib pajak baru.

Saat ini, regulasi yang diterapkan bagi properti adalah harga lebih dari Rp10 miliar untuk rumah berukuran lebih dari 500 meter persegi, dan apartemen lebih dari 400 meter persegi.

Revisinya akan mengubah regulasi ini dan menyasar properti yang berharga lebih dari Rp2 miliar, di mana rumah dengan luas lebih dari 400 meter persegi dan apartemen atau kondominium berukuran lebih dari 150 meter persegi.

Regulasi ini menimbulkan berbagai reaksi dari para pelaku industri properti. Salah satu alasannya adalah karena standard mewah bervariasi, seringnya bergantung kepada lokasi. Mendasarkannya hanya pada harga tidak akan efektif di beberapa area, termasuk Jabodetabek.

Adanya regulasi baru, pemerintah akan mendapatkan 40% dari biaya transaksi, pajak barang mewah sebesar 20%, PPN sebesar 10%, serta PPh dan biaya balik nama masing-masing 5%.

Dengan harga tanah yang lebih tinggi, properti seharga Rp2 miliar bahkan memiliki kemungkinan tidak akan mencapai ukuran yang dibataskan. Sebagai konsekuensi, hal tersebut akan mempengaruhi pasar kelas menengah. Kelas menengah merupakan segmen terbesar di populasi Indonesia.

“Dengan batasan harga Rp2 miliar maka yang akan terkena dampak pajak barang mewah ini bukan lagi kelas atas namun juga kelas menengah. Jakarta contohnya. Dengan semakin banyaknya kelas menengah yang mencari hunian dekat dengan kota untuk mengurangi kebutuhan berkendara, hunian vertikal menjadi semakin popular,” kata Managing Director Lamudi Indonesia, Steven Ghoos.

Data terakhir Lamudi menunjukan bahwa harga rata-rata apartemen yang ditawarkan di Jakarta adalah Rp27,7 juta per meter persegi, atau sama dengan Rp4 miliar untuk sebuah apartemen berukuran 150 meter persegi. Selain itu, harga rata-rata rumah berukuran lebih dari 400 meter persegi di Indonesia adalah Rp6,5 miliar. [ardi]

BERITA TERKAIT

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…